kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Genjrengan gitar lokal tak kalah dengan gitar impor


Rabu, 09 Februari 2011 / 10:59 WIB
Genjrengan gitar lokal tak kalah dengan gitar impor
ILUSTRASI. Call Center Otoritas Jasa Keuangan


Reporter: Rivi Yulianti, Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Produsen gitar lokal makin banyak. Daya saing alat musik petik buatan anak bangsa ini pun masih top. Peminatnya terus bertambah karena harga gitar lokal jauh lebih miring sementara kualitasnya setara dengan gitar impor. Alhasil, gitar lokal pun berhasil bertahan dari gempuran produk asing.

Prospek bisnis gitar di Indonesia masih bagus. Paling tidak begitu menurut Koko Haryadi, pembuat gitar di Solo, Jawa Tengah. Pasalnya, produsen memakai bahan baku kayu dengan kualitas terbaik.

Koko bercerita, ketika gitar buatan China menggempur pasar Indonesia akhir 2008, gitar lokal masih bisa bertahan. Sekalipun harga gitar China lebih murah. Soalnya, "Kebanyakan produsen gitar di Indonesia menggunakan kayu bagus untuk badan dan leher gitar," kata Koko yang memulai usaha pembuatan gitar memakai kayu mahoni dan ash untuk badan dan leher gitar.

Dengan dibantu empat pekerjanya, pria 28 tahun ini bisa menghasilkan sekitar 100 gitar per bulan dengan merek Solo Asli. Koko memasarkan gitarnya ke toko-toko alat musik di Jakarta. Selain itu, "Juga ada tiga hingga empat pesanan khusus yang masuk dalam sebulan," kata Koko.
Pesanan khusus ini datang dari individu atau toko musik di Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan. Koko menjual gitar elektrik untuk pemula dengan harga Rp 1 juta per unit. Harga jual gitar standar Rp 2 juta-Rp 5 juta per unit.

Muhammad Hanafi, produsen gitar merek Boomer di Solo, selama ini menggunakan kayu sonokeling dan mahoni untuk badan dan leher gitar. Tetapi, ia masih memakai produk impor untuk suku cadang dan aksesori, seperti senar dan fret. "Saya berani jamin kualitasnya setara dengan produk impor, sebab suku cadang yang saya gunakan sama," ujar Hanafi.

Gitar buatannya dijual dengan harga mulai
Rp 500.000 untuk gitar akustik dan Rp 750.000 untuk gitar elektrik. Bandingkan dengan gitar impor kualitas sama yang harganya mencapai Rp 1 juta untuk gitar akustik dan Rp 2 juta untuk gitar elektrik. Harga gitar buatan Hanafi bisa lebih murah karena bahan kayunya gampang didapat.

Hanafi memasarkan gitarnya ke toko alat musik di Jawa dan Bali. "Rata-rata setiap toko mengambil 10 buah per bulan," katanya. Ia pun memiliki toko sendiri di Semarang bernama Boomer Music and Art. Saban bulan, dia mencetak omzet Rp 40 juta hingga Rp 50 juta.

Lain lagi cerita PT Genta Trikarya di Bandung yang berdiri 1959. Produsen yang membuat gitar untuk band Bimbo, Netral, dan Seurieus ini sudah merambah pasar ekspor sejak 1989. Tak heran, mereka sudah puluhan kali diundang ke pameran alat musik NAMM Show di Anaheim, Los Angeles. Genta Trikarya membungkus gitarnya dengan merek Faith di Inggris dan Babicz di Amerika Serikat.

Genta Trikarya membanderol gitarnya Rp 700.000 sampai Rp 5 juta. Awan Nasution, pemilik Genta, menuturkan, pembeli juga bisa memesan gitar, misalnya Les Blues yang dipakai Paul Gibson dengan harga Rp 10 juta. "Harga itu sepersepuluh dari harga aslinya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×