Reporter: Ragil Nugroho, Fahriyadi | Editor: Tri Adi
Kaca bisa menjadi produk kerajinan yang bernilai seni tinggi. Selain unik dan menarik, kerajinan kaca juga terkesan mewah. Oleh karena itulah, kerajinan ini banyak diburu oleh kolektor benda seni termasuk hotel-hotel berbintang. Selain domestik, pasar ekspor juga terbuka.
Produk berbahan baku kaca sangat beraneka ragam. Selain untuk kebutuhan bangunan, kaca juga bisa dijadikan produk kerajinan seperti cenderamata dan suvenir yang menarik dan terkesan mewah.
Salah satu perajin kaca adalah Medi Rahma Lukri, pemilik Inti Art Glass di Semarang, Jawa Tengah. Memulai usaha sejak 2007, Medi menggunakan pecahan kaca bekas untuk membuat berbagai kerajinan unik.
Pecahan kaca bekas yang dikumpulkan dilebur dengan proses pembakaran selama 10 jam bertemperatur 1.200 derajat celsius. "Awalnya saya hanya ingin memanfaatkan kaca-kaca yang tidak terpakai," ujar Medi. Dengan menggunakan produk daur ulang, biaya pembelian bahan baku semakin murah.
Kaca yang meleleh kemudian dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan, seperti vas atau tempat lilin. Setelah terbentuk, proses penyempurnaan dilakukan dengan memberikan motif ukiran menggunakan gerinda.
Dibantu 12 pegawai, Inti Art Glass bisa memproduksi sekitar 500 kerajinan kaca ukir berbagai ukuran. Produk-produk tersebut kemudian dijual dengan harga mulai Rp 10.000 hingga Rp 1 juta per produk. "Yang paling mahal berbentuk patung atau tokoh," katanya.
Tak hanya vas bunga, tempat lilin atau patung, Medi juga membuat ukiran dari berbagai barang dari kaca seperti botol anggur dan stoples kaca. Hanya saya, media kaca untuk ukirannya tidak sembarangan karena harus memiliki unsur unik dan antik.
Dari seluruh hasil produksinya, Medi mengaku bisa mengumpulkan omzet penjualan mencapai Rp 25 juta perbulan. Dari hasil itu, keuntungan bersih yang didapat sebesar 20% omzet atau sekitar Rp 5 juta.
Pesanan produk kerajinan kaca itu sebagian besar dipesan oleh hotel-hotel di Bali, Jakarta dan Surabaya. Selain pasar domestik, ia juga sering mendapat pesanan dari Swiss, Australia dan Jepang.
Menurut Medi, nilai penjualan produknya selalu meningkat pada Juni hingga September mencapai 30%. Kenaikan itu disebabkan banyaknya hari libur sehingga produknya manis laris. Dengan peningkatan tersebut, Medi yakin prospek kerajinan kaca masih akan cerah ke depan. Apalagi para pemain di bidang ini belum begitu banyak. Untuk menggenjot peningkatan penjualan, inovasi produk harus tetap dilakukan.
Ia menambahkan, kerajinan berbahan baku kaca memiliki karakteristik tersendiri dibanding kerajinan dari material lain seperti batu atau kayu. Kaca selain lebih unik juga memiliki sifat elegan dan mewah. "Itulah kenapa kolektor benda seni atau hotel sangat berminat," katanya.
Senada diungkapkan oleh Gus Nanda, perajin kaca sekaligus pemilik PT Aulia Bali Craft di Badung, Bali. Ia mengatakan, kerajinan dari kaca laris diburu oleh kolektor benda seni tak hanya lokal namun mancanegara. Selain sebagai koleksi pribadi, kerajinan kaca juga bisa menjadi suvenir.
Memulai usaha sejak 2006, Nanda yang saat ini berumur 37 tahun mengaku memperoleh keterampilan membuat kerajinan kaca setelah bekerja di galeri seni milik orang asing di Bali. Selain memproduksi kerajinan kaca, Nanda juga membuat kerajinan dari batu.
Berbagai bentuk wadah unik dan menarik seperti gelas dan botol dibuat. Selain itu, dia juga membuat lampu hias kaca. "Selain memproduksi massal, kami juga memproduksi sesuai permintaan," ujarnya.
Agar terlihat unik dan menarik, Nanda dalam proses pembuatan selalu mengedepankan unsur kerajinan tangan atau handmade. Mesin hanya digunakan untuk mempercepat dan mempermudah proses produksi. Ia menyebutkan, 60% proses adalah handmade dan 40% mesin. Mesin biasanya digunakan saat proses finishing dan pemotongan kaca.
Penggunaan mesin dalam proses produksi membuat Aulia Bali Craft mampu memproduksi hingga 100 produk gelas dan botol dengan aneka bentuk, warna, dan motif per hari. Jika konsumen ingin produk yang berbeda atau sesuai keinginan, dibutuhkan waktu sekitar 3 hari hingga seminggu penyelesaian.
Bahkan, untuk pemesanan lebih dari 1.000 dengan desain sesuai dengan permintaan diperlukan waktu lebih lama. "Untuk 1.000 pieces produk custom, kami mengerjakan sekitar 10 hari hingga 2 minggu," jelasnya.
Harga jual tiap produk buatan Nanda berkisar antara Rp 10.000 sampai Rp 50.000 untuk gelas dan botol. Adapun untuk produk hiasan lampu Rp 100.000 per unit. Tiap bulan rata-rata 1.500 sampai 2.000 produk dengan omzet Rp 40 juta didapatkan.
Selain untuk memenuhi permintaan berbagai hotel di Bali, Nanda juga melakukan ekspor ke pasar Eropa dan Amerika Serikat. Namun, memasuki tahun 2011, ia mengatakan, pasar ekspor cenderung sepi dan pasar domestik tak stabil. "Karena kerajinan bukan produk prioritas, sehingga jika ada guncangan ekonomi akan terasa imbasnya," paparnya.
Akibat krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika Serikat, Nanda mengaku mengalami kemerosotan omzet mencapai 20% sampai 30%. Untuk itu, ia berharap kondisi ekonomi dunia kembali membaik guna meningkatkan omzet usaha seperti sebelumnya.
Menurutnya, produk kerajinan adalah perpaduan antara ide, konsep, ketelitian, dan kreativitas. Namun begitu, keberadaan pasar yang mampu menyerap juga sangat penting. "Di awal, kami bingung harus mendistribusikan ke mana. Akan sisa-sia jika produksi tidak ada peminat," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News