Reporter: Marantina, Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Anda tertarik menjadi penulis skenario film dan sinetron? Menjadi penulis skenario kini tidak harus belajar formal di sekolah perfilman. Soalnya, sudah banyak lembaga kursus menulis naskah skenario yang siap melatih Anda menjadi penulis naskah handal.
Salah satunya adalah Aksineas yang didirikan Kardy Syaid (53) di Cibubur, Jakarta Timur. Ia mendirikan lembaga kursus menulis skenario ini sejak tahun 2007 silam.
Kardi mengaku tertarik mendirikan lembaga kursus menulis skenario karena sejak kecil sudah mencintai dunia seni, terutama seni peran. Pada 1980-an, ia pun mendirikan Teater Kuala dan Teater Aremba di Aceh.
Lantas, pada 1984, Kardy mendalami dunia lakon dengan berkuliah di jurusan Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Setelah lulus, ia menyutradarai dan menulis beberapa naskah film, seperti Ali Topan Anak Jalanan, Sang Primadona, serta beberapa judul film televisi (FTV).
Kepiawaiannya menulis naskah mendorongnya mendirikan Aksineas sebagai wadah pelatihan menulis skenario. Dalam setahun, Aksineas membuka dua kelas pelatihan menulis skenario.
Setiap kelas diisi hingga tujuh orang. Masing-masing peserta dipungut biaya Rp 2,7 juta untuk 12 kali pertemuan yang berlangsung selama dua bulan. "Kami memberikan materi selama 2,5 jam selama pertemuan," imbuhnya.
Dari tempat pelatihan menulis skenario ini, Kardy bisa meraup omzet sekitar Rp 30 juta per bulan. Namun, Aksineas juga membuka kelas akting. "Kalau dijumlahkan, omzet keseluruhan Aksineas bisa mencapai di atas Rp 100 juta per tahun," katanya.
Peserta penulisan skenario Aksineas beragam, mulai dari pelajar hingga karyawan. Aksineas memberikan 12 materi, seperti dasar-dasar sinematografi, pemilihan tema, eksplorasi gagasan, sinopsis, teknik menulis dan menganalisa skenario, hingga cara memasarkan skenario.
Harus disiplin
Pengalaman dan latar belakang pendidikan sinematografi membuat Kardy tidak memiliki hambatan berarti dalam mengajar. Namun, ia mengeluhkan anak-anak muda yang kurang disiplin. Padahal itu merupakan salah satu kunci keberhasilan seorang penulis skenario, di samping keterampilan menulis. Karena tidak disiplin, kadang tugas-tugas penulisan skenario yang diberikan pada peserta selalu molor.
Jika dibandingkan dengan sineas angkatan Kardy, anak-anak muda saat ini kurang punya semangat juang. "Ini cukup berbahaya karena pekerjaan penulis naskah itu berhubungan dengan deadline," katanya.
Lembaga kursus lain adalah Women Script & Co (WSC) yang berdiri sejak September 2011. Lembaga kursus ini didirikan oleh Deka Amalia. Menurutnya, WSC terbentuk dari keinginan sekelompok perempuan yang memiliki hobi sama, yakni menulis skenario.
Deka sendiri pernah menjadi dosen Fakultas Sastra Universitas Nasional (Unas) Jakarta selama 20 tahun. Dengan pengalamannya sebagai dosen sastra, ia pun berhasil menggaet para wanita lain yang memiliki hobi sama dengannya.
WSC memiliki dua paket kursus dalam penulisan skenario. Pertama, kursus dilakukan offline alias langsung bertandang ke kantor pusat di Pamulang, Tanggerang Selatan dengan tarif Rp 1 juta perbulan.
Kedua, pelatihan dilakukan secara online yakni dengan membuat grup dari media sosial dengan tarif Rp 500.000 per orang. Dia menerangkan, untuk sekarang lebih banyak yang meminati kursus online, karena bisa belajar sambil santai di rumah. "Yang kursus belum terlalu banyak, tetapi yang ikut komunitas hampir 1.200 member," terangnya.
Selama kursus, Deka mengajarkan beberapa materi, seperti penulisan cerita dasar, karakter tokoh, penyusunan plot atau alur cerita, dan kerangka naskah adegan per adegan.
WSC juga mengadakan kerjasama dengan sejumlah TV swasta nasional. Menurut Deka, hasil karya penulis skenarionya sudah beberapa kali ditayangkan pada program televisi. Di antaranya Si Entong, sinetron anak Klik-Klik Bamba, Ucup Santri Simelekete, Kisah 1001 Samin Salim, Reality Show Jujur Apa nggak sech, Wara-wiri Ramadhan, OKB Ramadhan, Mamat Anak Pasar Jangkrik, Ingat-ingat lupa, serta FTV Horor Terekam ANTV.
Pendapatan dari hasil menulis skenario 100% dimiliki penulis. "Pihak kami tidak meminta biaya royalti apabila karya penulis dilirik oleh perusahaan media untuk dijadikan bahan tayangan televisinya, honor sepenuhnya menjadi hak pemilik," ujarnya.
Dari bisnis ini, WSC mengantongi omzet sekitar Rp 10 juta saban bulan. "Kami ini sistemnya memberdayakan, jadi siapa saja yang mendapat orderan untuk menulis skenario tidak masuk ke pendapatan WSC," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News