Reporter: Maria Gelvina Maysha | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan metode budidaya yang baik dan benar membuka peluang kenaikan hasil produksi yang lebih optimal. Inilah yang sudah dirasakan para petambak udang di Desa Plesung, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Saat ini sejumlah petambak udang di Plesung menerapkan tambak Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK). Ini adalah metode tambak udang yang diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak 2022.
Dengan metode BUBK, lokasi tambak udang jauh dari lingkungan masyarakat termasuk area industri. Maklum, udang termasuk binatang yang rentan terkontaminasi sumber penyakit. Maka kawasan budidaya pun harus bebas dari polusi.
Meski jauh dari wilayah aktivitas ekonomi, tambak udang tersebut juga sudah dilengkapi infrastruktur penunjang.
Seperti tandon, tempat pengambilan air laut, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), sumur resapan, kincir dan pompa, serta kolam budidaya yang sudah diatur jarak petaknya. Dus, diharapkan air yang masuk ke kolam tambak adalah air yang benar-benar bersih.
Sejauh ini, secara keseluruhan pengembangan budidaya udang berbasis kawasan sudah berjalan 60% dari target. Setidaknya tambak udang berbasis BUBK sudah mencapai 60 hektare dan jumlah kolam sebanyak 149 petak.
Khusus di Desa Plesung para petambak baru menggarap 28 petak tambak. Sedangkan sisanya bakal dimanfaatkan oleh para petambak udang lainnya.
Hasilnya, saat panen perdana Selasa (6/9), setiap hektare tambak bisa menghasilkan 16 ton udang. Tambak yang dipanen ini baru ditebar bibit udang pada Maret 2023.
“Hasinya sudah bisa terlihat,” kata salah seorang petambak udang kepada KONTAN.
Para petambak udang berharap, sistem BUBK bisa mendongkrak hasil panen udang hingga tiga kali lipat dalam setahun.
Sebelumnya tak efektif
Sebelum menerapkan sistem ini, para petambak udang di daerah Petanahan selalu berpindah-pindah tempat. Tujuannya adalah untuk bisa mendapatkan areal tambak yang steril. Tapi tambak udang yang berpindah-pindah tersebut mengakibatkan hasilnya tidak optimal.
Para petambak udang pun berharap keberadaan sistem BUBK ini bisa membawa perubahan bagi kehidupan mereka.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu menyatakan apabila model ini sukses, sektor swasta hingga masyarakat petambak udang dapat menjadikan BUBK tersebut sebagai role model.
Ia pun berhitung, jika penerapannya sudah optimal, tambak udang yang menerapkan BUBK bisa menghasilkan udang hingga 40 ton per hektare.
Jika dalam satu tahun minimal bisa dua kali panen, ia memprediksi hasil panen tambak di Kebumen tembus Rp 400 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News