kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kisah Sugeng Handoko mendirikan ekowisata desa Nglanggeran (bagian 3)


Sabtu, 28 September 2019 / 10:35 WIB
Kisah Sugeng Handoko mendirikan ekowisata desa Nglanggeran (bagian 3)


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wajah Desa Nglanggeran, Pathuk, Gunungkidul Yogyakarta mulai berubah. Areal yang dulunya tandus, sedikit demi sedikit mulai menghijau dan bergairah. Perubahan ini tidak terlepas dari gerakan pemberdayaan masyarakat yang digagas oleh Sugeng Handoko.

Gerakan tersebut ternyata bisa mendorong  partisipasi warga lebih aktif. Warga pun  mulai menghidupkan kembali potensi perkebunan dan peternakan mereka. Semisal mengembangkan perkebunan  durian dan kelengkeng. Dan tidak lagi mengandalkan kayu dan batu sebagai sumber pemasukan.

Penanaman pohon secara rutin juga getol digalakkan di desa dengan luas 45 hektare tersebut. "Pada 2012, desa kami dapat hibah sekitar Rp 1,04 miliar dari pemerintah provinsi untuk membuat embung di tiga dusun Nglanggeran," jelas Sugeng.

Embung tersebut akhirnya diresmikan pada 2013. Dinas Pertanian dan Yayasan Obor Tani ikut memberikan penyuluhan soal cara pemanfaatan embung.

Sejak adanya embung, warga Desa Nglanggeran tak lagi takut kekurangan air. Embung seluas 0,34 hektare difungsikan untuk menampung air hujan dan dipakai sebagai cadangan saat kemarau datang.

Bahkan 21 pompa air dikerahkan untuk mengalirkan air ke perkebunan buah dan sawah milik warga. "Sejak ada embung, kami membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Kami buktikan kalau alam dilestarikan bisa mendatangkan manfaat buat desa dan ekonomi," tuturnya.  

Warga tak lagi kekurangan air, roda perekonomian juga terdongkrak. Sebab, warga mendapat tambahan penghasilan dari pengembangan ekowisata Nglanggeran.

Tak sampai di situ, Sugeng juga menggandeng kelompok tani Kumpul Makaryo  dan kelompok ternak Purbaya. Pria yang kerap tampil menggunakan blangkon ini membuat wisata edukasi pengenalan pertanian dengan paket wisata budidaya padi, hidroponik dan budidaya kambing etawa (PE). "Biasanya paket wisata ini berkelompok dan yang paling banyak peminatnya dari pelajar," ujar Sugeng.

Atas kerja kerasnya, Sugeng diganjar beberapa penghargaan, antara lain Pemuda Pelopor Tingkat Nasional 2011 dalam bidang seni budaya dan pariwisata dan The Winner Hilo Green Leader 2015.

Desa Nglanggeran juga menjadi kawasan GeoPark UNESCO dan mendapat sejumlah apresiasi. Salah satunya sebagai Desa Wisata Terbaik se-ASEAN oleh ASEAN Community Based Tourism Award 2017.

Bapak satu anak ini juga kerap menjadi pembicara tentang membangun desa wisata di sejumlah wilayah di Indonesia. Bahkan tak jarang beberapa pejabat desa berkonsultasi dengan Sugeng untuk mengembangkan desanya agar lebih berdaya dan produktif. "Kuncinya kolaborasi dan tidak jalan sendiri. Kalau mau satu desa maju, satu desa harus bergerak," sarannya.  

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×