Reporter: Yuthi Fatimah | Editor: Rizki Caturini
Tahun baru China alias Imlek yang baru saja lewat menjadi salah satu momen yang ditunggu para perajin layangan di Desa Lodtunduh, Ubud, Bali. Sebab, pada momen tersebut biasanya penjualan layangan mengalami peningkatan. Karena, banyak turis Tionghoa berlibur ke Bali dan membeli layangan naga merah untuk merayakan tahun baru
Namun I Ketut Yut Dinastra, perajin layangan di tempat ini mengatakan, tahun ini relatif lebih sepi pembeli menjelang Imlek. "Masih banyak yang berlibur ke Bali tapi tahun ini mereka lebih banyak hanya jalan-jalan saja," kata Ketut.
Meski begitu, para perajin layangan di sana mengaku tidak terlalu terpengaruh lantaran mereka sudah memiliki pelanggan tetap masing-masing. Para pelanggan umumnya berasal dari luar negeri. Mereka membeli layang-layang dalam jumlah banyak untuk kemudian di jual kembali.
Meski begitu, sekitar 10 pedagang layangan di Lodtunduh ini tetap saling bersaing untuk menggaet para pembeli eceran maupun pelanggan baru. Berbagai cara mereka lakukan demi menarik perhatian para pelancong yang datang dari berbagai daerah di dalam negeri sampai luar negeri.
Misalnya, Putu Suartika. Usaha layang-layang yang dia namakan Gowinda ini menawarkan bermacam-macam jenis layangan yang tidak dapat ditemukan di tempat lain, seperti layang-layang berbentuk gajah dan dinosaurus.
Putu sering membuat inovasi baru dengan membuat sampel terlebih dahulu sebanyak satu atau dua buah layangan untuk dipajang di toko. "Saya juga buat dalam bentuk masih gambar. Jadi pembeli bisa memilih dari banyak pilihan yang saya tawarkan. Kadang ada juga yang pesan layangan dengan membawa gamba sendiri," kata Putu.
Berbeda halnya dengan Made Mawa. Pria yang sudah menjual layang-layang selama lebih dari empat tahun ini sengaja memberikan garansi pada produk jualannya. Garansi berlaku jika layang-layang tidak dapat diterbangkan. "Bisa dikembalikan nanti akan kami ganti dengan yang baru," ujar Made.
Namun, sejauh ini, lanjut Made, belum ada pembeli yang mengembalikan layangan yang telah dibeli sebab dia selalu menjaga kualitas layangan buatannya. Selain itu, agar penjualannya terus meningkat, Made juga bekerjasama dengan para pemandu wisata atau agen wisata di sekitar Bali untuk merekomendasikan kios Made sebagai salah satu destinasi kunjungan.
Namun, krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Eropa maupun Amerika dalam beberapa tahun terakhir, membuat pelancong dari luar negeri sedikit berkurang. Ini membuat penjualan layangan di sentra ini pun menurun dalam lima tahun terakhir. "Pelanggan saya kebanyakan dari Prancis dan Spanyol. Sekarang Eropa lagi krisis ekonomi, jadi saya hanya mengandalkan turis Australia yang masih banyak berlibur ke Bali," ujar Made.
Pada musim ramai sebelum krisis ekonomi global berlangsung beberapa tahun belakangan ini, biasanya Made bisa menjual sekitar 28 unit sampai dengan 35 unit layangan per hari. Sementara, saat ini, rata-rata penjualan hanya sekitar lima unit layangan per hari. n
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News