kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.405.000   -9.000   -0,64%
  • USD/IDR 15.370
  • IDX 7.722   40,80   0,53%
  • KOMPAS100 1.176   5,28   0,45%
  • LQ45 950   6,41   0,68%
  • ISSI 225   0,01   0,00%
  • IDX30 481   2,75   0,57%
  • IDXHIDIV20 584   2,72   0,47%
  • IDX80 133   0,62   0,47%
  • IDXV30 138   -1,18   -0,84%
  • IDXQ30 161   0,48   0,30%

Kurangi dampak enceng gondok, sekaligus gerakkan warga


Sabtu, 05 Januari 2019 / 07:15 WIB
Kurangi dampak enceng gondok, sekaligus gerakkan warga


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Keindahan Rawa Pening di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah seolah tak lagi nampak, tertutup enceng gondok yang memenuhi permukaan airnya. Meski punya bunga yang cantik berwarna ungu, tanaman ini memberikan efek negatif bagi lingkungan.

Danau rawan terjadi pendangkalan akibat penumpukan eceng gondok yang mati dan tenggelam didasar air. Selain itu, enceng gondok juga merangsang peningkatan habitat bagi vektor penyakit pada manusia.

Melimpahnya enceng gondok di Rawa Pening ini mendorong Uswatun Chasanah untuk memanfaatkannya sebagai bahan baku produk kerajinan. Sejak 2014, Uswatun mendirikan Iboni, usaha kerajinan berbahan enceng gondok.

Berbekal pelatihan anyaman, dia mengajak ibu-ibu Desa Rawa Boni, Kecamatan Banyu Biru, Ambarawa untuk membuat aneka produk kerajinan. Kotak tisu, kotak pensil, sarung bantal, anyaman lembaran setengah jadi menjadi contoh produk kerajinan Iboni. Konsumen produknya mulai dari sekitar Ambarawa, Jakarta hingga Jambi.

Dalam sebulan, rata-rata Uswatun membutuhkan sekitar 50 kg enceng gondok kering. Dia mengambilnya dari petani dan seluruhnya digunakan untuk memenuhi permintaan.

Sekedar info, perempuan berhijab ini lebih banyak membuat produk custom pesanan pelanggan. Alasannya, keterbatasan modal membuatnya tidak berani untuk membuat produk siap jual dalam jumlah besar.

Untuk harganya dipatok bervariasi. Ambil contoh kotak tisu, Uswatun membanderolnya Rp 50.000 per unit. Sayangnya, dia enggan menyebutkan total omzet yang dikantonginya per bulan.

Kendala bisnis yang dialaminya kini adalah masa produksi yang lama. Ini disebabkan pekerjaan menganyam hanya menjadi pekerjaan sampingan para ibu rumah tangga. Sebab, mereka tetap harusĀ  mengurus keluarga.

Untuk mengerjakan satu pesanan konsumen, ibu dua anak ini mematok waktu sekitar satu minggu. Bila sedang banyak pesanan, dia membaginya kepada kelompok lain agar proses pengerjaannya lebih cepat.

Kedepan dia berharap bisa membuka pasar lebih luas sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi dan pendapatan kelompok perajinnya. Maklum saja, sampai sekarang dia hanya mengandalkan pesanan melalui media sosial seperti Facebook dan lainnya.

Uswatun juga terus meningkatkan ketrampilannya dengan mempelajari teknik menganyam secara otodidak atau lewat pelatihan supaya produk yang dihasilkan lebih bervariasi.

"Kami saling berbagi ilmu menganyam, tidak hanya antar kelompok disini tapi juga dari daerah lainnya," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×