kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gurih dan renyah bisnis keripik pisang Luwu Utara


Rabu, 29 November 2017 / 12:00 WIB
Gurih dan renyah bisnis keripik pisang Luwu Utara


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Setiap daerah punya makanan khas yang bisa menjadi oleh-oleh. Nah, bila Anda bertandang ke Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, jangan lupa menenteng keripik pisang tanduk sebagai salah satu pilihan oleh-olehnya.

Masati, pemilik gerai keripik pisang Kuporai mengatakan, sudah empat tahun terakhir banyak orang mengolah keripik pisang di Desa Tarengge, Luwu Utara. Perajinnya mulai bermunculan.  Keripik pisang tanduk khas Luwu diproses di rumah-rumah pengrajin berskala kecil.

Meski sudah empat tahun mengolah pisang tanduk menjadi keripik, Masati baru membuka gerai sendiri sejak dua tahun ini. "Di pinggir jalan ini ada sekitar empat  gerai" tuturnya saat ditemui KONTAN di gerainya.

Gerai sederhana milik Masati terletak di pinggir jalan lintasan menuju Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Di sana, ia menjual keripik pisang dengan aneka rasa, seperti rasa cokelat, manis, asin, jagung manis, jagung bakar dan balado. Harga yang dibanderol pun beragam, sesuai dengan ukuran kemasan.

Harga keripik kemasan paling kecil, seberat 50 gram, adalah Rp 7.500 per bungkus. Yang agak besar, kemasan 150 gram harganya Rp 12.500 per bungkus. Kemasan paling besar 250 gram harganya Rp 20.000 per bungkus. Masati mengatakan bisa mengantongi omzet sampai Rp 25 juta per bulan.

Pelanggan keripik pisang Kuporai kebanyakan berasal dari Sulawesi seperti Makassar, Halmahera, Bone-bone, Palu dan sebagainya. Masati bilang keripik pisang miliknya memang kerap menjadi oleh-oleh bagi pengunjung Kabupaten Luwu Utara. "Banyak pesanan oleh-oleh untuk dibawa ke Arab. Ada juga yang sering bawa ke Jawa dan Sumatra. Rata-rata yang bawa ya orang Sulawesi," tuturnya.

Tak hanya Masati yang kebanjiran pesanan untuk oleh-oleh, Hanif, pemilik gerai keripik pisang Nasuzuri juga menceritakan hal serupa. Bedanya, ia mengemas keripik pisang dengan satu ukuran, yakni kemasan 350 gram. Harga yang dibanderol untuk keripik pisang aneka rasa Rp 30.000 per bungkus.

"Di sini rata-rata sama rasanya, ada satu atau dua rasa saja yang berbeda. Kalau punya saya ini ada rasa cokelat, manis, asin, jagung bakar, jagung manis, green tea dan stroberi," kata Hanif. Ia juga kerap kebanjiran pesanan. Apalagi, jika ada kunjungan kerja dari Jakarta dan Makassar ke wilayah Luwu Utara.

Menurut Hanif, keripik pisang khas Luwu berbeda dengan keripik pisang dari daerah lainnya. Rasa asli keripik pisangnya tidak terlalu manis, lebih ke gurih. Irisannya juga lebih tipis, sehingga lebih ringan untuk dimakan.

"Serasa tidak bisa berhenti kalau makan keripik pisang di sini," ujarnya sambil tertawa. Sama seperti Masati, dalam sebulan Hanif juga mampu mengantongi omzet hingga Rp 20 juta.       

Penjualan meningkat berkat pemasaran lewat jalur digital

Beberapa ibu rumah tanggan memutuskan menjadi perajin keripik setelah mendapat pelatihan. "Baru lima tahun lalu ada keripik pisang di sini," tutur Masati, pemilik gerai keripik pisang Kuporai.

Awalnya para perajin menjual keripik pisang dalam bentuk curah atau bisa dipesan per kilogram. Sebab, saat itu, kata Masati, perajin belum mengenal kemasan dan merek dagang. "Keripik pisang masih saya bungkus dengan plastik biasa," ujar Masati. Ternyata, pelatihan membuat keripik pisang saja tidak cukup.

Pasalnya, para perajin,  tidak tau cara memasarkan produknya. Alhasil, produksi keripik pisang sering menumpuk dan tidak laku. Lalu,

Masati mengikuti program komunitas Tangan Di Atas (TDA). Dalam program tersebut, ia dan para perajin lainnya mendapatkan pelatihan soal pemasaran, kemasan dan merek dagang.

Mulai dari situlah, Masati berinisiatif untuk memasarkan keripik pisang Kuporai lewat online.  Lalu, dia juga membuat merek dagang dan bentuk kemasan yang lebih baik.

Kini, Masati tak lagi menjual keripik pisang dalam bentuk curah. Ia sadar, kalau yang dijualnya bukan hanya keripik pisang, tapi juga merek dagang (branding). "Alhamdulilah sekarang sudah sampai mana-mana. Pesanan selalu ada. Minggu ini ada pertemuan PGRI se- Sulawesi Selatan di sini, saya diminta membuat 3.000 bungkus untuk oleh-oleh peserta pertemuan tersebut," ujar Masati.

Menjual keripik pisang tanduk lewat online juga dilakukan oleh Hanif, pemilik gerai keripik pisang Nasuzuri. Ia tak hanya menjual dalam bentuk eceran per bungkus, tapi juga grosir. "Banyak juga yang pesan untuk dijual lagi. Kadang beberapa pelanggan juga minta dibuatkan sesuai dengan kemasan yang dia mau jual," tuturnya.

Penjualan online dimulai Hanif sejak satu setengah tahun lalu. Ia menyadari, lewat cara pemasaran tersebut, produknya lebih cepat dikenal oleh masyarakat luas. "Sejak saya pasarkan lewat online, omzet terus meningkat. Bahkan sekarang sudah meningkat empat kali lipat," katanya.

Baik Hanif maupun Masati membuat keripik pisang berbahan baku pisang tanduk. Keduanya mendapatkan langsung dari petani pisang tanduk di sekitar Luwu Timur. Masati bilang, sempat kesulitan bahan baku karena panen pisang tanduk berkurang. "Saya terpaksa cari di daerah lain dan mencampur bahan baku dengan pisang jenis lain. Tapi sekarang sudah banyak orang mulai tanam lagi pisang tanduk," ujarnya.

Ia menjelaskan, pisang tanduk mulai banyak dibudidayakan sejak setahun terakhir. Para petani di sektiar Luwu Timur ini biasanya menanam pisang tanduk untuk menghasilkan pemasukan tambahan. Maklum, sebagian besar penduduk di sana memiliki juga menanam kakao sebagai sumber pendapatan utama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×