Reporter: Dupla Kartini, Noor Muhammad Falih, Marantina, Revi Yohana | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Dulu, mendongeng lebih akrab dengan dunia anak-anak. Namun, belakangan ini, kalangan remaja dan orang dewasa pun kerap tersihir dengan keahlian bercerita para pendongeng. Kelihaian bercerita tak lagi sebatas untuk menghibur, tapi mulai digunakan untuk memotivasi orang, dan promosi produk.
Pendongeng asal Yogyakarta, Bambang Bimo Suryono alias Bimo (39) bilang, dunia dongeng di tanah air terus berkembang dalam 10 tahun terakhir. Kisah yang dibawakan pun tak sebatas fabel anak, tapi juga kisah sejarah, biografi pahlawan, hingga petualangan.
Teknik yang digunakan juga sangat dinamis, mulai dari sekadar kata-kata, suara tiruan, musik, pantomim, hingga bantuan boneka atau puppet.
Teknik dan kisah yang semakin kreatif menjadi strategi pendongeng supaya bisa bersaing dengan banyaknya pemain baru. Maklum, dunia bercerita ini punya potensi ekonomis sangat bagus ke depan.
Apalagi, menurut Bimo, sejak dua tahun lalu, pemerintah mencanangkan pendidikan berkarakter. "Sistem ini erat kaitannya dengan kemampuan bercerita. Jadi para guru akan sangat terbantu jika terampil berkisah," ujar pria yang sudah aktif mendongeng sejak 1992 ini.
Makanya, melalui Komunitas Kota Dongeng Yogyakarta yang didirikannya pada 2009 silam, ia banyak melatih guru PAUD dan TK supaya mampu mendongeng.
Pendengar makin luas
Bimo mengaku, target pendengarnya kini meluas, mulai anak-anak, hingga orang tua. Makanya, ia harus cermat menentukan tema cerita.
Misalnya, anak-anak di bawah 8 tahun lebih suka fabel dan kisah jenaka.Sementara, pendengar usia 16 - 25 tahun, senang cerita romantis dan tokoh sukses. "Kalau, usia 25 tahun ke atas, senang yang filosofis dan kisah berhikmah," ungkap pria lulusan Ilmu Komunikasi dari STAI Yogyakarta ini.
Faktor usia ini juga akan menentukan lama cerita yang ia bawakan. Untuk anak-anak hanya 15 menit, sementara orang dewasa sampai 4 jam.
Meski kini para pendongeng menggunakan beragam teknik berkisah, namun Bimo mengklaim, tetap menonjolkan konsep dasar mendongeng, yaitu keahlian bertutur kata mengandalkan olah vokal.
Selain kelihaian bertutur, ia juga mahir menirukan lebih dari 200 jenis suara, mulai dari suara binatang, alat transportasi, alat musik, dan alam. Dengan cara itu ia menuntun imajinasi di benak pendengar.
Bimo bercerita, ia pernah menyampaikan kisah perjuangan di hadapan para veteran perang. "Hanya dengan menirukan suara tembakan, saya mampu membawa mereka bernostalgia dengan suasana yang dulu mereka alami," tuturnya.
Peraih pengargaan Pemuda Pelopor Nasional bidang pendidikan dari Kementrian Pendidikan Nasional pada 2004 ini bilang, menjadi pendongeng tak perlu sekolah khusus. Ia sendiri belajar otodidak. Namun, memang sejak kecil ia suka bercerita dan menirukan suara-suara seperti dalang.
Pendongeng lain, Awam Prakoso mengamininya. Pria yang sudah menggeluti dunia dongeng sejak 1990-an ini pun belajar mendongeng otodidak. Namun, katanya, pendongeng yang baik harus benar-benar mencintai dunia anak, sehingga tahu cara berkomunikasi yang tepat. Ia belajar penguasaan psikologi anak dengan membiasakan diri bergaul di dunia anak.
"Tapi, karena mendongeng merupakan metode penyampaian pesan dengan cara bertutur, seorang pendongeng harus bisa menguasai suara yang berbeda-beda agar penonton bisa mengikuti jalan cerita," beber Awam.
Pendongeng asal Jakarta, Rico Toselly menambahkan, pendongeng masa kini harus kreatif dan menggunakan strategi supaya bisa bersaing dan cerita yang diabwakan tepat sasaran. Misalnya, mengklasifikasikan usia penonton, sehingga bisa memilih tema cerita dan properti yang tepat.
"Untuk usia 1 hingga 4 tahun, saya pakai properti boneka tangan. Namun untuk usia di atas lima tahun, tidak pakai properti, karena ingin dongeng yang saya bawakan membantu stimulus imajinasi para anak," ungkap Rico. Supaya pendengar tidak bosan, ia menggunakan musik selingan yang diaransemen sendiri. Durasi Rico mendongeng bervariasi, 30 menit hingga 1 jam.
Ketiga pendongeng ini kerap diundang oleh perusahaan besar untuk mendongeng. Bimo misalnya menjadi langganan Pertamina dan PT Medco Power. Bahkan, ia sudah melanglang buana ke Malaysia, Mesir hingga Palestina.
Meski begitu, Bimo tidak mematok tarif khusus. Namun, katanya, ia bisa menerima bayaran berkisar Rp 1 juta hingga Rp 30 juta untuk sekali tampil.
Walaupun tidak memasang tarif khusus, namun Awam rata-rata menerima bayaran sekitar Rp 5 juta setiap tampil. Dalam sebulan, omzetnya mencapai Rp 100 juta. Adapun, bayaran Rico bervariasi mulai dari Rp 700.000 hingga Rp 3 juta per sekali tampil. "Penghasilan saya sekitar Rp 15 juta sebulan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News