Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Senyum bahagia mengembang di wajah Ema Suranta saat menerima penghargaan di ajang Mata Lokal Fest 2025, Kamis (8/5), yang mengusung tema Cutting Edge for Local Sustainability.
Perempuan asal Desa Kertamulya, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat ini menerima penghargaan kategori “Local Ace in Organic Waste Transformation” berkat kiprahnya di Bank Sampah Bukit Berlian.
Baca Juga: PNM Dorong Ketahanan Pangan Lewat Urban Farming Lorong Mekaar
Penghargaan bergengsi ini tidak datang begitu saja. Ema harus melalui proses kurasi ketat oleh dewan juri lintas profesi, antara lain Dian Gemiano (CMO KG Media), Rika Anggraini (Yayasan KEHATI), Lembu Wiworo Jati (Future Creative Network), dan Defri Dwipaputra (Dentsu Creative).
“Ini menjadi penyemangat bagi kami untuk terus berinovasi,” ujar Ema dalam keterangannya.
Berawal dari Tragedi Sampah
Kisah perjuangan Ema berakar pada tragedi longsor TPA Leuwigajah, 21 Februari 2005, yang menewaskan 157 orang.
Peristiwa memilukan itu membekas kuat di ingatan Ema. Ketika TPA Sarimukti kembali bermasalah akibat kebakaran pada 2023, Ema pun tergerak mendirikan Bank Sampah Bukit Berlian pada 14 Februari 2019.
Awalnya, bank sampah ini fokus mengumpulkan sampah anorganik seperti botol plastik, ditukar dengan produk rumah tangga.
Namun Ema sadar, upaya ini belum cukup menekan timbunan sampah secara signifikan. Ia pun mulai mengelola sampah organik.
Baca Juga: PNM Resmikan Ruang Pintar Bagi Anak-Anak Nasabah Mekaar di Desa Pusat Laut
Maggot Jadi Solusi
Bermitra dengan Bening Saguling Foundation, Ema belajar budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF).
Dukungan pun datang dari PNM Mekaar, program pembiayaan ultramikro dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Ema mendapat modal awal Rp3 juta untuk membeli 10 boks biopond. Pada Desember 2023, PNM memberikan bantuan kandang maggot senilai Rp35 juta, disusul kandang kedua pada 2024 senilai Rp100 juta.
Kini Bank Sampah Bukit Berlian memiliki 120 anggota aktif dan mampu mengolah 15 ton sampah organik per bulan.
Setiap 24 hari, mereka bisa memanen 2 ton maggot yang diolah menjadi berbagai produk, seperti fresh maggot, dry maggot, hingga tepung untuk pakan ikan dan unggas.
“Dulu peternak ayam jadi pembeli utama. Sekarang kami pakai sendiri untuk ternak lele,” kata Ema. Komunitasnya memang sudah memiliki kolam budidaya ikan lele, berkat dukungan kepala desa setempat.
Baca Juga: Menadah Berkah dari Bisnis Pengolahan Sampah
Jadi Rujukan Solusi Hulu
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), dalam unggahannya di Instagram @dedimulyadi71, menyebut wilayah Bandung dan sekitarnya kini menghadapi darurat sampah, khususnya di TPA Sarimukti.
Ia menekankan pentingnya menyelesaikan persoalan dari hulu, bukan hanya memperluas TPA atau menambah mesin di hilir.
Ema sependapat. “Kalau pasokan sampah terus bertambah, persoalan tak akan selesai. Kami ingin Pak KDM bisa melihat langsung apa yang sudah kami lakukan di Bukit Berlian,” ujar Ema.
Kini, harapan Ema dan para ibu anggota Bukit Berlian sederhana: agar semakin banyak pihak meniru langkah mereka, mengubah sampah jadi berkah, dan komunitas jadi mandiri.
Menarik Dibaca: Promo PHD Cuan Payday 2 Pizza + 1 Spaghetty + 3 Minum Diskon 60%, Terakhir 30 Mei
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News