kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Joko, peneliti yang terjun ke dunia usaha (2)


Rabu, 16 Maret 2011 / 14:30 WIB
Joko, peneliti yang terjun ke dunia usaha (2)
ILUSTRASI. Fasilitas migas PT Rukun Raharja Tbk


Reporter: Dharmesta | Editor: Tri Adi

Awalnya, Joko Ahmad Sampurno hanya bercita-cita ingin menjadi seorang peneliti. Makanya begitu lulus kuliah, dia langsung tertarik pada tawaran menjadi peneliti. Namun, karena perusahaan tempatnya bekerja terkena dampak krisis keuangan, Joko pun berhenti bekerja di situ dan menjajal peruntungannya di dunia usaha.

Joko Ahmad Sampurno tak menyangka akan terjun di dunia bisnis. Ia hanya ingin menjadi seorang peneliti. Kegemarannya akan penelitian berawal saat ia mengambil kuliah jurusan kontrol dan sistem teknik elektro di Institut Teknologi Surabaya (ITS). Selama kuliah, ia menghabiskan waktu dua tahun berkutat di laboratorium sistem elektro. Di sinilah, Joko mulai jatuh cinta pada penelitian.

Lelaki 39 tahun ini pun bercerita, saat duduk di bangku kuliah, dia bukanlah mahasiswa dengan nilai yang menonjol. Namun, sebelum lulus ia mendapat tawaran bekerja kontrak dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi. “Jadi, setelah menyelesaikan skripsi tentang artificial intelligence, saya mendapatkan tawaran itu,” ujarnya.

Ini bisa terjadi karena Joko adalah mahasiswa yang mengejar ilmu, bukan nilai. Dia benar-benar menguasai berbagai ilmu yang dipelajari. Beberapa dosen juga mengenal pimpinan perusahaan merekomendasikan Joko bekerja.

Begitu memasuki dunia kerja, Joko langsung didaulat menjadi pemimpin produksi. Dia menangani sistem kendali jarak jauh, Contoh aplikasinya adalah alat untuk mengontrol suatu pabrik dari tempat lain.

Pada tahun 1997, Joko memutuskan mengambil kuliah magister manajemen di bidang marketing di Ora et Labora di Jakarta Utara. “Saya mengambil marketing karena percuma bisa bikin alat tapi tak bisa menjualnya," ujar Joko.

Ia sangat menikmati pekerjaannya sebagai pimpinan produksi, karena ia tetap bisa menjalani kegemarannya melakukan penelitian. Setelah bekerja selama empat tahun, sebelum krisis moneter 1998, perusahaan tempatnya bekerja mengalami penurunan pesanan karena klien terbelit masalah keuangan.

Joko gundah. Lalu, ia pun memutuskan berhenti dari perusahaan tempatnya bekerja. Jelas, keputusan ini mendapatkan tentangan dari orang tuanya. “Sudah jadi pimpro kok berhenti bekerja,” kata Joko menirukan perkataan kedua orang tuanya. Untunglah saat itu Joko belum berkeluarga sehingga ia tak memiliki tanggungan keluarga.

Lantas, tercetuslah idenya berwirausaha. Ia pun memilih bidang usaha yang mengandalkan adanya penelitian dan riset, yaitu bidang elektronika. Joko menuturkan, ia mendirikan perusahaan karena ingin terus melakukan penelitian. Lantaran penelitian itu membutuhkan modal yang besar, maka, ia pun harus menjual suatu produk. Mula-mula, Joko memproduksi peralatan elektronik secara kecil-kecilan di workshop miliknya. Lambat laut, usaha yang dirintisnya ini semakin maju.

Lantas, pada 2001, Joko mendirikan CV Telsis Indonesia. Perusahaan yang berkonsentrasi pada produk elektronika dan peraga pendidikan. Tak disangka, pada tahun 2001 hingga tahun 2003, usaha Joko mengalami pertumbuhan pesat. Karena produknya mempunyai banyak inovasi, pesanan pun terus mengalir.

Tapi pada tahun-tahun berikutnya, tepatnya dari tahun 2004 hingga 2006, pertumbuhan CV Telsis melambat. Saat itulah Joko memutuskan untuk berkonsentrasi hanya memproduksi alat-alat peraga pendidikan. Perubahan strategi ini karena dua alasan, yakni untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia supaya sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Kedua, pasar alat-alat peraga pendidikan ini memang masih terbuka luas.
Selain itu, Joko merasa tak asing dengan dunia pendidikan. Pasalnya, saat masih bekerja, Joko juga mengajar teknik elektro di sebuah universitas.

Diakui oleh Joko, susah bagi perusahaan teknologi di Indonesia bisa berkembang sebesar Microsoft. Apalagi, selama ini, pemerintah belum menganggap sektor teknologi dapat menggerakkan perekonomian. Joko menambahkan, beberapa program pemerintah seperti Aku Cinta Produksi Indonesia mampu meningkatkan penjualan produk Indonesia.

Bagi Joko, untuk meraih kesuksesan dalam berbisnis, ia harus dapat membuat barang yang bisa berguna bagi banyak orang. "Profit itu urusan kedua," ujarnya.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×