kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jelang puasa, pesanan sarung goyor kian bongsor


Jumat, 22 Juli 2011 / 14:42 WIB
Jelang puasa, pesanan sarung goyor kian bongsor
ILUSTRASI. Rekomendasi teknikal untuk saham AALI, CTRA dan TLKM pada Selasa (13/10)


Reporter: Handoyo, Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Menjelang bulan suci Ramadan, permintaan kain sarung meningkat drastis, tak terkecuali perajin sarung tenun goyor. Para perajin sarung goyor ini menikmati kenaikan pesanan hingga dua kali lipat atau 100%. Dengan demikian, omzet para perajin itu pun juga bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan.

Kehadiran bulan suci Ramadan tak hanya membawa berkah secara spritual. Bulan Ramadan atau bulan puasa juga bisa mendatangkan rezeki yang berlimpah.

Seperti yang dialami oleh produsen kain sarung. Sebelum memasuki bulan Ramadan saja, produsen kain sarung sudah kebanjiran pesanan.Tidak hanya kain sarung pabrikan, tapi juga kain sarung tenunan tangan buatan perajin.

Seperti rezeki yang menimpa Asharus Muarif, perajin sarung tenun goyor atau toldem di Kediri, Jawa Timur. Pesanan sarung goyor tenunan Muarif dengan merek Bintang ini belakangan naik hingga 100%. "Permintaan itu sudah naik empat bulan sebelum Ramadhan," kata Muarif.

Muarif memang mengandalkan tangan dalam membuat sarung goyor. Berbekal Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) itulah, Muarif mengolah benang menjadi sarung-sarung cantik.

Dari 10 unit ATBM yang ia miliki, Muarif mampu memproduksi 5 kodi-10 kodi (1 kodi=20 lembar) sarung dalam sebulan. Namun, menjelang Ramadan, Muarif menaikan produksi menjadi 15 kodi hingga 20 kodi sarung saban bulan.

Kebanyakan pemesan sarung milik Muarif adalah pedagang di berbagai kota di Indonesia. Agar pesanan lancar, Muarif memekerjakan 20 karyawan yang terampil menenun sarung.

Untuk membuat sarung goyor, Muarif menggunakan bahan benang jenis rayon dan juga misris yang diperoleh dari toko-toko benang di Surabaya. Dalam sebulan, Muarif menghabiskan 30-40 bungkus benang. Untuk satu bungkus benang seberat 4 kg hingga 5 kg, bisa menghasilkan 10 sarung berukuran 150 cm x 110 cm.

Bagi Muarif, harga bahan baku benang terbilang mahal. Ia mengaku, satu bungkus benang rayon harganya mencapai Rp 250.000 hingga Rp 400.000. Sedangkan untuk benang jenis misris harganya bisa mencapai Rp 700.000 per bungkus.

Untuk itu, Marif memasang harga sarung lebih mahal ketimbang kain sarung biasa atau buatan pabrik. Setiap potong sarung goyor dibanderol Rp 90.000-Rp 125.000. Harga itu lebih mahal ketimbang sarung biasa seharga Rp 25.000-Rp 50.000 per lembar.

Jika dalam sebulan bisa menjual 20 kodi dengan harga Rp 125.000 per lembar, maka Muarif bisa mengantongi omzet hingga Rp 50 juta per bulan. Selain dipesan pedagang sarung, Muarif mendistribusikan sarungnya ke toko busana muslim.

Kenaikan permintaan kain sarung menjelang Ramadan juga dirasakan Soleh Solehuddin, juga perajin sarung goyor merek Baraya Indah yang tinggal di Gresik, Jawa Timur.

Soleh bilang, omzetnya naik 25% sejak awal bulan ini. Ia memperkirakan, sampai bulan depan, omzetnya bisa naik hingga 60%. "Semakin dekat Lebaran, permintaan kian tinggi," kata Soleh yang menjual sarung seharga Rp 100.000-150.000 per lembar.

Setiap bulan, Sholeh menjual 10 kodi sarung ke sejumlah daerah di Jawa Timur. Dengan harga Rp 150.000 per lembar, Soleh bisa mengantongi omzet hingga Rp 30 juta per bulan. Jika permintaan pasar sarung goyor dalam negeri sedang cerah, beda halnya dengan pasar sarung ekspor yang sedang kelam.

Ahmad Sungkar, pemilik usaha sarung merek Botol Fadil Super di Surabaya, bilang bahwa usahanya mengalami penurunan permintaan hingga 50% sejak awal tahun. "Pesanan dari Timur Tengah turun drastis," kata Ahmad yang menjual sarung senilai Rp 150.000-Rp 300.000 per lembar.

Ia mengaku, dalam waktu yang sama, tahun lalu ia biasanya sudah mengirim pesanan ke Dubai, Jeddah, Somalia, dan Kenya. Namun belakangan, pengiriman pasar ekspor itu mengalami penurunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×