Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Bekerja di bank sebagai tenaga pemasar dan analis kredit jadi modal sangat berharga buat Hidajat Chang mewujudkan mimpi menjadi pengusaha. Bahkan, menjadi bekal untuk sukses sebagai eksportir daun pintu.
Maklum, dengan bekerja sebagai tenaga pemasar dan analis kredit, pria kelahiran Medan, 16 Juli 1969, ini bertemu dengan banyak pelaku usaha. “Saya mendapat ilmu cara berpikir pengusaha,” katanya.
Dengan bendera PT Sumatera Timberindo Industry, Hidajat merintis usaha pembuatan pintu pada 2004 silam. Tahun lalu, dengan jumlah karyawan di atas 1.000 orang, ia bisa mendekap pendapatan mencapai US$ 17 juta atau sekitar Rp 241 miliar. Sedang untuk tahun ini, dia optimistis, penjualan akan tumbuh jadi US$ 20 juta.
Tapi, kalau bukan kebaikan pimpinan cabang Bank Bali di Medan, ceritanya bisa jadi lain. Habis, Hidajat nekad melamar sebagai analis kredit saat masih kuliah di tingkat tiga. Padahal, salah satu syarat utama menjadi analis kredit adalah memiliki gelar sarjana satu (S1).
Sebetulnya, pimpinan Bank Bali di Medan menawari Hidajat posisi tenaga administrasi. Sebab, dia lolos psikotes dan tes matematika.
Namun, ia menolak mentah-mentah. “Saat itu, saya bilang, saya ingin bekerja di bank tujuannya juga untuk belajar membaca laporan keuangan dan bertemu dengan pengusaha. Suatu saat saya ingin dirikan usaha sendiri, jadi pengusaha,” imbuhnya.
Mendengar jawaban itu, sang pimpinan Bank Bali di Medan akhirnya menerima Hidajat sebagai analis kredit. Tetapi dengan catatan, harus mengikuti pelatihan selama satu bulan di Jakarta termasuk belajar membaca laporan keuangan.
Hidajat terpaksa kuliah sambil bekerja. Sang ibu yang cuma jualan kue tidak sanggup membiayai kuliahnya. Sang ayah meninggal dunia, kala Hidajat masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). “Saya ambil kuliah sore, pagi sampai sore kerja,” ujar anak kelima dari enam bersaudara ini.
Sebelum di Bank Bali, dia sempat melakoni sejumlah pekerjaan, mulai tenaga pemasar hingga administrasi. Di Bank Bali, ia bekerja sampai lulus kuliah, persisnya selama tiga tahun sembilan bulan.
Meski modal ilmu sudah lebih dari cukup, Hidajat belum berani membangun usaha sendiri. “Waktu itu, saya belum ada cukup uang dan punya keberanian mental,” ungkap dia.
Pasar ekspor
Namun, selepas lulus kuliah, ia memutuskan untuk berhenti kerja dari Bank Bali. Selain memupuk modal buat merintis bisnis, jebolan Jurusan Manajemen Universitas Darma Agung, Medan, ini ingin menimba ilmu bisnis lebih dalam lagi.
Hidajat bekerja di sebuah perusahaan kayu terintegrasi berorientasi ekspor di Aceh sebagai assistant vice president. Salah satu produk perusahaan ini adalah pintu. Toh, “Apa saja saya kerjakan. Dari situlah saya banyak belajar,” katanya.
Lantaran ada kerusuhan di Aceh, perusahaan tempatnya bekerja tutup. Berbekal pengalaman enam tahun di industri perkayuan, ia pun mantap merintis usaha pembuatan pintu. Selain itu, selama ada orang yang membangun rumah, permintaan pintu selalu ada.
Dia menggandeng teman kerja di perusahaan kayu di Aceh sebagai mitra bisnis untuk mendirikan PT Sumatera Timberindo Industry. “Waktu itu, kami mulai juga dengan modal pinjam ke bank sebesar Rp 500 juta,” ujar Hidajat yang di tahun pertama sudah langsung merekrut 135 karyawan.
Berkat keuletan dan kerja kerasnya, Sumatera Timberindo kini memiliki pabrik seluas enam hektare di daerah Tanjung Morawa, Sumatra Utara. “Sewaktu awal berdiri, pabrik masih di atas lahan sewa yang luasnya tak sampai satu hektare. Sekarang, sudah di atas tanah sendiri,” ucapnya.
Dan sejak awal, fokus Hidajat adalah pasar ekspor. Ia sengaja menyasar pasar ekspor lantaran sangat luas dan tidak terbatas. “Seperti jaring, semakin besar Anda membuat jaring dan semakin lebar Anda membentangkan jaring, maka akan dapat banyak ikan,” jelas dia.
Meski begitu, enggak gampang masuk ke pasar ekspor. Soalnya, saingan dia adalah perusahaan global termasuk dari Vietnam dan China. Karena itu, Hidajat fokus di satu produk saja, yakni daun pintu.
Selain tentu saja, ia tak berhenti melakukan inovasi. Sebab, para pesaing punya produk berkualitas baik dengan harga sangat bersaing. “Ini membuat saya harus terus meningkatkan kualitas. Karena ini juga, prinsip saya adalah yang tetap adalah perubahan,” jelasnya.
Awalnya, pasar ekspor produknya ialah negara-negara Eropa terutama Belanda dan Prancis serta benua Afrika. Tapi, Hidajat merasa, setelah lima tahun berjalan, usahanya tidak mengalami lonjakan penjualan yang signifikan.
Akhirnya, dia mengambil keputusan untuk fokus ke satu negara. Dan, Inggris jadi pilihannya. Hasil analisisnya, negeri Ratu Elizabeth II ini punya potensi yang bagus karena kondisi ekonominya lebih stabil dibanding negara Eropa lain.
Pilihannya ternyata tepat. Setelah lima tahun fokus menggarap pasar Inggris, penjualannya meningkat tajam, lebih dari tiga kali lipat. Dari sebelumnya hanya 70.000 daun pintu per tahun jadi 200.000 lembar.
Tak heran, saat ini, sebanyak 80% penjualannya menuju ke pasar Inggris. Hampir tiap bulan, ada pembeli dari Inggris yang datang ke pabriknya. “Tapi, kami juga masih ekspor ke negara-negara Eropa lainnya dan Afrika, termasuk ke Malaysia, Australia, serta Kepulauan Karibia,” ungkap Hidajat.
Kena tipu
Memang, sekilas usahanya tampak mulus-mulus saja. Cuma sebenarnya, dia pernah kena tipu dua kali. Ini terjadi saat tahun-tahun awal menggulirkan bisnis pintu. Nilai kerugiannya enggak tanggung-tanggung, total mencapai US$ 50.000. Buat pengusaha baru, angka itu jelas besar.
Ini akibat Hidajat tidak selektif. Ia sangat menyadari, sebagai pemain anyar, begitu ada pesanan yang masuk dari luar negeri, dirinya sangat senang bukan kepalang. Alhasil, dia langsung menerima dan memproduksi pintu begitu saja sesuai order, kemudian mengirimnya ke alamat tujuan.
Tapi ternyata, tunggu punya tunggu, si pembeli enggak bayar-bayar. “Shock dan bikin bingung, mau ambil langkah hukum, tapi saya enggak paham hukum internasional. Sudah gitu, kalau dipikir-pikir, nanti malah lebih besar biaya dan waktunya,” imbuhnya.
Sejak kejadian itu, Hidajat benar-benar selektif dalam menerima pesanan yang masuk. Sebelum memutuskan menerima order, ia akan melakukan sejumlah audit terhadap si pembeli.
“Kalau sudah jelas buyer-nya, usahanya establish (berdiri dan mapan), saya berani. Kalau belum, saya suruh bayar DP (uang muka) atau buka L/C (letter of credit),” tegasnya.
Untuk bisa terus bersaing di kancah global, Hidajat juga membekali produk pintunya dengan berbagai sertifikasi. Misalnya, ISO 9001, Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), dan FSC Chain of Custody.
Bukan cuma itu, produknya mengantongi sertifikasi pintu tahan api dari Inggris, yakni Fire Rated Doors (FD30). “Karena Inggris sangat menjaga keamanan warganya yang kebanyakan tinggal di apartemen. Sehingga, pintu di sana harus tahan api,” jelas dia.
Sedang bahan baku, sebagian besar ia impor dari Amerika Serikat (AS), Kanada, Selandia Baru, Thailand. Soalnya, pembeli menginginkan pintu yang terbuat dari kayu oak.
Selain pasar global, Hidajat menangkap peluang dari pasar lokal. Bermula dari permintaan teman-temannya, ia pun memproduksi pintu untuk pasar dalam negeri. Dia menyematkan merek Wira Door untuk menggarap pasar domestik.
Kebanyakan pembelinya, Hidajat menyebutkan, hotel, perusahaan, dan gedung perkantoran. “Kami juga memanfaatkan pemasaran via internet lewat website untuk bisa semakin luas menjangkau pasar di Indonesia,” katanya.
Beda dengan global, menurut dia, persaingan di pasar domestik mempunyai tantangan di bidang transportasi logistik. Sebab, pembeli produknya kebanyakan dari Sumatra.
“Mungkin karena biaya transportasi, pembelinya jadi terkluster. Tapi, kami sudah jual ke Kalimantan, Bali, dan ke depan tentu berharap, agar orang di Indonesia yang mau beli pintu, ingat Wira Door,” imbuh Hidajat.
Untuk ekspor, tahun ini Hidajat berencana memperluas pasar, dengan mencoba menangkap peluang dari AS. Saat ini, ia tengah menyiapkan tambahan kapasitas produksi, termasuk meningkatkan kualitas mesin biar kian efisien. “Kami juga lagi cari mitra dan akan ikut pameran di sana,” katanya.
Semakin ekspansif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News