kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kisah Joe yang jatuh hati pada dunia teh


Minggu, 07 Oktober 2018 / 07:45 WIB
Kisah Joe yang jatuh hati pada dunia teh


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Berawal dari sebuah riset sederhana untuk bahan tulisan soal teh, Hutomo Joe  tertarik mempelajari dunia teh lebih dalam. Ia memang mencintai dan memiliki minat tinggi untuk menggarap komoditas teh unggulan Indonesia.  

Tak tanggung-tanggung, Joe pun belajar teh sampai ke tiga negara, yaitu Taiwan, Jepang, dan China. Setelah selesai sekolah di luar negeri, dia mencoba buat tulisan soal teh untuk sebuah media di luar negeri.

Dari proses itulah dia jatuh cinta pada dunia teh. "Saya makin tertarik dengan teh. Ternyata menarik juga untuk dipelajari," ungkap Joe.

Dunia teh bukanlah sesuatu yang baru bagi Joe. Sejak kecil ia terbiasa dengan teh. Sang ibu, Suwarni Widjaja adalah seorang master tea yang mengabdikan 35 tahun hidupnya untuk mempelajari seputar teh dan tradisinya.

Kecintaan sang ibu pada teh menulari Joe. Dia bahkan  belajar soal teh, sejarah, dan tradisinya sekitar 10 tahun di Taiwan, Jepang, dan China.

Begitu kembali ke Tanah Air, pria kelahiran 18 Mei ini pun mantap menggarap bisnis teh.  Ia mendirikan Koningsplein Tea Co dan 1 Tea House, tahun 2006.

Koningsplein merupakan kedai teh. Setiap tamu yang datang ke kedai tersebut akan disuguhi tradisi minum teh ala Taiwan. "Kalau tamu tidak banyak, saya sendiri yang biasanya jadi pemandu acara minum teh tersebut," ujarnya.

Di dalam kedai Koningsplein Tea Co, pengunjung akan merasakan sensasi tradisi minum teh ala Taiwan. Tentu dengan kualitas teh premium.

Sedangkan 1 Tea House milik Joe bergerak di bisnis ritel teh. Ia menjadi pemasok teh premium di beberapa hotel bintang lima seperti Pullman, Hyatt dan beberapa restoran di Jakarta dan beberapa kota lain.

"Untuk ritelnya sendiri masih belum banyak karena kami melayani produk teh yang benar-benar premium. Sebulan bisa sekitar 100 kilogram teh premium yang keluar. Kisaran harganya sekitar Rp 100.000-Rp 200.000 per 100 gram," jelasnya. Selain menggarap bisnis ritel, bisnis teh milik Joe melayani suvenir dan cenderamata teh premium untuk acara acara pernikahan, ulang tahun dan lainnya.                              

Taklukkan pasar milineal dengan manfaatkan tren

Mengembangkan bisnis teh, apalagi tradisi teh tradisional di tanah air bukan perkara mudah. Hal inilah yang dirasakan oleh Hutomo Joe saat awal merintis Koningsplein Tea Co dan 1 Tea House. Sebab, kedai teh tak populer. Lain halnya dengan kafe atau kedai kopi.

"Orang Indonesia memang sudah terbiasa dengan teh. Hampir di setiap warung makan pasti ada es teh manis atau teh manis hangat. Tapi saya tidak bisa bilang kalau budaya ngeteh itu budaya Indonesia, karena budaya ngeteh hanya populer di sebagian Pulau Jawa, khususnya wilayah Tegal dan sekitarnya," jelas Joe.

Tantangan terberat datang dari pasar anak muda. Tak mudah memperkenalkan kedai teh tradisional ke pasar kaum milenial ini. Minimnya varian dalam tradisi minum teh, dibanding varian minuman kopi, membuat bisnisnya terkesan monoton dan tidak populer.

"Jujur, susah sekali masuk ke pasar anak muda. Kebanyakan anak muda lebih suka sesuatu yang fussion, populer dan gaul. Jarang sekali ada anak muda yang suka sesuatu yang klasik dan tradisional," ungkapnya.

Demi masuk ke pasar anak muda dan mempopulerkan tradisi minum teh, pria yang menyukai sejarah ini melakukan strategi khusus. Ia sadar dengan model bisnis kedai tehnya yang tradisional, Koningsplein Tea Co bakal terus kesulitan menembus pasar anak muda. Bersama dengan beberapa teman sesama pelaku usaha teh dan kopi, Joe bekerjasama membuat beberapa proyek.

Ia menjalin kerjasama juga dengan kedai kopi. "Untuk mengajak anak muda agar tertarik terhadap kedai teh tradisional, harus dari jalur modern. Di proyek tersebut, Koningsplein membuat menu cheese tea dan bubble tea, sambil mempopulerkan soal teh," jelasnya.

Ternyata cara tersebut berhasil, sejak tiga tahun belakangan, Joe mengatakan mulai banyak anak muda singgah ke kedai tehnya yang berada di kawasan Kemayoran. Ia berkesimpulan, jika ingin mengajak anak muda menyukai sebuah tradisi, pelaku usaha harus masuk lewat tren dan hal-hal populer di kalangan anak muda.

"Sekarang sudah lumayan ada anak mudanya, kalau dulu pas pertama kali buka di tahun 2006, pengunjungnya tetap banyak orang tua," katanya sambil tertawa.      

Tradisi menyeduh teh bisa latih fokus dan konsentrasi

Bisnis kedai teh memang tidak terlalu populer di kalangan masyarakat Indonesia. Meski demikian, Hutomo Joe, pemilik Koningsplein Tea Co dan 1 Tea House optimistis jika suatu saat bisnis kedai teh tradisional di Indonesia akan berkembang.

Optimisme Joe bukan tanpa alasan. Peluang bisnis kedai teh di Indonesia diperkirakan akan berkembang karena ia melihat antusiasme anak muda terhadap bisnis ini yang mulai meningkat.

"Sejak tiga tahun lalu, lambat tapi pasti, anak-anak muda mulai berdatangan ke Koningsplein. Mereka mulai tertarik dengan tradisi ngeteh, beberapa ada juga yang mulai mau belajar soal teh dan sejarahnya," ungkap pria berzodiak Taurus ini.

Joe mengungkapkan jika kedai teh Koningsplein miliknya tak hanya menyajikan aneka teh premium atau aneka camilan dan makanan. Lebih dari itu, Koningsplein juga menawarkan pengalaman menyeduh teh seperti tradisi penyajian teh yang ada di Taiwan.

Menurut Joe, tradisi minum teh ala Taiwanlah yang paling cocok diterapkan di Indonesia, dibanding tradisi minum teh dari China dan Jepang. Sebab, dalam penilaian Joe, tradisi minum teh ala Taiwan ini yang paling santai. "Kamu bisa menyeduh teh sambil ngobrol dengan teman-temanmu," ujarnya.

Berbeda dengan tradisi minum teh ala Jepang dan China agak lebih saklek dan kaku. Selain itu, biasanya minum teh di Jepang dan China lebih banyak untuk upacara adat. "Kurang cocok kalau diterapkan di sini, terlalu serius," jelasnya.

Joe mengatakan, kedai teh tradisional di Indonesia yang menyediakan tradisi minum teh kurang populer karena selalu dianggap serius dan kuno. Padahal, ada sisi positif nan filosofis dari tradisi menyeduh teh.

Tradisi menyeduh teh memiliki efek meditasi bagi yang melakukannya. Menyeduh teh juga bisa melatih fokus dan konsentrasi seseorang.

"Menyeduh teh memang kelihatannya sepele. Padahal acara menyeduh teh ini bisa mengasah fokus untuk meditasi. Menyeduh teh butuh konsentrasi, terutama saat memasak air dalam teko dan menyeduh teh. Kalau waktu memasaknya tidak pas dan hasil seduhannya kurang keluar aromanya, berarti yang menyeduh kurang konsen," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×