kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kedai kopi kian semerbak, bisnis petani dan pemasok kopi mewangi


Minggu, 29 Juli 2018 / 13:05 WIB
Kedai kopi kian semerbak, bisnis petani dan pemasok kopi mewangi


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Maraknya bisnis kedai kopi jelas mendorong kebutuhan biji kopi. Permintaan biji kopi pun terus meningkat. Kondisi ini membuat sejumlah petani kopi sebagai ujung tombak pasokan kerap kewalahan dalam melayani permintaan pasar. Tak jarang para petani ini pun menolak sejumlah permintaan apabila pasokan biji kopi menipis.

“Permintaan biji kopi jelas makin banyak sejak setahun belakangan. Saya juga sering sampai nolak pesanan kalau pas stoknya habis. Apalagi musim panen kopi di Pasuruan hanya setahun sekali,” tutur Abdul Karim, Ketua Asosiasi Petani Kopi Indonesia Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur pada KONTAN saat ditemui di Festival Kopi Nusantara 2018, di Bentara Budaya, Jakarta, pekan lalu.  

Abdul mengatakan, dirinya bisa menjual sampai 2 ton biji kopi dalam sebulan. Harga yang dibanderol untuk satu kilogram (kg) biji kopi Pasuruan jenis robusta cukup beragam. Untuk biji kopi hijau (green bean) dibanderol Rp 80.000 per kg. Sedangkan biji kopi yang sudah disangrai (roasted) dan bubuk kopi Pasuruan dibanderol Rp 120.000 per kg.   

“Sebagian besar pelanggan saya datang dari Surabaya dan Malang, ada juga dari Jakarta. Kebanyakan mereka punya kafe atau kedai kopi. Tapi ada juga pelanggan yang jual lagi kopi Pasuruan dengan kemasan dan brand sendiri,” ujar Abdul.

Senada dengan Abdul, pemasok biji kopi asal Wamena dan pemilik Kedai Kopi Cartenz, Papua, Petrus Patabang mengakui, jika permintaan biji kopi terus meningkat. Dalam setahun terakhir, peningkatannya mencapai dua kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Biji kopi wamena yang paling banyak diburu pelanggan adalah biji kopi yang sudah disangrai (roasted).

“Pelanggan macam-macam yang datang, paling banyak dari Jakarta dan Surabaya. Bahkan pelanggan kami yang di Surabaya itu ekspor kopi kami sampai ke Korea. Jadi kopi Wamena kami dikemas ulang dan diberi brand mereka sendiri,” kata Petrus.

Ia menjelaskan, jika kopi wamena hanya memiliki satu jenis, yakni arabika. Meski hanya memiliki jenis arabika, tak menyurutkan minat para pecinta kopi tanah air untuk terus memburu kopi wamena. Dalam sebulan, Petrus mengaku bisa menjual sampai 3 ton kopi, baik dalam bentuk biji maupun bubuk.    

Satu kilogram green bean Kopi Wamena dibanderol Rp 150.000, sedangkan biji kopi roasted dan bubuk kopi dibanderol Rp 300.000 per kg. Petrus mengatakan, dirinya akan memberikan harga khusus jika ada pembelian dalam jumlah besar.

“Sebaiknya konsumen pesan dulu, agar kami bisa hitung pasokan panen dan permintaannya. Jadi jelas agar bisa kebagian,” tutur Petrus. Ia mengungkapkan jika Kedai Kopi Cartenz menghimpun pasokan biji kopi dari dua kelompok petani kopi di sekitar Lembah Baliem, Wamena.                  

Bagian hilir industri sudah terbentuk, saatnya benahi bagian hulu

Permintaan yang tinggi tentu harus selalu diimbangi oleh pasokan. Pasokan terkait produktivitas tanaman, yang menjadi bagian hulu dari industri kopi. Sementara, menurut Andanu Prasetyo, pemilik kedai Kopi Tuku, saat ini industri kopi bagian hilir sudah mulai terbentuk, seiring kian luasnya konsumsi kopi nusantara dan tingginya permintaan biji kopi.  

Nah, peningkatan konsumsi ini menjadi tantangan bagi industri hulu. Yakni, bagaimana caranya menjaga pasokan kopi tetap lancar. "Ini tantangan terbesar industri kopi tanah air di bagian hulu," ujar Tyo, sapaan akrab Andanu Prasetyo.

Pasokan kopi harus terus digenjot agar bisa memenuhi begitu besarnya permintaan pasar secara berkelanjutan.  Tyo pun bilang, tantangan selanjutnya adalah menarik anak muda untuk terjun langsung ke kebun kopi. "Jika sekarang banyak sekali anak muda yang terjun ke bisnis kedai kopi, tantangan selanjutnya adalah menarik minat mereka mau kembali ke kebun," katanya.

Senada dengan Tyo, Staff Khusus Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Lin Che Wei mengungkapkan jika kondisi industri kopi di tanah air saat ini berkembang pesat di bagian hilir, sedangkan  hulu masih belum siap. "Masalahnya sekarang hilirnya meledak tapi hulunya belum siap menerima ledakan permintaan ini. Menurut saya, salah satu caranya adalah sekuensi di bagian hulu harus benar dulu," tuturnya dalam diskusi Sejuta Keunggulan dan Tantangan Kopi Nusantara di Bentara Budaya Jakarta, pekan lalu.

Sekuensi maksudnya, deretan aksi atau instruksi yang dilakukan untuk meningkatkan produksi kopi nusantara harus benar.  Setiap daerah memiliki keunggulan produk kopi, tapi tak semua daerah bisa menghasilkan biji kopi yang enak, produktivitasnya tinggi dan tahan penyakit. "Para petani kopi di masing-masing daerah harus bisa menemukan keunikan di setiap hasil panennya. Dan keunikan itulah yang harus digarap secara serius," ujarnya.

Jangan karena pasar kopi lagi bagus, semua petani genjot produktivitas. "Maunya kopinya enak, produktivitas tinggi. Saya rasa tidak bisa dua keunggulan itu didapat," ujarnya. Ambil contoh, Kopi Mandailing terkenal taste kopinya enak, bukan karena produktivitasnya. Beda lagi dengan kopi daerah lain yang punya produktivitas tinggi, tapi taste-nya biasa saja.

Chi Wei pun berpendapat, Indonesia harus memiliki pemetaan soal keunggulan kopi nusantara di tiap daerah. Ia menyebutnya, clear side of identity. Tiap jenis kopi harus clear apa saja keunggulan dan keunikannya. Barulah setelah itu, pelaku usaha bisa menetapkan bagaimana harus menjual produk kopi ini. "Kalau semua sudah clear, tau uniknya apa, keunggulannya apa, petani bisa punya posisi tawar yang baik soal harga kopi," jelasnya.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×