Reporter: Revi Yohana | Editor: Tri Adi
Lantaran ngebet untuk melanjutkan kuliah, Karyo Sampurno Mustiko nekad merantau ke Jakarta. Karena tak punya biaya, di Ibu kota, ia merintis usaha soto yang diberi nama Soto Kudus Kauman. Belakangan, usaha sotonya berkembang pesat. Omzetnya mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
Berawal dari keinginan untuk memperbaiki nasib dan bisa meneruskan sekolah hingga ke tingkat perguruan tinggi, Karyo Sampurno Mustiko nekad merantau ke Jakarta. Bersama kakaknya bernama Ludi Priyanto, ia meninggalkan kampung halamannya di Pati, Jawa Tengah.
Saat itu, ia baru saja lulus sekolah menengah atas (SMA) pada tahun 2005. "Ketika itu saya sangat ingin melanjutkan kuliah namun tidak ada biaya," kata Karyo.
Apalagi, kedua orangtuanya saat itu sudah meninggal dunia. Ia pun tertantang untuk mencari biaya kuliah sendiri. Di Jakarta, ia sempat membantu usaha soto milik seorang teman.
Namun, tak lama ia memutuskan membuka usaha soto sendiri. Saat merintis usaha soto ini, ia juga mengajak serta kakaknya. Usaha soto Karyo ini kemudian diberi nama Soto Kudus Kauman.
Pada tahun 2010, mereka kemudian mengajak tiga orang lain untuk bergabung. Mereka adalah Basri, Sikin, dan Ubaidilah.
Setelah berjalan selama tujuh tahun, kini Soto Kudus Kauman menjadi usaha yang cukup besar dan dikenal luas. Pelanggannya mulai dari rakyat biasa hingga pejabat negara. "Pak Boediono (Wakil Presiden) rutin memesan 50 porsi katering ke kami seminggu sekali," ujar Karyo.
Selain dari kalangan pejabat, ia juga kerap menerima pesanan katering dari hotel-hotel bintang lima di Jakarta. Karyo sendiri sempat memperoleh penghargaan sebagai finalis Wirausaha Muda Mandiri tahun 2011 dari Bank Mandiri.
Untuk gerai, saat ini sudah ada 14 gerai Soto Kudus Kauman yang tersebar di kawasan Jabodetabek. Sebanyak sembilan gerai di antaranya milik mitra dan sisanya milik sendiri.
Dari gerai mitra ini, Karyo masih memperoleh dana bagi hasil sekitar 50% dari omzet per bulan. Sementara untuk yang memakai skema waralaba, ada juga royalti fee 5% dari omzet mitra.
Dari situ, total omzet yang masuk ke kantongnya mencapai Rp 150 juta per bulan. "Saya sendiri tak menyangka bisa membesarkan bisnis soto yang awalnya dirintis dari soto kaki lima," ujar anak bungsu dari sembilan bersaudara ini.
Impian awal Karyo untuk meneruskan kuliah pun terwujud. Sejak tahun 2007, ia sudah terdaftar sebagai mahasiswa jurusan pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. "Ini memang sudah menjadi impian saya sejak awal, dan sekarang saya sudah duduk di semester 10," ujar Karyo.
Tidak hanya biaya kuliah, Karyo kini telah bisa membiayai sendiri kebutuhan hidup yang lain dan tidak bergantung lagi kepada kakaknya.
Menurutnya, orang-orang yang ingin membuka usaha tak perlu terlalu menunggu punya banyak kemampuan. "Saya sendiri dulu saat membuka usaha tidak tahu apa-apa tentang soto, apalagi pengalaman berwirausaha" ujar Karyo.
Karyo bilang, setiap orang yang ingin belajar dan terus berusaha pasti bisa terjun ke dunia wirausaha.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News