Reporter: Dharmesta | Editor: Tri Adi
Kehilangan betis sebelah kanan tak membuat I Ketut Sudarmada putus asa. Ia malah berupaya keras menggeluti pembuatan kaki palsu. Selain untuk kebutuhannya, ia juga berharap hasil karyanya bisa membantu orang-orang yang memerlukan kaki palsu. Lalu, dia juga berupaya mendorong para penyandang cacat kaki bisa bangkit dan mandiri.
Sontak hidup I Ketut Sudarmada berubah pada tahun 1984. Ketut yang kala itu sedang menempuh kuliah hukum di Universitas Udayana mengalami kecelakaan kendaraan bermotor hingga menyebabkan kaki kanannya harus diamputasi.
Mau tak mau, Ketut harus pasrah dengan keharusan memakai kaki palsu agar bisa tegak dan berjalan lagi. Untuk membeli kaki palsu, Ketut harus terbang ke Solo, Jawa Tengah. Sayangnya, kaki buatan yang dia beli dengan harga Rp 450.000 tidak pas dengan posturnya. Akibatnya, tulang pahanya malah bergeser hingga membuatnya tak nyaman saat menggunakannya.
Dengan peralatan seadanya, Ketut lantas mencoba membuat kaki palsu sendiri. Ia hanya mengandalkan pengetahuan fisika dan matematika yang dimilikinya. Dengan berbagai hitungan, kaki bikinan Ketut lebih nyaman digunakan.
Meskipun memiliki kemampuan membuat kaki palsu, saat itu, Ketut tak berpikir akan menjadikan kemampuannya tersebut sebagai mata pencaharian. Pasalnya, kebanyakan orang yang kehilangan kaki adalah orang-orang miskin yang jelas tak mampu membeli kaki palsu.
Ketut mengaku, dia sejatinya sempat mengalami masa sulit. Mentalnya jatuh lantaran ia tahu persis kalau kebanyakan perusahaan di Indonesia menutup rapat pintunya untuk orang cacat. "Yang menguatkan saya adalah saya harus bertahan hidup dan tak mau menyusahkan orang lain," ujarnya.Berbagai usaha sempat dia coba. Sayangnya, usaha tersebut tak berjalan mulus.
Untuk mengisi waktu luang, Ketut lantas membuat kaki palsu untuk dijual. Khusus untuk orang miskin, Ketut rela dibayar seadanya.
Jalan mulai terbuka di tahun 1991. Kala itu, Ketut diundang pemerintah setempat untuk menerima bantuan kaki palsu dari dinas sosial. "Saat itu, saya bilang saya enggak butuh karena bisa buat sendiri," ujarnya.
Jawaban itu membuat kaget petugas dari dinas sosial. Sang petugas merasa heran dengan keahlian Ketut membikin kaki palsu dengan alat sederhana.
Tak mau percaya begitu saja dengan omongan Ketut, sang petugas dari dinas sosial melakukan pengecekan ke orang-orang yang memakai kaki palsu bikinan Ketut dan semuanya benar.
Dinas Sosial Bali lantas mengajak Ketut berkeliling ke berbagai daerah untuk memberikan kaki palsu ke penyandang kaki cacat. Ini pula yang melecutnya membuat usaha kaki palsu sendiri.
Puncaknya adalah saat Ketut menerima penghargaan dari Kementrian Riset dan Teknologi atas jasanya dalam mengembangkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini pula yang lantas membuat seorang investor tertarik membantu Ketut dalam mengembangkan usahanya.
Dari situ pula, Ketut dapat membeli tanah di kampungnya Tabanan, Bali seluas setengah hektare. Ia pun lantas mendirikan Rekaguna Daksa Utama.
Tak hanya membuat kaki palsu, di sana, Ketut juga melatih para penyandang kaki cacat agar bisa hidup mandiri dengan memberikan pengetahuan cara beternak ayam kampung, menanam jamur, hingga mengukir.
Para penyandang cacat kaki bebas memilih kelas-kelas kewirausahaan yang diadakan Ketut sesuai minatnya. Hasilnya pun tampak. Selain banyak yang membuka usaha sendiri, "Ada juga yang bekerja di bengkel, kerja jadi pemotong rambut," ujar Ketut.
Menurut Ketut, hal terpenting yang wajib dibenahi bagi penyandang cacat apapun adalah psikologi mereka. "Mental mereka harus dibangun agar bersemangat dalam menjalani hidup," ujarnya.
Jika mental sudah siap, pembenahan fisik baru dilakukan. Bagi penyandang cacat kaki, Ketut akan memasangkan kaki palsu berbentuk huruf F.
Saat ini, ada sekitar empat orang penyandang kaki cacat mengikuti pelatihan di tempatnya. Minggu sebelumnya, "Ada enam orang yang sudah selesai pelatihan dan pulang," ujarnya.
Pemesan kaki palsu bikinan Ketut pun kini beragam. Kaki palsu untuk menggantikan kaki yang hilang mulai dari lutut ke bawah, ongkos pesannya bisa sampai Rp 4 juta. Adapun kaki palsu sampai paha, ongkos bikinnya bisa sampai Rp 6 juta. Sedangkan untuk pasien yang lumpuh, biaya lebih mahal karena harus terapi.
Ketut menggunakan uang hasil penjualan aki palsu untuk membeli bahan baku, membayar empat orang asistennya serta biaya pelatihan.
Dari pengalamannya membuat kaki palsu selama puluhan tahun, Ketut menyadari bahwa kaki palsu tidak dapat diproduksi secara massal, "Tapi harus one man one foot," ujarnya. Pengerjaannya juga harus dilakukan sepenuh hati demi kenyamanan pemakainya.
Seperti juga memberikan pelatihan orang-orang penyandang cacat kaki yang membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran. "Saya tahu bagaimana rasanya menjadi orang cacat," ujarnya. Ia juga memahami jatuh bangun perasaan para penyandang cacat.
Banyaknya media yang meliput kegiatan Ketut membuat orang menyangka dirinya kaya hingga minta kaki palsu gratis atau malah minta dibayarkan uang sekolah. "Padahal untuk makan saja susah," ujarnya sembari tertawa. Yang membuatnya bahagia adalah ia mampu menumbuhkan semangat penyandang kaki cacat untuk hidup mandiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News