Reporter: Oginawa R Prayogo | Editor: Roy Franedya
Lynda Christa Dewi terjun menjadi pengusaha karena kepekaan dia terhadap keluhan dan masalah yang dihadapi teman-temannya. Pendiri dan pemilik Lamour Skin Care ini mengaku, ia mulai membuat produk perawatan kulit sendiri setelah banyak teman bertanya soal produk serupa yang aman untuk ibu hamil (bumil) dan ibu menyusui (busui).
Berawal dari menjual produk perawatan kulit resep dokter buatan lokal, Lynda dikenal sebagai orang yang paham soal kesehatan dan perawatan kulit. Kebetulan, saat itu, dia juga menjalani bisnis multilevel marketing (MLM) dari sebuah produk suplemen minuman kesehatan untuk mengisi kegiatannya setelah menyandang status ibu rumahtangga penuh.
Berkat kedua bisnis itu, Lynda punya jaringan teman yang cukup bagus. Di antara teman-temannya itu, sering ada pertanyaan seputar produk perawat-an kulit yang aman untuk bumil dan busui. Maklum, produk khusus untuk konsumen ini memang jarang ditemui. “Saya melihat ini sebagai peluang bisnis,” kata perempuan yang pernah bekerja di bagian kehumasan Coca-Cola Company dan Pakuwon Group ini.
Lantas, Lynda menggandeng seorang apoteker untuk mengembangkan produk perawat-an kulit sendiri. Apoteker ini memang sudah lama dia kenal sebagai peracik produk perawatan. Kebetulan pula, Lynda punya dua kakak ipar yang berprofesi sebagai dokter kandungan dan dokter di bidang kecantikan.
Jaringan yang luas juga menghubungkannya dengan produsen bahan mentah vitamin dan kolagen asal Jawa Timur. “Jadi serba pas. Sudah ada yang tahu racikan, tahu bahan mentahnya dan ada orang yang ahlinya,” tutur Lynda.
Dia menyiapkan modal Rp 21 juta. Uang itu dia pakai untuk mengurus legalitas usaha, termasuk mendirikan CV Raja Ratu Wijaya. Selain itu, dia menganggarkan Rp 16 juta untuk keperluan produksi. Untuk pemasaran perdana, Lynda menyiapkan 100 pot produk perawatan wajah.
Tak ingin bergantung pada orang-orang yang sudah membantunya, Lynda juga banyak menggali informasi soal produk perawatan wajah. Sebagai bekal, dia juga rutin mengikuti workshop dan seminar soal kecantikan dan produk kecantikan. Setelah tujuh bulan melakukan berbagai persiapan, pada 9 September 2014, produk pertama Lamour Skin Care meluncur.
Peluncuran perdana ini cukup sukses. Lynda tak mengalami kesulitan untuk memasarkan produknya. Maklum, networking-nya sudah terbentuk baik. Dari bisnis terdahulu, dia sudah menyimpan 2.000 kontak di Blackberry Messenger (BBM).
Alhasil, tanpa disangka, pada hari pertama, 100 pot krim perawatan kulit terjual habis. Bahkan beberapa di antara pembeli menawarkan diri menjadi agen dan reseller Lamour. Semenjak itu, bisnis Lamour terus tumbuh dan berkembang.
Bulan pertama, omzet Lamour gemilang. Lynda sudah membukukan omzet sebesar Rp 100 juta. Karena penjualan semakin besar, Lynda pun hanya menangani penjualan ke agen dan reseller. Dia tidak lagi menangani penjualan langsung ke konsumen. Dua bulan berikutnya, Lynda hanya memegang penjualan ke agen, sedangkan reseller dan konsumen dapat langsung menghubungi agen. “Sampai saat ini, sudah ada 60 agen dengan omzet Rp 3 miliar per bulan,” ujar wanita 29 tahun ini.
Tersentak medsos
Semakin tinggi pohon, kian kencang angin menerpa. Pepatah ini berlaku pula dalam bisnis Lynda. Bisnisnya yang sedang tumbuh kencang mendapat sorotan tak sedap. Pada Juni 2015, Lamour Skin Care mendapat kritikan lewat sosial media karena pemiliknya dianggap tidak punya latar belakang keilmuan medis. Lamour dituding belum memenuhi sertifikasi aman dan halal.
Kampanye negatif tersebut berdampak pada penjualan Lamour. Lynda pun harus menelan pil pahit karena omzet turun drastic menjadi Rp 1 miliar. Padahal, per Mei 2015, dia masih mencetak omzet mendekati Rp 2 miliar.
Tak ingin terbelenggu, Lynda segera menepis anggapan itu. Dia mengklaim, seluruh produk Lamour sudah terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sejak produk meluncur. Dia juga melengkapi dengan sertifikasi Sucofindo. Sertifikasi terakhir menyatakan produknya tak mengandung babi. Semua proses ini dijalani selama berbulan-bulan lantaran produk yang didaftarkan lebih dari 20 jenis.
Tak hanya kampanye hitam saja, ternyata, di saat bersamaan, mulai muncul pesaing dengan produk sejenis. Linda bilang, produk-produk baru tersebut meniru Lamour, mulai dari kemasan, desain dan strategi promosinya.
Kendati begitu, kampanye negatif juga memberi berkah pada Lynda. Produk Lamour makin terkenal. “Dengan serangan itu, semakin banyak orang tahu Lamour. Bahkan yang dulu kontra, sekarang sudah menjadi konsumen kami,” ujarnya. Lynda juga mengklaim, ada sekitar 40 artis yang menggunakan Lamour.
Tidak ingin berhenti di titik ini, lulusan Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Brawijaya, Malang ini juga siap melakukan pengembangan bisnis Lamour. Tahun ini, dia berencana ingin membuat produk perawatan rambut seperti sampo, kondisioner, dan tonik rambut. Lynda juga berniat membuat produk kecantikan, seperti bedak dan lipstik. Selain itu, Lynda ingin membuat brand baru dengan segmen menengah ke bawah. Ia berharap dengan produk ini pasarnya akan semakin luas.
Saat ini, Lynda menjual Lamour dengan sistem paket. Ada tiga jenis paket yang ditawarkan, yakni paket reguler, premium dan bodi. Harga yang ditawarkan per paketnya mulai dari Rp 450.000 hingga Rp 610.000. “Produk baru yang adiknya Lamour ini nantinya mau dijual lewat gerai minimarket dan hipermarket,” ujar Lynda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News