Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berani mengambil resiko, dan meninggalkan zona nyaman menjadi cerita dari beberapa pengusaha. Seperti Aang Permana, pemilik Sipetek Food.
Saat berusia 24 tahun, ia meninggalkan gaji besar di perusahaan minyak dan gas saat baru dua tahun bekerja. Terkesan antimainstrean, saat anak muda lain tengah merintis karier, Aang memilihpulang kampung pada tahun 2014.
"Saat saya kerja di perusahaan oil & gas itu, enak sekali. Saya cek terumbu karang, diving di Raja Ampat, Kaimana, Laut China Selatan. Tapi saya rasa cukup cuma buat diri sendiri. Kok saya enggak bantu orang ya, padahal selama ini dibantu banyak orang lewat beasiswa,” ujar Aang, dalam keterangannya, Selasa (9/9).
Ia memang "langganan" beasiswa, dari SD-SMP-SMA selalu mendapat beasiswa. Ketika kuliah, ia menapat delapan beasiswa: empat beasiswa karena anak tidak mampu, dan empat beasiswa untuk prestasi
Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) Garap Proyek Tambak Budidaya Ikan Nila Salin Senilai Rp 238,86 M
Ia mengenang perjuangan memulai bisnis kripik ikan di kampung halamannya di Cianjur, Jawa Barat. Ikan petek dipilih Aang menjadi bahan baku utama. Ide ini bermula dari ketidaksengajaan melihat banyak ikan mati di pinggir danau.
Rupanya, itu adalah ikan petek yang biasa dibuang para nelayan pembudidaya ikan nila dan mas karena dianggap merebut pakan ikan budidaya mereka.
“Ikan-ikan ini dianggap sampah oleh para pembudidaya itu. Kata dosen saya, semua yang di hidup di air itu halal dan bisa dimakan, bahkan kapal selam,” ujar lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB)
Para nelayan dengan cuma-cuma memberikan ikan petek itu kepada Aang. Dia belajar mengolah ikan itu menjadi kripik. Pada tahap awal produksi Sipetek, kemasan yang dibuat Aang sangat sederhana yakni plastik dengan logo Sipetek warna hitam putih hasil fotokopi.
“Jangan dipikir setelah bekerja di oil and gas company, saya punya banyak uang. Ada, tapi enggak gede. Jadi pakai yang ada dulu, yang penting kita jalan. Bisnis itu jangan nunggu sempurna dulu. Mulai dulu aja sama apa yang kita punya. Nanti pelan-pelan kita belajar, berkembang,” imbuh Aang.
Baca Juga: KKP Tangkap Satu Kapal Ikan Asing dan Tertibkan 20 Rumpon Ilegal
Aang yang mengaku tak pernah punya pengalaman bisnis ini juga rajin mencari ilmu kepada pengusaha-pengusaha UMKM yang sudah sukses. Meski berusia muda, Aang mengaku tak paham caranya menjual produk Sipetek.
“Dulu jualan saya ya cuma naik motor sama bapak buat dititip ke warung-warung. Saya ke arah Cianjur, Bapak ke arah Bandung,” ungkap dia.
Kisah kerja keras Aang untuk mengembangkan Sipetek akhirnya berbuah manis ketika ia bergabung ke program pembinaan UMKM Sampoerna Entrepreneurship Training Center oleh Sampoerna pada tahun 2014. Ia mendapatkan pembinaan berkelanjutan dan kesempatan berjejaring.
Program SETC, telah melatih lebih dari 97.000 peserta, membina 1.600 UMKM. Lebih dari 200 UMKM berhasil ekspor, dan 80% di antaranya telah terdigitalisasi.
”Saya mendapat banyak networking. Kita belajar keuangan, marketing, dan bertemu dengan pelaku bisnis yang semua ilmunya bisa kita terapin di lapangan. Dan setelah pelatihan, kita bisa mentoring langsung," kata Anang.
Usaha Sipetek Food kian berkibar. Sepuluh tahun berjalan, kini Sipetek Food memiliki omzet ratusan juta per bulannya. Varian produknya kian lebar dengan aneka cemilan seperti kentang mustofa, abon sapi, abon ayam, kulit ayam crispy. Sipetek juga telah menembus pasar internasional seperti Malaysia dan Hong Kong.
Selanjutnya: Peruri Bestari Festival 2025 Ajak Banyak Orang untuk Rawat Bumi dan Masyarakat
Menarik Dibaca: Peruri Bestari Festival 2025 Ajak Banyak Orang untuk Rawat Bumi dan Masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News