kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kipas-kipas peluang gerai sate


Minggu, 26 Agustus 2018 / 10:05 WIB
Kipas-kipas peluang gerai sate


Reporter: Elisabeth Adventa, Puspita Saraswati, Sugeng Adji Soenarso, Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sate termasuk salah satu menu makanan tenar bagi lidah orang Indonesia. Menu makanan ini bahkan  telah mendunia. Tak heran apabila ragam sate bermunculan. Seperti sate ayam, kambing, kelinci, hingga bagian jeroan dan kulit.  

Penyajiannya pun semakin beragam. Tak cuma memakai nasi atau lontong saja, tapi juga memakai nasi kepal ala Jepang yang disebut onigiri.

Tak heran bila banyak orang yang terjun di bisnis kuliner tersebut. Untuk mempercepat ekspansi usaha, sejumlah pengusaha kedai sate menawarkan program kemitraan usaha. Mulai dari menu sate tradisional hingga yang mengadopsi makanan kekinian yang bertujuan untuk tetap menarik minat konsumen.

Namun, bisnis makanan acap mendapatkan tantangan dalam pengembangannya. Terutama dari pemain baru yang menyajikan hal baru di produk dan gerai makanan.

Melihat hal tersebut, KONTAN akan menyajikan review kemitraan usaha gerai makanan sate yang pernah diulas lebih dari satu tahun yang lalu. Berikut ulasannya:

Raja Sate H Subali

Salah satu pelaku usaha kemitraan sate adalah Muhammad Baihaqi, pemilik Raja Sate H Subali asal Batang, Jawa Tengah. Ia merupakan anak dari Haji Subali. Bisnis sate ini dirintis oleh sang ayah sejak 970 di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, kemudian pindah ke Batang. Raja Sate H Subali mulai menawarkan kemitraan pada Maret 2014.

Saat diulas KONTAN Oktober 2016, Raja Sate H Subali sudah memiliki empat gerai. Tiga gerai milik pribadi yang beroperasi, tersebar di Batang, Sibolga dan Pekalongan. Satu gerai lagi milik mitra di Kendal, Jawa Tengah.

Kini, gerainya bertambah menjadi enam gerai. "Tiga gerai milik mitra," kata  Nanang Akhsim, Manajer Marketing Raja Sate H Subali.

Paket investasi yang ditawarkan masih sama dari tahun 2016, yakni Rp 175 juta. Dengan modal tersebut, mitra akan mendapatkan peralatan masak lengkap, desain dan renovasi interior, bahan baku awal, kerjasama brand, pelatihan karyawan, dan perlengkapan usaha lainnya. Paket  kemitraan usaha tersebut di luar biaya sewa tempat dan pengadaan karyawan.

Kemitraan bisnis ini mengenakan biaya royalti sebesar 5% dari omzet per bulan. Selain itu, mitra juga diwajibkan membeli seluruh pasokan bahan baku ke pusat agar kualitas rasa tetap terjaga

Kini, tawaran kemitraan hanya ditujukan secara personal, bagi calon mitra yang benar-benar serius untuk membuka gerai. "Bila telalu komersial, jatuhnya adalah calon lebih banyak tanya dan jarang yang serius," katanya memberi alasan.

Gerai Raja Sate H Subali  rada berbeda dengan gerai sate lainnya. Menu sate yang ditawarkan terbilang lengkap dan unik yakni mencapai 40 menu. Misalnya menu sate ayam, sate kambing, sate kelinci, sate sapi, sate ginjal, sate torpedo, sate hati kambing, dan lainnya.

Harganya berkisar antara Rp 28.000-Rp 55.000 per porsi. Menu termahal adalah harga sate kambing dan sapi.

Untuk situasi bisnis saat ini, Nanang mengakui bila kondisi kemitraan bisnis sate berjalan lebih lambat dibanding kuliner lainnya. Kendalanya, beragam. Mulai dari calon mitra yang terlalu banyak bertanya tapi belum ada eksekusi, hingga faktor harga paket investasi. "Paket investasi kemitraan kami akui cukup mahal dan membuat calon mitra berpikir dua kali," tuturnya.

Faktor lainnya adalah karena si calon mitra yang mengalami kegagalan bisnis. Meski tahap persiapan menjalankan usaha paket kemitraan sate itu sudah mencapai 80%.

Meski demikian, menurut Nanang, bisnis kuliner sate masih punya tempat tersendiri di lidah masyarakat Indonesia. Bahkan, tiga gerai pusat tak pernah kehilangan pelanggannya. Melihat hal tersebut, pihak pusat berencana menambah gerai sate lagi di Jakarta dan sekitarnya. Dan saat ini masih tahap pencarian lokasi. Sedangkan gerai mitra bakal ada satu lagi di buka yang ada di Demak.

Sate Celup

Tak seperti Raja Sate H Subali, usaha racikan Okki Indiyanto itu tampak jalan ditempat. Pasalnya tidak ada penambahan mitra baru sejak setahun belakangan ini. " Saat ini trennya sudah berganti dengan sate yang lainnya, sehingga cukup lama tidak ada mitra baru lagi," katanya kepada KONTAN.

Total mitra yang bergabung sampai sekarang sekitar 20 orang. Jumlah tersebut sama dengan jumlah gerai saat diulas KONTAN tahun 2016.

Namun, dia tetap optimistis bila usaha ini bisa terus berkembang dan menjaring mitra baru. Salah satu strateginya adalah dengan menghadirkan menu kreasi baru seperti sate jamur dan sate gurita.

Terkait dengan kemitraan bisnis, Okki menyebutkan bahwa nilai investasi bisnis kemitraan Sate Celup sudah naik. Ini adalah imbas dari kenaikan harga peralatan masak dan lainnya.

Alhasil, paket kemitraan Sate Celup melonjak, mulai dari Rp 4.95 juta sampai Rp 15 juta. Sebelumnya, investasi kemitraan dipatok mulai dari Rp 3.75 juta sampai Rp 15 juta. Paket investasi tersebut sudah termasuk kebutuhan dan peralatan usaha.

Tidak seperti kebanyakan pemilik merek, Okki mengaku tidak mengalami kendala yang berarti dalam menjalankan usaha. termasuk juga dalam mengawasi keberlanjutan gerai sate milik mitra.  

Adapun usaha kuliner ini sudah beroperasi sejak 2013 dan pada tahun itu juga sudah langsung  menawarkan kerjasama kemitraan.

Murashi Yakitori

Dilihat dari namanya, Murashi Yakitori adalah menu sate ala Jepang yang pernah hits belum lama berselang. Gerai sate ala negeri Matahari Terbit tersebut sudah menawarkan kemitraan bisnis sejak tahun 2016 lalu.

Hingga kini, sate Murashi Yakitori sudah memiliki 16 mitra. Menurut  Okky Indiyanto, pemilik kemitraan sate ala Jepang itu, gerai satu tersebut sudah tersebar di sejumlah  lokasi. "Tersebar di Jabodetabek dan Pulau Jawa,” ujarnya kepada KONTAN.

Okky menjelaskan, harga jual produknya belum berubah sampai saat ini. Ia mematok antara Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Harga tersebut sudah termasuk nasi kepal ala Jepang atau onigiri.

Hanya saja ia melanjutkan ada pengurangan dari jumlah tusuk sate. Untuk harga Rp 15.000 sebelumnya berisikan tujuh tusuk sate, kini menjadi 6 tusuk plus onigiri. Sedangkan untuk paket seharga Rp 20.000 yang sebelumnya berisi  10 tusuk sate kini menjadi delapan tusuk dan sudah berikut dua nasi onigiri.

Adapun untuk paket investasi ada penambahan. Bila sebelumnya ia menawarkan tiga paket investasi, mulai dari
Rp 7,5 juta, Rp 9,5 juta dan Rp 12,5 juta, kini bertambah satu al gi. Yakni paket hemat dengan nilai investasi sebesar Rp 5,5 juta. Perbedaannya di antara ragam paket kemitraan tersebut hanyalah terletak dari bentuk dan tampilan booth saja.

Selama dua tahun menjalankan bisnis bersama mitra, Okky mengklaim belum ada kendala berarti yang dilaporkan para mitra. Begitu pula dirinya yang mengaku tidak menemui kendala berarti dalam usaha tersebut.

Meski begitu, ia tidak berpangku tangan. Agar bisa bersaing, termasuk bersaing dengan bisnis kuliner lain, ia terus gencar memasarkan gerai sate ala Jepang tersebut. Seperti lewat ragam media sosial serta promosi secara offline, salah satunya dengan mengikuti kegiatan bazar.

Ia optimistis bisa menjaring mitra bisnis antara lima sampai 10 mitra lagi sampai akhir tahun ini. "Manusia kan perlu kuliner," tandasnya.        

Harus bisa menciptakan keunikan sendiri

Konsultan usaha Erwin Halim menyebut bila bisnis kemitraan sate memerlukan sentuhan tersendiri untuk menjadikan brand kemitraan ini tetap dilirik konsumen, ditengah makin maraknya usaha kuliner.

Makanya, bila ada pebisnis yang rada mengerem ekspansi tambahan gerai ada benarnya. Ia menyarankan supaya para pemilik gerai sate untuk memperkuat citra dari usaha sate tersebut.

Semisal ada kemitraan yang berani menawarkan kemitraan hingga Rp 175 juta, tapi tetap dilirik mitra. Rupanya, gerai sate tersebut punya keunikan tersendiri  yang tidak dimiliki pemain lainnya. "Kalau ada keunikan yang ditawarkan, brand tersebut bakal semakin kuat," katanya kepada KONTAN, Kamis.

Bagi para calon mitra bisnis, sejatinya dalam memulai bisnis makanan ini tidaklah terlalu sulit. Lantaran penghalang keberlanjutan dari bisnis ini tergolong rendah. Lagi-lagi karena ditopang oleh makanan bakar ini yang sudah terkenal.

Tinggal bagaimana upaya dari para pebisnis membangun merek dari menu makanan sate tersebut. Tentu dengan menghadirkan produk yang berkualitas, ada keunikan dengan yang lainnya, dan memberi pelayanan yang prima kepada konsumen.  "Keunikan itu perlu diperhatikan karena memiliki nilai tambah bagi bisnis," tandasnya.

Bila hal tersebut bisa dijalankan oleh para pebisnis, maka merek atau brand yang diusung dari si pebisnis bakal semakin kuat dan punya basis konsumen. Alhasil, para pebisnis dalam menawarkan kemitraan usaha ke para mitra tidak mengalami kesulitan karena sudah punya pasar.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×