kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perjalanan Carline Darjanto dan Ria Sarwono merintis bisnis Cotton Ink


Sabtu, 08 September 2018 / 05:15 WIB
Perjalanan Carline Darjanto dan Ria Sarwono merintis bisnis Cotton Ink


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Nama Barack Obama langsung populer di Indonesia begitu keluar sebagai pemenang dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS), yang digelar November 2008 silam. Maklum, Obama pernah menghabiskan sebagian masa kecilnya di Jakarta.

Ketenaran nama Obama di Indonesia membuka peluang bisnis. Yang melihat peluang itu salah satunya: Carline Darjanto dan Ria Sarwono yang membuat kaos sablon bergambar Presiden AS pertama keturunan Afrika-Amerika itu, dengan usung merek Cotton Ink.

Menurut Ria, modal untuk membuat kaos tersebut sebesar Rp 1 juta merupakan hasil pinjaman dari kedua orangtua mereka, masing-masing Rp 500.000. “Dipakai untuk modal bikin kaos Obama dua lusin,” ungkap Ria yang ketika itu dirinya dan Carline masih kuliah.

Kini, Cotton Ink menjelma jadi salah satu merek lokal yang populer. Dari awalnya hanya dua lusin, sekarang produksi mereka mencapai ribuan potong pakaian dan pieces aksesori.

Sayang, baik Ria maupun Carline menolak buka-bukaan soal omzet mereka. Yang jelas, “Rata-rata pertumbuhan tahunan dalam tiga tahun terakhir 30% lebih,” sebut Carline.

Dan hebatnya, mereka memulai usaha mode dari sebuah keisengan di akhir 2008 silam. Itu tadi, membuat kaos bergambar Obama dengan memanfaatkan kebekenan nama Presiden AS ke-44 ini di Indonesia.

Selain Obama, mereka memproduksi kaos dengan gambar lain. Lantaran masih kuliah sambil bekerja, bisnis kaos itu hanya usaha sampingan buat dua sahabat sejak SMP ini.

Carline kuliah sembari kerja di perusahaan garmen milik pamannya. Sedang Ria kuliah seraya jadi guru les piano.

Meski usaha sampingan, mereka tetap mengibarkan brand untuk bisnisnya yakni Cotton Ink, yang dalam bahasa Inggris berarti katun dan tinta. Kata cotton mereka pakai untuk menggambarkan bahan katun yang nyaman. Adapun ink melukiskan teknik sablon.

Pada 2009, keduanya mengeluarkan produk baru: syal yang mereka sebut convertible scarf. Soalnya, syal buatan mereka bisa digunakan dengan bermacam-macam gaya. Dan ternyata, produk itu mendapat respons luar biasa, menjadi hits.

Lini produk baru

Berangkat dari kesuksesan tersebut, awal 2010, Carline dan Ria memutuskan untuk menyeriusi bisnis ini. Mereka ingin Cotton Ink jadi merek mode bukan cuma aksesori.

Dari hasil survei kecil-kecilan, keduanya merilis pakaian kasual dengan desain tidak terlalu seperti baju kantoran dan pesta. “Dan ternyata, usaha kami bisa masuk dan diterima masyarakat. Dari awal 2010, target pasar kami perempuan, sebelumnya masih unisex,” tutur Carline.

Dengan mengincar kaum Hawa, mereka pun menciptakan produk-produk yang menggambarkan perempuan yang nyaman dan percaya diri dengan dirinya sendiri sekaligus memiliki karakter. Itu juga tergambar dari arti Cotton Ink.

“Makanya, kami selalu membuat pakaian yang santai dan simple, berusaha mendukung keseharian perempuan dengan pakaian yang nyaman dan enak dipakai,” kata Carline.

Hanya sejak awal berbisnis, Carline dan Ria tidak memproduksi sendiri pakaian dan aksesori hasil desain mereka. Dua perempuan yang sama-sama kelahiran 1987 silam ini menyerahkan pengerjaan produk ke pihak ketiga.

Mereka menganggap, usaha mode yang punya pabrik sendiri merupakan tipikal perusahaan lama. Alhasil, Carline dan Ria hanya mendesain produk dan memilih material yang cocok.

“Kami lebih memilih di mana, nih, kekuatan kami dan di situlah yang harus dibesarkan. Kami rasa jika punya pabrik sendiri Cotton Ink tidak akan sebesar sekarang,” ujar Carline.

Mereka menyerahkan proses produksi ke sejumlah usaha kecil dan menengah (UKM). Lokasi mitra tidak hanya di Jakarta, juga di luar Ibu Kota RI. “Ada juga kerjasama dengan perusahaan tapi bukan yang produksinya ribuan potong sehari,” tambah Carline.

Dalam mengelola bisnis, keduanya berbagi tugas. Ria mengatur strategi pemasaran sebagai brand and marketing director. Sementara Carline yang lulusan sekolah desain mengurus bagian produksi sebagai creative director.

Tentu, dalam pekerjaan sehari-hari mereka mendapat bantuan dari karyawan yang saat ini berjumlah 125 orang. Awalnya, Carline dan Ria hanya bekerja tanpa pegawai.

Baru punya karyawan pada 2009 sebanyak dua orang. Itu pun keduanya ialah asisten rumahtangga (ART) orangtua Carline dan Ria.

Dan, Carline mengungkapkan, tidak mudah merekrut dan membentuk tim yang baik. Ia bercerita, pernah punya tim berkinerja kurang bagus.

“Jadi memang, yang paling penting adalah SDM yang bagus, itu membuat perusahaan bisa berkembang. Kasarnya, ada harga ada barang,” imbuhnya.

Apalagi, setiap pekan Cotton Ink meluncurkan produk baru. Saat ini, Cotton Ink memiliki empat lini produk: Pakaian, Aksesori, Cotton Ink Studio, dan Cotton Ink Mini.

Untuk Pakaian, misalnya, pada 2012 mereka merilis produk yang menggabungkan batik tradisional dan tenun ikat ke dalam desain baju-bajunya. Tentu saja, masih dalam ranah casual with a twist khas Cotton Ink.

Lalu, Cotton Ink Studio lahir pada 2014 yang merupakan sebuah perwujudan baru dari nilai estetika minimal dan modern. Koleksi dalam lini produk ini adalah kontradiksi ketegasan dan kelembutan melalui berbagai bentuk juga tekstur.

Gandeng investor

Cotton Ink Mini jadi lini produk paling baru yang rilis pada April 2018. Konsepnya: lebih mengedepankan pakaian anak yang kasual tapi juga enak dipakai dan bukan seperti baju rumah.

“Ini lebih ke baju yang bisa dipakai untuk anak-anak jalan sama ibunya. Jadi produknya ada yang pasangan dengan ibunya,” jelas Carline.

Sejauh ini, target pasarnya masih untuk bayi usia 0–3 bulan. Tapi, mereka bakal meluncurkan koleksi baru lagi sampai usia 5 tahun.

Tahun depan, rencananya bisa sebulan sekali mengeluarkan koleksi gres. “Sambil kami riset, bagaimana keinginan pasar, kami juga masih trial and error karena ini, kan, lini produk baru, untuk anak-anak,” ujar Carline.

Dalam inovasi produk baru, Carline dan Ria juga berkolaborasi dengan ilustrator Dina Maharani dan desainer Mel Ahyar. Kolaborasi yang terjalin sejak 2015 itu menjadi strategi pemasaran baru bagi Cotton Ink yang berstatus perseroan terbatas (PT) pada 2012.

Mereka ingin para pelanggan setia juga memiliki sesuatu yang ekstra seperti edisi spesial, di luar koleksi-koleksi Cotton Ink.

Kemudian, untuk semakin mendekatkan diri kepada pelanggan, Carline dan Ria membuka gerai fisik di daerah Kemang, Jakarta. “Awalnya dapat komentar dari pelanggan melalui akun Instagram kami yang menanyakan, kapan buka toko fisik dan kalau mau lihat produk di mana,” ungkap Ria.

Gerai fisik di Kemang ini sempat menjadi kantor juga buat Carline dan Ria. Sebelumnya, mereka menjalankan roda bisnis di rumah orangtua Ria lalu pindah dengan menyewa sebuah ruko di 2010. Sekarang, kantor mereka ada di kawasan Permata Hijau, Jakarta.

Pembukaan toko di Kemang mendapat respons sangat positif dari pelanggan. Itu sebabnya, mereka membuka lagi gerai fisik di Plaza Senayan, Jakarta.

“Ini semacam langkah besar buat kami karena, kan, tadinya hanya ada di sosial media lalu punya website sendiri serta toko mal,” beber Carline yang namanya masuk daftar 30 Under 30 Asia kategori Retail & E-Commerce Forbes Asia.

Ekspansi pun berlanjut. Tahun berikutnya mereka membuka gerai di Pondok Indah Mall (PIM) dan Kota Kasablanka (Kokas). Tetapi, menutup toko di Kemang lantaran pasar di Jakarta Selatan sudah cukup kuat dengan keberadaan gerai di PIM dan Plaza Senayan.

Ke depan, Carline dan Ria fokus menggarap pasar luar Jakarta. Untuk itu, mereka start dengan membuka pop-up store di Kota Medan, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

Soalnya, pasar di daerah potensinya masih tinggi. “Kami merasa perlu mengembangkan diri di luar Jakarta,” ucap Carline.

Langkah besar lainnya adalah, mengajak investor masuk ke Cotton Ink. Sebenarnya, sejak tiga tahun lalu, sudah ada penawaran yang masuk. Cuma, mereka merasa masih belum siap untuk berkongsi.

Saat ini, Ria bilang, sudah sampai titik Cotton Ink membutuhkan bantuan terutama secara finansial, modal untuk bisa lebih besar dan menjangkau secara luas lagi. “Jadi, setelah 10 tahun, kami ingin menarik investor. Waktu 10 tahun sudah cukup bagi kami untuk membangun brand,” imbuhnya.

Siap terbang lebih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×