kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.095.000   21.000   1,01%
  • USD/IDR 16.485   -6,00   -0,04%
  • IDX 7.780   80,67   1,05%
  • KOMPAS100 1.091   14,08   1,31%
  • LQ45 793   11,03   1,41%
  • ISSI 266   2,05   0,77%
  • IDX30 411   4,83   1,19%
  • IDXHIDIV20 478   6,05   1,28%
  • IDX80 120   1,47   1,24%
  • IDXV30 130   1,34   1,04%
  • IDXQ30 133   1,54   1,17%

Harga bahan baku ikut tekan sektor konveksi


Rabu, 26 Agustus 2015 / 14:56 WIB
Harga bahan baku ikut tekan sektor konveksi


Reporter: Rizki Caturini, Robi Gunawan | Editor: Tri Adi

Pengusaha UKM di sektor konveksi juga terkena dampak cukup besar di tengah pelemahan rupiah saat ini. Harga bahan baku impor seperti kain katun, aksesori, serta tinta sablon ikut naik, sehingga ongkos produksi membengkak. Sementara, kelesuan ekonomi menggerus omzet usaha mereka.

Banyak pelaku usaha di Indonesia yang masih bergantung pada bahan baku dari impor. Ini yang membuat pengusaha ketar ketir jika rupiah terus melemah terhadap dollar AS. Terang saja, hal ini akan membuat biaya pembelian bahan baku membengkak lantaran harga beli bahan baku makin tinggi. Ujung-ujungnya, margin usaha pun tergerus. Sementara menaikkan harga jual menjadi pilihan terakhir di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Kondisi ini sangat dirasakan oleh pengusaha UKM, di antaranya di sektor konveksi. Herry Syahrudin, pengusaha dan pemilik konveksi bernama Grenner Konveksi di Bandung, Jawa Barat mengatakan, dampak pelemahan rupiah sudah jelas terasa bagi usahanya. Kenaikan harga beli bahan baku mulai terasa sejak awal tahun ini.

Selain bahan baku tekstil, harga aksesori pendukung seperti kancing, dan resleting pun ikut naik, sehingga biaya produksi pun naik sekitar 10% dari posisi akhir tahun lalu. Sementara di sisi lain, persaingan usaha yang tinggi membuatnya tidak bisa seenaknya lagi menaikkan harga jual.

Di sisi lain, pesanan yang datang pun ikut menurun akibat lesunya ekonomi negara. Herry selama ini mendapatkan pesanan lewat tender-tender dari Pemda ataupun instansi pemerintah lainnya. Dia mengaku sulit menaikkan harga jual karena Pemda juga sangat selektif memilih harga yang sesuai dengan anggaran mereka.  

Strateginya saat ini adalah mencari peluang lainnya dengan menyasar konsumen menengah yang jumlah pesanannya terlalu besar untuk diambil oleh para pengusaha konveksi kecil, namun terlalu kecil untuk pengusaha garmen. "Minimal jumlah pesanan adalah 100 potong," kata dia.

Tapi, tidak semua pesanan yang datang membutuhkan bahan baku impor. Herry bilang, biasanya pesanan yang membutuhkan bahan baku impor seperti pakaian untuk pemadam kebakaran atau rompi untuk pekerja tambang.

Rizky Asha, pemilik konveksi CV Asma Aria Suta di BSD Tangerang juga merasakan hal sama. Bahan baku tinta sablon yang dia impor dari Jepang terus naik, dari semula seharga US$ 12,15 per 20 kilogram (kg) kini menjadi US$ 14,30 per 20 kg. Harga kain katun yang sebagian dia impor pun ikut naik. Itu sebabnya, Rizky terpaksa menaikkan harga jual produk sekitar Rp 15.000 per potong.

Untuk menyiasatinya, Rizki terpaksa memilih bahan baku lokal yang kualitasnya menyerupai bahan impor, sehingga harga beli lebih murah. Ini bisa menekan kenaikan biaya produksi dan membuat margin usaha lebih tinggi.

Pelemahan ekonomi pun dia rasakan lantaran omzet usaha yang tergerus. Sebelumnya Rizky mengaku bisa meraup omzet hingga Rp 120 juta per bulan. Kini cukup sulit baginya bisa menembus omzet Rp 100 juta per bulan. Itu sebabnya, mereka berharap kondisi rupiah bisa segera membaik.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
BOOST YOUR DIGITAL STRATEGY: Maksimalkan AI & Google Ads untuk Bisnis Anda! Business Contract Drafting

[X]
×