Reporter: Fahriyadi, Hafid Fuad | Editor: Tri Adi
Potensi bisnis nan besar datang dari tempurung kelapa. Tempurung yang dianggap tak berguna menjadi bernilai setelah dibuat kancing. Perajin kancing dari tempurung ini juga masih sedikit, tapi permintaan kancing alami ini terus meningkat, termasuk permintaan dari pasar ekspor.
Limbah tempurung atau batok kelapa nyatanya tidak hanya bermanfaat sebagai bahan arang. Beberapa tahun belakangan, tempurung kelapa juga bisa disulap menjadi sebuah kerajinan yang jauh lebih ekonomis, yakni kancing baju.
Uang Redy, pemilik Redy Handicraft di Tasikmalaya, Jawa Barat, berhasil membangun usaha pembuatan kancing dari tempurung kelapa ini sejak 2007 lalu. Menurut Uang, prospek usaha pembuatan kancing cukup menjanjikan. Selain pemainnya masih sedikit, bahan baku pun melimpah.
Setiap bulan, Uang mengolah enam ton tempurung kelapa untuk bahan baku kancing. Mantan perajin pandan ini membeli bahan baku itu seharga Rp 3 juta. "Harga batok kelapa cenderung stabil, nyaris tak ada kenaikan setiap tahunnya," ujarnya.
Dari bongkahan tempurung kelapa ini, Uang beserta lima orang pekerjanya hanya mengandalkan keterampilan tangan untuk membuat kancing. Alat yang digunakan hanya alat pemotong untuk membentuk kancing, bor untuk proses pelubangan, dan ampelas untuk menghaluskan kancing.
Dalam sebulan Uang bisa membuat hingga 600.000 kancing dengan beragam ukuran, mulai dari kancing berdiameter 2 cm hingga 4,5 cm. "Kancing 2 cm biasa untuk baju, sedangkan kain 4,5 cm untuk kerajinan tas atau sandal," ucapnya. Harga jual kancing ini berkisar Rp 6.000-Rp 8.000 per 100 buah.
Uang pun memasarkan kancingnya hingga ke Tasikmalaya, Bandung, Pekalongan, Cirebon, dan Jakarta. Dari usaha ini, lelaki 50 tahun ini pun bisa mengeruk omzet hingga Rp 40 juta per bulan.
Sayang, karena tenaga kerja masih terbatas, Uang pun belum sanggup menggarap pasar ekspor. "Permintaan pasar ekspor mencapai satu juta kancing per bulan," ungkap Uang yang ingin memiliki pabrik kancing.
Maklum, tak hanya sebagai diminati industri fesyen, kini banyak pula yang memakai kancing tempurung kelapa sebagai hiasan dinding. "Kami pernah menerima order kancing berdiameter 8 cm untuk hiasan dinding. Namun, karena keterbatasan tenaga kerja terpaksa kami tolak," tandasnya.
Uang berharap bahwa dari usaha kancing ini, ia bisa mengangkat Desa Nuwasangi sebagai daerah penghasil kancing tempurung kelapa. Alhasil, usaha ini akan meningkatkan perekonomian desa di Kecamatan Cisayong ini.
Selain Tasikmalaya, kerajinan kancing batok kelapa juga ditekuni Haryanti di Bantul, Yogyakarta. Berbeda dengan Uang, Haryanti terjun di usaha ini secara tak sengaja.
Kebetulan, sang suami adalah perakit berbagai macam mesin, termasuk mesin pembuatan kancing tempurung kelapa. Pemilik CV Ceria Usaha Mandiri ini pun lantas memulai usaha pembuatan kancing sejak 2002.
Awalnya, mantan pengusaha makanan ringan ini, hanya menggunakan dua kantong tempurung kelapa yang dibelinya seharga Rp 10.000. Saat itu, ia memproduksi kancing dua ukuran, yakni 1,3 cm dan 1,5 cm.
Haryanti kemudian menjual kancing-kancing itu ke toko alat-alat jahit di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Tak disangka, pesanan kancing dari toko itu terus mengalir.
Setelah terlihat penjualan yang besar, Haryanti juga mulai menawarkan produknya ke berbagai perusahaan konveksi batik di Yogyakarta. Bak gayung bersambut, banyak perajin batik yang tertarik untuk membeli kancing tempurung kelapa tersebut. Maklum, dengan menggunakan kancing jenis ini, pakaian batik pun lebih terkesan etnik.
Kini, Haryanti membuat kancing dalam berbagai ukuran, mulai ukuran terkecil 1,3 cm yang dijual dengan harga berkisar Rp 10 hingga Rp 50 per buah, hingga kancing terbesar yang dicetaknya dengan diameter 8 cm. Kancing besar ini dijual seharga Rp 2.000 per buah.
Kini, ia telah memiliki pelanggan tetap di Jakarta, Bali, dan Maluku. Pelanggan ini diperolehnya saat mengikuti pameran. Tak hanya pelanggan lokal, Hariyanti juga telah mengekspor kancing ke Malaysia dan Jamaika.
Dalam pengembangan usahanya, Hariyanti juga merangkai kancing tempurung kelapa ini menjadi tas, sarung bantal, gantungan kunci, dan bingkai cermin. Bahkan, ia menjual tempurung kelapa orisinal untuk digunakan konsumen sebagai bahan hiasan rumah.
Tak heran, kini, bahan baku yang dibutuhkannya makin besar. Dalam sebulan, ia butuh satu truk tempurung kelapa senilai Rp 4 juta sebagai bahan baku. Haryanti membeli tempurung itu di sekitar Yogyakarta saja. Dengan modal tersebut, Hariyanti bisa mendulang omzet hingga Rp 20 juta.
Di tahun-tahun mendatang, pengusaha binaan PLN ini terobsesi untuk membuat kancing yang lebih halus dan unik. Sekarang, ia sedang mengembangkan kancing dengan pola tangan. "Untuk kancing yang mempunyai pola rumit seperti ini, saya menjualnya dengan Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per buah," terang perempuan berusia 40 tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News