kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kisah Sugeng Handoko mendirikan ekowisata desa Nglanggeran (bagian 2)


Sabtu, 28 September 2019 / 10:20 WIB
Kisah Sugeng Handoko mendirikan ekowisata desa Nglanggeran (bagian 2)


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Membangun sebuah wilayah yang sering terkena dampak kekeringan menjadi desa wisata bukan pekerjaan mudah. Inilah yang dialami  Sugeng Handoko, penggagas dan pendiri Ekowisata Desa Nglanggeran, Gunungkidul,  Yogyakarta.  

Perjalannya membuat desa wisata sendiri tidak mudah. Bahkan Sugeng sempat dianggap anak kemarin sore oleh beberapa warga desa yang lebih tua. Apalagi sebelumnya warga sudah terbiasa berjualan kayu dan batu. "Proses yang paling susah mengedukasi masyarakat dan mengubah kebiasaan itu agak susah," ungkapnya kepada KONTAN.

Inilah yang membuat dirinya dalam menjalakan konsep ekowisata di Desa Nglanggeran di tahun pertama merupakan masa terberat bagi Sugeng dan koleganya di  Karang Taruna Bukit Putra Mandiri. Namun dirinya tidak patah arang dalam mengedukasi warga.

Hasilnya baru terlihat satu tahun kemudian. Pada 2008,  beberapa rumah warga sudah bisa digunakan untuk homestay dan sejumlah kegiatan wisata mulai berjalan.
Ia pun menyediakan beberapa paket wisata untuk  para pelancong. Ada paket homestay, paket outboud, serta paket live in dengan banderol mulai Rp 130.000 hingga Rp 750.000 per orang.   Aneka paket tersebut selalu diupdate di situs gunung-apipurba.com. Saat ini, sudah ada 80 homestay dengan kapasitas 250 orang. "Turis bisa berbaur dengan masyarakat," katanya.

Berbagai kegiatan disuguhkan masyarakat Desa Nglanggeran. Beberapa diantaranya seperti outbond, treking Gunung Api Purba, panjat tebing, flying fox hingga paket wisata budaya seperti paket wisata bertani, paket belajar karawitan dan workshop batik topeng.

Yang terbaru, Pria kelahiran 1988 ini juga meluncurkan Griya Cokelat Nglanggeran sejak 2014. Ia bekerjasama dengan para petani kakao di sekitar Yogyakarta. Aneka produk olahan kakao dijajakan dengan harga Rp 13.000 - Rp 60.000.  Jadi setelah selesai berkunjung, pelancong bisa belanja oleh-oleh khas Nglanggerang. "Kalau bakpia sudah biasa," tuturnya.

Seluruh kegiatan ekowisata di Nglanggeran dikelola oleh Karang Taruna Bukit Putra Mandiri. Tak cuma itu, karang taruna ini juga mengikutsertakan masyarakat sekitar. "Omzet kami gunakan untuk pembangunan desa. Tapi tidak menutup kemungkinan bermitra dengan pihak lain," jelasnya.

Segala jerih payah Sugeng dan teman-teman Karang Taruna Bukit Putra Mandiri kini membuahkan hasil. Mulai banyak  masyarakat yang menjadi perajin, pemandu wisata, pedagang dan lainnya. Pendapat warga dan desa pun terangkat.  Secara perlahan, mengubah pola pikir masyarakat bahwa sukses harus merantau.       n

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×