kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.000,15   6,55   0.66%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jejak karier Fadhil Hasan dari peneliti menjadi Direktur Asian Agri


Sabtu, 29 Desember 2018 / 18:17 WIB
Jejak karier Fadhil Hasan dari peneliti menjadi Direktur Asian Agri
ILUSTRASI. M Fadhil Hasan


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - SELAMA ini, ia dikenal sebagai peneliti sekaligus akademisi yang sukses berkarier di sektor pemerintahan maupun perusahaan swasta. Passion Fadhil pada penelitian di sektor pertanian dan ekonomi mengantarkannya pada sejumlah jabatan strategis, baik di lembaga penelitian, pemerintahan, maupun perusahaan.

Fadhil mengawali kariernya sebagai seorang peneliti. Sejak lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1983, dia langsung ditugaskan sebagai peneliti lapangan oleh kampusnya.

"Setelah lulus, cita-cita saya sebenarnya menjadi dosen. Jadi peneliti lapangan, kala itu saya ada proyek penelitian di Lombok tentang sistem pangan dan gizi dengan pendekatan sosial ekonomi, karena saat itu banyak kasus kurang gizi di sana," kenang Fadhil.

Selama dua tahun, dia menjadi peneliti lapangan di IPB. Namun, keinginannya untuk menjadi dosen kala itu tertunda. Ia harus menerima pil pahit karena tidak mendapatkan posisi dosen yang diinginkan. Tak mau berdiam, Fadhil mendaftarkan diri sebagai peneliti di The Harvard Institute for International Development (HIID) sekitar tahun 1985.

Ketika Fadhil bergabung, lembaga ini mengalami perubahan struktural organisasi di Indonesia. Selama melangsungkan proyek penelitian di Indonesia, HIID banyak menerjunkan konsultan asal Amerika Serikat. Kemudian saat Fadhil bergabung, HIID ternyata sedang membantu membentuk lembaga penelitian baru di Indonesia, bernama Center for Policy and Implementation Studies (CPIS).

"Saya bergabung di sana sekitar akhir tahun 1985 dan ditempatkan langsung di CPIS. Lalu dua tahun kemudian, sekitar tahun 1987, saya disekolahkan oleh lembaga tersebut untuk melanjutkan studi ke jenjang master," ujar Fadhil. Kala itu, HIID memiliki proyek di Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Keuangan.

Pada tahun 1987, Fadhil melanjutkan sekolah magister di Department of Economics, Iowa State University, Amerika Serikat (AS) dan lulus tahun 1989. Setelah kembali ke Indonesia, dia bergabung lagi dengan CPIS dan banyak terlibat dalam penelitian tentang pertanian, pangan, dan kebijakan pertanian.

"Begitu balik ke Indonesia, saya gabung lagi dengan CPIS karena ada semacam ikatan dinas. Saya mendapatkan pengalaman yang cukup banyak soal kebijakan pertanian setelah pulang dari AS," ungkap dia.

Cukup lama Fadhil bergabung di CPIS, sekitar enam tahun lamanya. Pada tahun 1995, ia memutuskan keluar dari lembaga tersebut.

Pada tahun yang sama, Fadhil bersama sejumlah teman sesama peneliti mendirikan Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

"Waktu awal launching, Indef langsung membuat kajian soal industri tepung terigu milik Salim Group. Tak lama setelah saya launching Indef, saya lanjut sekolah lagi, meneruskan Phd di Kentucky University dengan mengambil jurusan ekonomi pertanian," jelas dia.

Melanjutkan sekolah untuk mengambil gelar Phd mulai Agustus 1995, Fadhil berhasil menyelesaikannya tahun 1999. Setelah menuntaskan kuliah, ia tak langsung kembali ke Indonesia.

Selama 1,5 tahun, Fadhil mengambil program post graduate dari kampusnya dan bekerja sebagai peneliti untuk lembaga penelitian AS. Selama kuliah di sana, dia bekerja juga sebagai research assistant. Setelah 1,5 tahun bekerja di sana, dia kembali ke Indonesia sekitar tahun 2001. "Waktu kembali, saya bebas, tidak ada ikatan dengan lembaga tertentu. Beda dengan waktu kuliah master," terang Fadhil.

Karena belum terikat dengan lembaga atau perusahaan tertentu, Fadhil memutuskan bergabung di lembaga penelitian Smeru Research Institute selama enam bulan. Saat masih bergabung dengan Smeru, Fadhil mendapatkan tawaran menjadi staf khusus di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Saya sempat bertemu dengan teman saya, Rokhmin Dahuri yang kebetulan waktu itu menjadi Menteri KKP. Lalu saya ditawari posisi staf khusus di KKP dan bergabung sampai beliau selesai, sekitar tahun 2004," tutur Fadhil.

Di tengah menjabat sebagai staf khusus di KKP, tawaran menjadi Direktur Eksekutif Indef juga datang kepada Fadhil. Ia diminta menggantikan Direktur Eksekutif Indef saat itu karena sedang cuti satu tahun untuk melanjutkan sekolah. Tak banyak berpikir panjang, Fadhil pun menerima tawaran ini.

Banyak jaringan

Setelah menuntaskan tugas sebagai staf khusus di KKP, pria kelahiran Garut ini fokus mengelola Indef sekaligus sebagai ekonom senior sampai tahun 2008. Selama berlabuh di Indef, beberapa tawaran juga menghampiri. Pada tahun 2006, tawaran datang dari The Asia Foundation yang membuat National Legislative Strengthening Program (NLSP) di Indonesia. "Asia Foundation meminta saya menjadi konsultan untuk program tersebut. Waktu itu, saya bekerja membantu DPR untuk Komisi XI dan Badan Anggaran (Banggar). Saya aktif di sana sampai tahun 2009," jelas Fadhil.

Masih di tahun yang sama, yakni 2006, Fadhil kembali mendapatkan kepercayaan dari lembaga pemerintah lainnya. Ia ditunjuk sebagai anggota Komite Kebijakan Publik (KKP) untuk Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sampai tahun 2011.

Pada Juni 2009, Fadhil juga ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan menjabat sampai tahun 2016. Pada tahun yang sama, yakni tahun 2009, Fadhil menjabat sebagai Komisaris Independen sekaligus Komisaris Utama PTPN XI sampai dengan tahun 2017.

Rupanya tidak berhenti sampai di situ, tawaran terus berdatangan. Sejak tahun 2013, Fadhil diangkat menjadi anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) untuk periode 2012-2017. "Tahun lalu, ada pemilihan anggota BSBI lagi dan saya terpilih kembali sampai sekarang. Jadi mulai tahun 2017 sampai 2020 mendatang, saya menjabat sebagai koordinator anggota BSBI," tutur dia.

Jika sebelumnya kebanyakan tawaran untuk Fadhil datang dari lembaga penelitian dan lembaga pemerintahan, kini giliran perusahaan sawit di Tanah Air, Asian Agri melirik Fadhil. Ia pun didapuk menjadi Direktur Corporate Affairs Asian Agri sejak tahun 2017.

"Di Asian Agri sebenarnya saya sudah menjadi konsultan dari 2016. Kemudian menjadi Direktur Corporate Affairs di sana mulai September tahun lalu. Tetap ada kontraknya kalau sama perusahaan. Tapi pihak perusahaan juga sudah tahu sebelumnya kalau saya menjabat di beberapa lembaga," jelas dia.

Sebelum bergabung dengan Asian Agri, Fadhil menjabat sebagai Director of Sustainbility di The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) sejak tahun 2016 sampai 2017. Ia juga aktif sebagai pengurus di Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN) dari tahun 2016.

Aneka tawaran yang datang bukanlah tanpa alasan. Pria berdarah Sunda ini memang dikenal aktif dalam sejumlah organisasi dan memiliki banyak teman serta jaringan. Bagi Fadhil, berbagai tawaran yang datang harus diterima karena di balik setiap tawaran pasti ada hal baru yang menarik untuk dipelajari.

"Saya memang tidak pernah pilih-pilih tawaran pekerjaan. Selama saya bisa membantu dan berkontribusi, pasti saya mau. Yang menarik itu, saya bisa belajar berbagai hal dan berbagai isu dari banyak bidang. Dengan bidang yang berbeda dan isu yang beda juga. Karena setiap lembaga saya percaya punya pembelajaran positif masing-masing," akunya.

Menjalani karir di sejumlah lembaga yang berbeda latar belakang, kepentingan, dan cara kerja tidak membuat Fadhil bingung beradaptasi. Justru di situlah letak tantangan berkarier di lebih dari satu lembaga. Ia mengatakan, dirinya selalu dituntut untuk cepat belajar dan beradaptasi. Mudah beradaptasi juga menjadi salah satu kunci sukses perjalanan karir seorang Fadhil.

"Tantangannya bagaimana bisa cepat belajar dan beradaptasi dari satu lembaga ke lembaga lain. Keberhasilan seseorang ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain membangun networking. Bisa menempatkan diri, di mana posisi kita berada," kata dia.

Menurut Fadhil, jika seseorang ingin beradaptasi dengan cepat dan baik, beberapa cara yang bisa dilakukan adalah banyak berdiskusi dengan rekan kerja, rajin membaca, dan mempraktikkan learning by doing. Sikap Fadhil yang mudah menerima banyak tawaran dari berbagai lembaga maupun perusahaan bukanlah tanpa alasan. Ia memiliki prinsip apabila hidup, manusia itu harus memiliki nilai tambah. Dan manusia harus bisa memaksimalkan nilai tambah itu.

"Filosofi saya adalah bagaimana bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya. Hidup itu berarti kalau kita bisa memberikan nilai tambah. Setiap orang punya nilai tambah, tinggal dimaksimalkan bagaimana memberi manfaat itu sebesar-besarnya. Hal itu mendasari saya mau bekerja di manapun, tak pernah pilih-pilih. Setelah pensiun dari semuanya, mungkin saya masih mau terus meneliti dan bertani saja," kata Fadhil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×