Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Rizki Caturini
Sebagian besar pasokan besi tua sebagai bahan baku pembuatan parang dan aneka benda tajam lain biasanya didapat dari tempat penjualan barang rongsokan seperti besi-besi tua bekas mobil puso. Suhuludin, salah satu pedagang di sentra itu mengatakan, besi-besi tua tersebut bisa mudah didapat dengan harga murah.
Meski sekarang dia hanya berjualan, namun Suhuludin mengaku tahu betul bagaimana proses penempaan besi-besi tua menjadi aneka parang dan pisau. Pasalnya, sebelum fokus berjualan ia telah menjadi perajin pandai besi selama 16 tahun.
Ia bilang besi-besi tua yang dibeli dari tempat penjualan barang rongsokan masih berukuran besar. Besi tersebut kemudian diolah dengan menggunakan bara api dan palu besar. "Besi itu dipanaskan sampai menjadi bara lalu kita tempa menggunakan palu sampai membentuk aneka parang sesuai yang kita inginkan," terangnya.
Kosim, salah satu perajin pandai besi di sentra itu menjelaskan, proses pengolahan besi–besi tua menjadi parang diperlukan arang-arang besar. Ia bilang, para perajin mendapatkan arang dari wilayah Jambi. "Kita belinya per karung," ungkap Kosim.
Satu karung arang dibeli dengan harga Rp 60.000. Menurut Kosim, satu karung arang cukup untuk menempa sekiatar 20-an parang. Ia bilang, dalam sehari dirinya bisa membuat 10 parang–15 parang.
Kosim mengatakan, tidak menjual barang hasil produksinya secara eceran. Ia biasanya menjual aneka parang dan pisau per kodi pada para pendagang parang atau benda tajam lainnya di sentra tersebut.
Suhuludin menambahkan, pasokan parang dan aneka benda tajam lainnya yang ia jual tak hanya dibeli dari perajin di situ seperti Kosim, tapi juga dari pengumpul. Para pengumpul ini biasanya berasal dari Palembang. Mereka datang sendiri menawarkan produk, namun masih belum dilengkapi sarung.
Suhuludin menambahkan, jika pasokan barang di kiosnya sudah menipis, ia juga bisa memesan langsung ke pengumpul melalui telepon dan barang akan dikirimkan langsung ke tempat.
Lantaran pasokan barang yang dibeli belum dilengkapi dengan sarung, banyak penjual meminta untuk dibuatkan sarung pada perajin yang khusus mengerjakan sarung parang dan benda-benda tajam lainnya. "Ada pedagang yang buat sendiri sarungnya. Tapi ada juga yang memesan ke perajin, contohnya seperti saya," tutur Suhuludin.
Sarung-sarung untuk parang atau pisau tersebut terbuat dari bermacam-macam kayu, seperti kayu merambung.Suhuludin mengatakan, tak banyak kendala yang dihadapi para pengrajin dan penjual aneka parang dan benda tajam di sana. Namun, satu kendala yang paling jamak adalah keterbatasan modal usaha.
Jika ingin memperbesar usaha, mereka harus meminjam dari bank dengan bunga tinggi. Kemudian, dengan agunan sertifikat rumah, mereka hanya bisa mendapat pinjaman sekitar Rp 10 juta. "Padahal kami membutuhkan pinjaman bunga rendah," keluh Suhuludin. n
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News