Reporter: Fahriyadi | Editor: Havid Vebri
Kesuksesan bisa diraih dengan tekad dan keyakinan yang kuat. Meskipun modal usaha harus meminjam pada beberapa orang, namun dengan kerja keras semuanya bisa terbayar. Begitulah yang dilakukan Isam Samsudin, pemilik Gallery Sutera Garut, saat awal-awal merintis usaha. Bisnis ini dirintis dengan modal awal Rp 60 juta ini mulai ditekuni Isam pada 1 Februari 2008.
Modal awal tersebut didapat dari hasil meminjam ke teman dan kerabat keluarganya. Uang tersebut, ia gunakan untuk membeli lima alat tenun dan merekrut lima karyawan. Selain itu, ada juga yang dipakai buat membeli bahan, seperti benang. Di masa awal merintis usaha, Isam getol menawarkan kain buatannya ke pasar.
Sempat dilanda dilema ketika harus bersaing head to head dengan sang kakak, namun Isam mengaku tetap menaruh hormat pada kakaknya yang juga menekuni usaha pembuatan kain sutera. "Kami bersaing cukup sehat meski kadang ada konflik namun itu bisa teratasi," tandasnya.
Persaingan sehat itu dibuktikan Isam dengan memilih segmen pasar yang berbeda dengan sang kakak. Ia fokus memproduksi kain sutera dengan grade kualitas lebih tinggi dari yang diproduksi kakaknya. Maka itu, harga kain sutera buatan Isam dijual lebih mahal dari kakaknya. Meski lebih mahal bukan berarti Isam sepi pembeli.
Munculnya para desainer muda dan para pengrajin batik mendatangkan berkah bagi dia. Terbukti, sejak awal memulai usaha, ia telah rutin memasok kebutuhan sutera untuk mereka. Tak heran, bila dalam waktu tiga bulan, ia sudah bisa mengembalikan pinjaman modal usaha. Kemudian delapan bulan setelah usaha Isam berjalan, ia meningkatkan kapasitas produksi dengan menambah alat tenun dan juga merekrut karyawan baru.
Kendati bisnis terus berkembang, Isam tidak lantas terlena. Sebagai pengusaha fesyen, ia menyadari pentingnya inovasi produk dan mengikuti tren perkembangan zaman. Makanya, pada tahun 2011, pria yang hobi berolahraga ini mulai berkreasi dengan kain sutera buatannya itu. Sekitar 25% kain sutera hasil produksinya kala itu diberi motif sendiri.
Motifnya bisa berupa batik, garis-garis, atau kotak-kotak. Sementara sisanya tetap dipasarkan dalam bentuk kain sutera polos. Kain polos ini untuk memenuhi permintaan para pembatik dan desainer. Lantaran diminati pasar, Isam kini mengubah fokus usaha.
Sejak 2012, sebanyak 75% kain suteranya sudah diberi motif sendiri. Dari 75% itu, sekitar 25% dibuat menjadi kemeja pria, sarung, dan selendang dengan motif batik. "Ke depan kami akan membuat desain batik untuk pakaian wanita," tuturnya.
Empat tahun berjalan, Isam mengaku mendapatkan kepuasan batin yang tak diperoleh saat masih bekerja dengan sang kakak dulu. Menurutnya, menikmati tahap demi tahap dalam merintis usaha merupakan proses pembelajaran yang tak bisa ditemukan dimanapun. "Karena jika kita mengelola bisnis sendiri, bukan sekedar keterampilan yang bertambah, naluri dan insting bisnis pun dapat terbentuk," ungkapnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News