Reporter: Melati Amaya Dori | Editor: Tri Adi
Berkat kemasan yang menarik, produk jamu instan hasil produksi industri skala rumahan kian diminati. Seperti dilakukan Karyani dan Sutiyem. Kedua pengusaha jamu ini sukses menggenjot penjualan dengan mempercantik tampilan luar produknya.
Selain kualitas produk, kemasan juga berperan penting untuk kemajuan sebuah usaha. Kemasan yang apik akan ikut menentukan keberhasilan pemasaran sebuah produk.
Tak terkecuali bagi usaha pembuatan jamu instan skala rumahan. Seperti yang dilakukan oleh Karyani, produsen jamu instan di Pasuruan, Jawa Timur. Sejak 2007, ia mengemas produk jamunya dalam botol plastik dengan merek Kesiman.
Ide membuat jamu kemasan botol ini didapatnya dari mengikuti pelatihan pembuatan kemasan yang diselenggarakan oleh pusat pelatihan kewirausahaan Sampoerna. Menurut Karyani, kemasan botol tersebut mampu menarik minat konsumen untuk membeli produk jamunya. Dalam sebulan, ia mampu mendistribusikan ribuan botol jamu instan buatannya ke berbagai wilayah, seperti Jakarta, Makasar, dan Bali.
Jamu yang ia produksi terdiri dari jamu pace temulawak, kunyit asam, kunci sirih, jahe instan, mahkota dewa, lidah buaya, dan jahe merah. Jamu-jamu itu dikemas dalam botol berukuran 250 gram.
"Adapun harga jualnya Rp 15.000-Rp 17.000 per botol," ucap Karyani. Dalam sebulan, omzet yang mengalir ke kantongnya mencapai Rp 20 juta, dengan laba 40%.
Menurut Karyani, sebelum memakai kemasan botol, ia sudah menggunakan kemasan saset di dalam kotak. Namun, kemasan itu belum begitu sukses mendongkrak penjualan. Omzetnya saat itu hanya Rp 500.000 per bulan.
Baru setelah menggunakan kemasan botol ia merasakan peningkatan penjualan. Kemasan yang baru ini juga rajin diikutsertakan di dalam berbagai ajang pameran.
Selain pameran, ia juga getol memasarkan produk jamunya dengan menggandeng distributor. Menurutnya, prospek bisnis jamu instan masih cukup baik ke depannya. Makanya, ia ingin usaha ini bisa dilanjutkan oleh generasi penerusnya.
Pemain lain di bisnis jamu instan adalah Sutiyem, pemilik PJ Sutisehati di Sukoharjo, Jawa Tengah. Sebelum menjadi produsen jamu instan, selama 20 tahun Sutiyem berprofesi sebagai penjual jamu gendong. Pembuatan jamu instan ini mulai ditekuni sejak 2009. Saat ini, omzetnya mencapai Rp 12 juta per bulan. "Labanya 50%," kata Sutiyem.
Ia memasarkan jamunya dalam kemasan saset. Dalam sebulan, Sutiyem memproduksi 200 bal jamu saset. Setiap bal berisi 12 pack, dan setiap pack berisi 10 saset jamu siap seduh.
Tapi, pemasaran jamu sasetnya masih terbatas di daerah Sukoharjo dan Solo. Ke depan, ia juga mengincar wilayah lain, seperti Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Sutiyem mengaku, usahanya terkendala pengemasan yang masih manual tanpa bantuan mesin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News