kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kiprah Fajrin Rasyid merintis Bukalapak


Selasa, 13 September 2016 / 15:51 WIB
Kiprah Fajrin Rasyid merintis Bukalapak


Reporter: Fransiska Firlana | Editor: S.S. Kurniawan

Sepekan sebelum Lebaran, kantor Bukalapak di lantai I Plaza City View, Jakarta Selatan masih ramai dengan aktivitas para karyawan. Di selasar, tampak karyawan yang mengenakan kaos bertuliskan Bukalapak asyik dengan laptopnya.

Di ruang yang biasa untuk makan siang pun tampak dua karyawan asyik berdiskusi dengan laptop di hadapan mereka. Sementara di ruang kantor, belasan karyawan dengan baju tak seragam asyik memainkan keyboard laptop mereka masing-masing.

Dan di ruang olahraga, tampak ada yang asyik mengayunkan bet pingpong. Inilah pemandangan suasana kerja di kantor Bukalapak.

Karyawan kebanyakan orang muda, bebas bekerja di sudut ruangan manapun dan bebas berpakaian tanpa seragam. "Yang terpenting mereka bekerja sesuai dengan target key performance indicator (KPI)," ujar Muhamad Fajrin Rasyid, Cofounder and Chief Strategy and Financial Officer (CSFO) Bukalapak.

Pemandangan itu jauh berbeda ketika awal Bukalapak berdiri. Kala itu sekitar tahun 2010 kantor mereka masih di kawasan Haji Nawi, Radio Dalam.

Ukuran kantornya hanya sekitar 4 meter kali 5 meter. Jumlah karyawannya pun sangat terbatas. Hanya lima orang.

Namun kini, setelah hampir enam tahun berjalan, jumlah karyawan bertambah berkali-kali lipat. Setidaknya ada 500 karyawan yang bernaung di bawah bendera Bukalapak.

Kantornya pun sudah luas. Tak hanya menempati satu gedung tetapi tiga gedung.

Ruangan kantornya pun semakin lengkap fasilitasnya dan semakin nyaman suasananya. Seperti kantor Bukalapak yang terletak di Plaza City View.

Nuansa kantor sangat dekoratif. Tak cuma fasilitas ruang kerja, ada juga ruang olahraga khusus.

Sukses yang dialami Bukalapak ini berkat kekompakan sang pendiri yang terdiri dari tiga orang muda lulusan Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung (ITB). Mereka adalah Acmad Zaky, Nugroho Herucahyono, dan Muhamad Fajrin Rasyid.

Fajrin mengenang, ketika mereka sama-sama lulus kuliah, masing-masing sudah memilih pekerjaan masing-masing. Zaky dan Nugroho bersama membuka jasa konsultasi pembuatan website dan aplikasi.

Sementara Fajrin bekerja di sebuah perusahaan konsultan. Lalu, sekitar tahun 2009 Fajrin bergabung dengan Zaky dan Nugroho.

Saat itu, Zaky sedang menggagas membuat marketplace. "Ide itu sendiri muncul karena di Indonesia kala itu, situs semacam itu belum tergarap. Rata-rata hanya iklan baris," kata Fajrin.

Mereka menjadikan situs semacam Alibaba, Amazon, dan Ebay sebagai contoh sukses. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk merealisasikan ide membuat marketplace itu.

Hanya sekitar tiga bulan website mereka jadi. Dalam proses pembuatannya, Fajrin bersama Zaky dan Nugroho menggodok konsep situsnya.

"Kami lihat bagaimana situs semacam itu bisa berjalan di luar negeri. Kalau memang bisa diduplikasi di Indonesia ya kami akan godok. Tapi yang jelas tidak bisa mengadopsi semuanya persis," kata Fajrin.

Misalnya mengenai teknis pembayaran. Situs jual beli di Amerika mayoritas menggunakan kartu kredit untuk transaksi pembayarannya. Sementara di Indonesia, kulturnya masih transfer antar rekening bank.

Dalam pembuatan proses website, setidaknya ada dua persoalan yang cukup pelik menjadi perdebatan antara mereka. Pertama, masalah nama alias brand. Kedua, masalah ketersediaan domain.

"Kami sudah dapat nama bagus, nih. Eh pas dicek ternyata domainnya sudah nggak ada. Sekitar dua hari akhirnya kami dapat tanpa sengaja," kata lelaki berkacamata ini.

Ya, ketika itu ada salah satu teman Fajrin yang bertandang ke kantor dan hanya nyeletuk kata bukalapak. Karena dirasa cocok dan ternyata domain tersedia, nama itu pun sah menjadi bendera situs marketplace milik Fajrin dan tim.

"Dalam pembuatan website paling seru ketika berdebat masalah konten dan tampilan website. Plus logo," katanya.

Fajrin mengatakan, di awal-awal pendirian Bukalapak memang sangat banyak sekali konflik. "Karena kita ngomongin perusahaan yang baru berdiri dengan jumlah karyawan terbatas. Ini, kan, ngomongin survive atau tidaknya. Awal-awal pembagian kerjanya tak jelas," katanya.

Kalau sekarang, perdebatan lebih jarang karena masing-masing punya jobdesk yang jelas. Kalaupun ada perdebatan lebih ke strategi besar dan tidak terjadi day to day.

"Kalau dulu debatnya bisa day to day, hampir apapun diperdebatkan kalau sekarang kan debat sesuai jobdesk," katanya.

Tak ada target

Setelah melalui proses diskusi yang diselingi perdebatan akhirnya awal tahun 2010 situs Bukalapak.com meluncur. Pada tahun itu, manajemen sempat mencari investor.

"Kala itu jumlah investor yang melirik start up kan tidak sebanyak sekarang, alhasil proposal kami selalu ditolak calon investor," kenang Fajrin.

Mau tak mau Bukalapak harus bisa tumbuh organik. Namun parahnya, tim tidak memasang target apapun untuk Bukalapak.com.

"Kami tidak tahu darimana dan bagaimana Bukalapak ini akan menghidupi dirinya," katanya. Sementara waktu itu mereka sudah memiliki lima orang karyawan yang bekerja di bagian programmer, analis, dan administrasi.

Fajrin mengatakan, dalam pendirian usaha ini, setidaknya uang puluhan juta rupiah sudah digelontorkan oleh masing-masing pendirinya. Dan alokasi terbesar terletak pada biaya karyawan.

"Kalau kompetitor kami kan modalnya besar, pasti alokasi modal yang paling besar di marketing. Tapi karena kami tumbuh organik dengan modal terbatas, modal banyak mengucur untuk membayar gaji karyawan," jelas Fajrin.

Nah, demi menghidupi karyawan, mereka tetap menerima proyek-proyek pembuatan website atau aplikasi. Sambil menggarap proyek-proyek klien, tim tetap melakukan promosi Bukalapak.com.

Karena dana mereka terbatas, mereka mempublikasikan Bukalapak hanya masuk ke Kaskus, mencari grup di media sosial seperti Facebook. "Kami lakukan sendiri tanpa ada biaya. Kami posting sendiri. Kami masuk ke banyak komunitas," ujar Fajrin.

Tertolong sepeda

Tahun 2011, secara organik, tim Bukalapak makin gencar mendekati komunitas-komunitas untuk mempromosikan situs mereka. Waktu itu promosinya hanya terbatas di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

"Kami menyadari, bisnis startup yang penting costumer. Komunitas itu pendekatan yang to the point. Kami bisa dekat, bisa tahu kebutuhannya apa. Termasuk fitur-fitur apa yang mereka butuhkan," jelas Fajrin.

Dan langkah yang  mereka ambil kala itu sangat tepat. Salah satu komunitas yang kecantol dengan Bukalapak adalah komunitas pengayuh sepeda.

"Waktu itu yang banyak masuk komunitas sepeda," kenangnya. Bahkan, tak sedikit event bersepeda yang menuai peminat berlimpah.

Kebetulan, sebuah website yang merupakan forum populer bagi para biker kala itu sedang down alias mati. Anggota komunitas sepeda seolah kehilangan tempat ngumpul.

Dan setelah mereka tahu ada Bukalapak, tanpa komando mereka masuk dan menjadikan Bukalapak sebagai tempat mereka kumpul secara online. Karena di Bukalapak mereka bisa saling kirim pesan.

Kebetulan juga, aktivitas komunitas sepeda itu jual beli. Mulai jual beli sepeda baru maupun bekas, dan yang pasti ada transaksi penjualan suku cadang.

"Karena itulah tahun 2011 Bukalapak terkenal dengan sepedanya. Sampai-sampai waktu itu kami bikin moto 'Pasar online sepeda terbesar' waktu itu," kata Fajrin. Kala itu, kalau tanya penggemar sepeda pasti mereka tahu Bukalapak.

Jumlah pengunjung Bukalapak.com pun melesat menjadi ribuan visit per hari di tahun 2011. Jumlah penjual atau pelapaknya pun menjadi ratusan.

Sebagai perusahaan yang tumbuh organik, dan tanpa marketing khusus, pencapaian itu terhitung lumayan cepat.

Akhirnya dilirik

Pencapaian ini ternyata dilirik oleh investor dari Jepang. "Kami malah bingung ketika ada investor mau masuk. Mereka mau investasi apa?" ungkap Fajrin.

Namun setelah melakukan diskusi, mereka akhirnya menerima investasi dari Jepang dengan nilai miliaran rupiah. Hal itu diharapkan bisa menjadi modal pengembangan Bukalapak lebih jauh lagi.

Tahun 2011, Bukalapak menjadi perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas. Bermodalkan dana dari investor, Bukalapak pun merekrut sejumlah karyawan dan melakukan sejumlah kegiatan marketing.

Namun, sekalipun ada dana marketing, Bukalapak tak jor-joran beriklan. "Sampai sekarang pun kalaupun ada dana, kami tidak menaruhnya di marketing. Bagi kami matketing itu harus terukur. Tapi hasil maksimal," jelas Fajrin.

Bukalapak baru beriklan di televisi setahun terakhir. Itu pun dilakukan dengan anggaran yang seminim mungkin.

Ketika kompetitor mereka ramai-ramai beriklan dengan menggaet artis-artis ternama sebagai bintang iklan, Bukalapak punya cara lain. Mereka tak menggunakan artis ternama untuk menghiasi iklan mereka.

Bukalapak justru menggaet sang CEO, Ahmad Zaky sebagai bintang iklan. "Cuma dibayar makan siang karena kami memakai CEO sendiri," kata Fajrin sambil tertawa. Namun demikian, mereka mengandalkan konsep iklan yang memang tepat sasaran.

Fajrin mengungkapkan, pihaknya tak ciut ketika kompetitor lebih rajin menebar iklan di televisi. Baginya, dengan kompetitor rajin beriklan itu justru akan menyadarkan masyarakat untuk belanja online.

"Kan, sekalian itu membantu edukasi. Saat ini yang belanja online di tanah air jumlahnya masih di bawah 10 juta," katanya.

Bukalapak cukup percaya diri karena saat ini pihaknya sudah memiliki satu juta pelapak. Semakin banyak pelapak yang bisa mereka rangkul, harga yang ditawarkan semakin bersaing dan konsumen pun akan merapat dengan sendirinya karena banyak pilihan.

Sejak tahun 2013, Bukalapak melakukan ekspansi. Kategori barang yang ditawarkan tidak hanya sepeda saja.

Sekarang ada banyak kategori plus masih ada sub kategori. Tentu, transaksi pun meningkat.

"Awal berdiri hanya ada 3 sampai 5 transaksi per hari, sekarang sudah ada puluhan ribu transaksi per hari," ujar Fajrin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×