kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keuntungan meluncur dari permainan papan luncur jari


Rabu, 06 Oktober 2010 / 10:17 WIB
Keuntungan meluncur dari permainan papan luncur jari


Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Berkembangnya permainan fingerboard yang diadopsi dari olahraga skateboard, bisa menghasilkan untung bagi para pembuat alat dan aksesorinya. Produsen, yang mayoritas merupakan para skater alias pemain papan luncur, bisa mengeruk omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan dari penjualan papan luncur mini menggunakan jari ini.

Beberapa tahun lalu, permainan skateboard alias papan luncur begitu populer, terutama di kalangan anak muda perkotaan. Ragam kegiatan dan perlombaan sering diadakan, sehingga komunitas penggemar permainan ini terbentuk dan makin menjamur.

Seiring berjalannya waktu, permainan skateboard, yang sering juga digolongkan sebagai olah raga ini, berkembang hingga memunculkan jenis permainan baru. Salah satu permainan baru yang masih berhubungan dengan dunia seluncuran ini adalah fingerboard.

Fingerboard dioperasikan layaknya bermain skateboard. Jika skateboard dimainkan dengan mengandalkan keahlian kaki di atas papan luncur, fingerboard justru lebih mengutamakan kelincahan jari tangan, baik telunjuk atau jari tengah.

Salah satu produsen fingerboard adalah Pramanda Adistira. Bermarkas di Tangerang, Banten, sejak tahun 2008 lalu dia memproduksi papan jari ini dengan mengusung merek Idiota.

Menurut Rama, fingerboard mengadopsi permainan skateboard namun dengan ukuran papan lebih kecil. Ukuran papan beroda ini hanya sekitar 30 milimeter (mm) x 100 mm. "Meski kecil bukan berarti permainan ini lebih mudah dibandingkan dengan skateboard," imbuhnya.

Tak hanya berbisnis fingerboard, lelaki berusia 26 tahun ini juga membuka usaha pakaian dan peralatan khusus skateboard. Ia melakoni bisnis ini sejak 2002 lantaran menggandrungi permainan skateboard. Saat demam fingerboard mulai mewabah, ia dan beberapa temannya bergegas memproduksinya.

Meredupnya popularitas skateboard membuat banyak komunitas permainan ini beralih ke fingerboard. "Permintaannya telah mencapai seluruh kota besar di Indonesia," ujar Rama. Dengan kisaran harga antara Rp 35.000 hingga Rp 165.000 per set, yang terdiri dari pengait, baut, dan roda, Rama mampu menjual 200 set fingerboard per bulan.

Rama juga menjual papan jari ini secara eceran dengan harga Rp 15.000-Rp 25.000 per unit, sesuai dengan bahannya yaitu fiber atau kayu. Hasil penjualan secara eceran ini cukup lumayan. Saban bulan, Rama mampu menjual hingga 400 unit fingerboard.

Agar permainan lebih menyenangkan, diperlukan aksesori lain berupa lintasan permainan atau rail. Selain melewati rail, pemain fingerboard atau yang biasa disebut sebagai rider, juga harus bermanuver melalui piramid atau lengkungan yang menyerupai menara dan ledge (tiang pembatas).

"Aksesori tersebut merupakan rintangan dalam arena permainan fingerboard," ungkap Rama. Dia menjual beragam aksesori tersebut dengan harga Rp 35.000-
Rp 180.000 per unit.

Rama kerap mensponsori para rider dalam perlombaan, yang biasanya diadakan sebulan sekali. Selain untuk memeriahkan perlombaan, langkah itu adalah upayanya agar produk Idiota dikenal dan diminati. "Apalagi jika rider yang disponsori menjadi juara," imbuh dia.

Peluang bisnis ini juga dimanfaatkan Tri Heidianto yang melakoninya bisnis penjualan alat dan aksesori fingerboard sejak 2007. Bermarkas di Surabaya, dia mengusung merek Tech Deck. Seperti Rama, Tri juga adalah pemain skateboard dan mulai menjajal bisnis penjualan fingerboard lantaran pelaku usahanya masih sedikit.

Dengan harga Rp 150.000 per unit secara eceran dan Rp 250.000 untuk satu set fingerboard komplet dengan perlengkapannya, dia mampu menjual 10-15 unit tiap bulan. Tri juga mensponsori para rider yang ikut dalam perlombaan guna mempopulerkan produknya ini.

Tahun lalu, Tri mengganti nama Tech Deck dengan Fadict. Setelah menghentikan produksinya sementara waktu demi pengembangan produk, dia akan kembali meluncurkan produk baru Fadict dengan bahan kayu jati. "Meluncur dua bulan lagi," ujarnya.

Selama ini fingerboard kebanyakan dibuat dengan bahan dasar plastik atau fiber. Karena itu, Tri ingin mengembangkan dari bahan kayu jati untuk memanfaatkan celah pasar tersebut.

Meskipun persaingan penjualan fingerboard mulai ketat dengan bermunculannya merek lokal di daerah, Tri tidak khawatir. "Setiap ada perlombaan pasti ada merek baru," imbuhnya.

Di sisi lain, Tri melihat, saat ini ada kecenderungan produsen fingerboard hanya menjaring untung tanpa memikirkan kualitas produknya. Bagi lelaki usia 25 tahun ini, para produsen seharusnya mengetahui dan mengerti permainan skateboard. "Agar dapat membentuk dan mengkreasi papan yang berkualitas dari segi bentuk dan ukuran," katanya.

Baik Rama maupun Tri sepakat bahwa potensi bisnis permainan fingerboard akan terus melaju seperti halnya permainan skateboard yang tak pernah mati. Sebagai bukti, saat ini Rama dengan produk Idiota mampu mencetak omzet Rp 16 juta per bulan. Bahkan, jika ada perlombaan, omzetnya bisa meningkat hingga sekitar
Rp 20 juta.

Sementara itu, omzet Tri lebih minim. Produk Tech Deck dan Fadict-nya hanya mampu meraup omzet Rp 7 juta hingga Rp 10 juta per bulan. Ini terutama didukung saat ada perlombaan fingerboard.

Meski belum begitu besar, omzet Tri tersebut lumayan mengingat Tri hanya menjadikan bisnis ini sebagai pekerjaan sampingan. Dia lebih sibuk dengan profesinya sebagai dokter umum di Surabaya. "Jika ditekuni dengan baik dan dikelola penuh perhitungan, omzetnya bisa dua kali lebih besar," ujarnya. Tri percaya permainan ini akan terus berkembang dan digemari karena minimnya risiko cedera.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×