Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini
Menjadi petani garam merupakan salah satu profesi warga di pesisir Pantai Talise Kota Palu, Sulawesi Tengah. Pekerjaan ini sudah diwariskan secara turun-temurun dari pendahulu mereka. Sebab, tambak garam yang berada di sepanjang Pantai Talise ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Para petani garam di tempat ini mulai membersihkan tambak pada pagi atau sore hari. Biasanya penambak melakukan sendiri aktivitas tersebut dengan dibantu oleh anggota keluarga masing-masing. Seperti Amir, salah satu petani garam di sentra ini, menggarap lahan warisan dari orangtuanya ini bersama dengan anak bungsunya. Selama ini dia menggarap lahan tambak seluas 1.000 meter persegi (m²).
Proses pembuatan garam ternyata cukup sederhana. Pertama-tama air laut disalurkan dengan pompa ke lahan petani, dan kemudian diendapkan. Setelah itu, lahan harus terus dibersihkan dari lumpur. "Tujuannya agar biji garam dapat terbentuk sempurna," kata Amir.
Untuk menghasilkan garam yang bagus, tidak hanya dibutuhkan sinar matahari yang terik tetapi juga angin yang kencang. "Kalau tidak ada angin akan percuma karena garam tidak akan bisa jadi," katanya.
Saat musim penghujan datang, ini menjadi ancaman bagi petani garam di sana. Pasalnya, pada saat itu air laut menjadi kotor sehingga kualitas garam yang dihasilkan jadi menurun. Selain itu, biji garam rentan berjamur, sehingga harga jual menjadi anjlok.
Iyoto, petani garam lainnya di sentra ini, bilang, jika kualitas garam sedang menurun, harga jual bisa merosot hingga Rp 5.000 per karung. Padahal harga rata-rata garam berkualitas bagus berkisar Rp 35.000 per karung. Di lain sisi, persediaan garam yang berkualitas bagus di kondisi seperti ini bisa naik hingga tiga kali lipat, karena pasokan garam mulai menipis di musim hujan.
Di luar masalah cuaca yang membuat kualitas garam berkurang, keberlangsungan aktivitas penambak garam di sentra ini sempat terusik oleh rencana penimbunan laut atau reklamasi Pantai Talise. Ini akan berakibat hilangnya lahan tambak garam milik petani yang telah ada sejak berpuluh-puluh tahun lalu.
Perkembangan pembangunan Kota Palu membuat investor tertarik untuk membangun wilayah sekitar Pantai Talise. Pro dan kontra dari berbagai pihak mewarnai rencana reklamasi Pantai Talise ini.
Iyoto bercerita, awal tahun 2014 mereka sempat didatangi oleh para investor yang mencari lahan untuk pembangunan properti. Saat itu, investor berjanji akan membeli seluruh lahan garam milik petani dengan harga Rp 1 juta per m².
Rencananya, setelah menjual lahan tambak garam kepada investor, para petani garam akan beralih profesi menjadi petani di daerah pegunungan. Tapi, setelah banyak mengadakan pertemuan, hingga kini sang investor tidak tampak lagi.
Jadilah hingga kini para petani garam masih melanjutkan aktivitas menggarap lahan di Pantai Talise seperti biasa. Tetapi ada juga beberapa petani garam yang terpaksa berhenti berproduksi lantaran lahan mereka sudah rusak akibat dijadikan lahan percontohan untuk sang investor kala itu. n
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News