kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Laba dari gerai minuman cokelat masih legit


Sabtu, 11 Mei 2019 / 09:45 WIB
Laba dari gerai minuman cokelat masih legit


Reporter: Elisabeth Adventa, Ratih Waseso, Venny Suryanto | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minuman cokelat masih punya potensi pasar di Tanah Air. Apalagi, sejak 2013, minuman cokelat sudah jadi alternatif usaha di bisnis minuman. Sebelumnya, minuman berbasis kopi hingga teh yang kerap mengisi bisnis minuman dalam negeri.

Rupanya, minuman bercita rasa legit ini membawa daya pikat tersendiri. Ini yang membuat sejumlah pelaku usaha terjun menekuni bisnis minuman cokelat. Tak heran, selama periode 2013 sampai 2015, banyak bermunculan gerai minuman berbasis cokelat di banyak tempat. Mulai di sekitar kompleks perumahan hingga pusat belanja.

Namun, seiring waktu berjalan, tren bisnis minuman bergeser. Mulai banyak varian minuman baru yang mampu merebut pasar domestik. Ada thai tea, lalu es kopi hingga cheese tea. Ini yang membikin persaingan bisnis gerai minuman makin ketat.

Nah, untuk mengetahui seperti apa kondisi kemitraan gerai minuman cokelat, berikut ulasan review waralaba dari beberapa pemain:

- J'aime Chocholate

Bisnis kemitraan cokelat besutan Marcelia Indah asal Jakarta ini berdiri sejak 2016 dan mulai menawarkan kerjasama pada 2018. KONTAN pernah mengulas kemitraannya pada November 2018. Saat itu, bisnis minuman cokelat ini baru memiliki satu gerai di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kini, J'aime Chocolate sudah mempunyai lima gerai di Jakarta, Tangerang, Bogor. Tiga gerai milik mitra dan dua gerai punya pusat.

Awalnya, Marcelia hanya mendirikan gerai di sejumlah event atau bazar. Melihat respons yang positif, ia lalu mendirikan gerai tetap pertama di Mal Artha Gading, Jakarta Utara, pada 2016. Kemudian, dia menawarkan tiga paket kemitraan, masing-masing Rp 7 juta, Rp 22,5 juta, dan Rp 60 juta. "Ada dua gerai pusat di Mal Artha Gading dan Gading Festival Sedayu City at Kelapa Gading," terangnya.

Selama menekuni bisnis ini, Marcelia mengakui, persaingan bisnis minuman kian ketat. Guna mengatasi kendala ini, ia pun fokus di minuman cokelat. Dia mengklaim, produknya berupa cokelat cair asli dengan kadar kepekatan cokelat yang cukup tinggi.

Karena itu, Marcelia mengatakan, para penyuka cokelat bisa merasakan kepekatan rasa cokelat dan bukan minuman manis rasa cokelat. J'aime Chocolate menyediakan 20 varian dengan banderol harga mulai Rp 15.000 per cup Rp 18.000 per cup.

Di samping mengembangkan bisnis minuman cokelat, Marcelia juga memiliki usaha sebagai pemasok produk bahan kue. Dan, salah satu produk yang dia jual adalah bijih cokelat dan dark chocolate. "Sudah digunakan dan diakui oleh toko roti dan kue di Indonesia serta berkualitas ekspor," klaim Marcelia.

Produk yang sama juga Marcelia gunakan sebagai bahan baku minuman J'aime Chocolate. Usaha pemasok produk bahan kue ia jalani semenjak 2009 silam.

Ke depan, Marcelia berharap, peminat kemitraan J'aime Chocolate semakin bertambah. Dan tentunya, inovasi terus dia hadirkan untuk produk cokelat yang baru dengan tagline Jaime chocolate, feel happy still healthy.

Marcelia pun menargetkan, bisa menggaet mitra lebih banyak lagi. Supaya target tercapai, ia terus berinovasi. Tak hanya ingin menjual rasa, dia saat ini tengah mengembangkan produk yang lebih sehat tanpa mengesampingkan rasa cokelat yang nikmat.

- Coklat Magic

Pelaku usaha kemitraan minuman cokelat lainnya adalah Fahrul Ubed asal Malang, Jawa Timur, yang membesut kemitraan Coklat Magic. Berdiri sejak 2015, Coklat Magic menawarkan kemitraan setahun kemudian pada Januari 2016. Saat KONTAN mengupasnya pada Oktober 2018, bisnis minuman cokelat ini memiliki 405 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kini, gerainya bertambah menjadi 415 gerai. Sebanyak 410 gerai milik mitra dan 5 gerai kepunyaan pusat. "Bisnis ini masih bisa berkembang dan stabil tahun ini. Pasar masih banyak, tidak beda jauh dari tahun lalu," ujarnya.

Meski begitu, Ubed mengakui, tidak seluruh mitranya aktif dan produktif menjalankan bisnis. Ada sekitar 30% dari total gerai mitra yang berhenti beroperasi karena alasan penurunan omzet.

Menghadapi kendala tersebut, ia melakukan bimbingan dan pendampingan intensif kepada para mitra yang mengalami penurunan penjualan. Maklum, tidak semua mitra yang bisa tahan banting dan menghadapi tantangan. "Terkadang, posisi gerai mereka juga ada yang tidak strategis. Untuk itu, saya beri saran ke mereka, supaya makin gencar promosi secara online juga lewat Facebook maupun Instagram," imbuh Ubed.

Sejak 2018 hingga saat ini, target Coklat Magic adalah fokus membimbing lebih dari 400 mitra, biar bisa mencapai target penjualan. Dia ingin mitra punya omzet sendiri. Ia pun menawarkan solusi berupa konsep tanpa kemasan. Jadi, mitra tidak perlu membeli kemasan dari pusat tapi cukup bahan baku berupa bubuk cokelat kiloan saja. Tapi ada syaratnya, yakni mitra harus membeli minimal 3.000 sachet. Biasanya, para mitra yang mengambil konsep seperti ini adalah yang sudah mempunyai usaha kafe.

Adapun paket investasi kemitraan Coklat Magic masih sama, ada empat paket. Paket Super Hemat sebesar Rp 3,5 juta, paket Regular Rp 7,5 juta, paket Silver Rp 10 juta, paket Gold Rp 15 juta.

Tahun ini, rata-rata mitra bisnis bisa menjual sekitar 40 cup 50 cup per hari. Rata-rata omzet yang bisa mitra kantongi yaitu sebesar Rp 12 juta per bulan sampai Rp 15 juta per bulan. Besaran omzet yang mampu mitra dekap sangat tergantung pada lokasi atau tempat usaha.

"Biasanya, yang berjualan di gerobak membutuhkan waktu tiga bulan untuk balik modal, beda dengan mitra yang menjual minuman coklat di kafe. Selain itu, lokasi sangat memengaruhi target penjualan mitra," ungkap Ubed.

Selain itu, ia tidak menerapkan sistem bagi hasil dan biaya royalti kepada mitra. Mereka cuma perlu membeli bahan baku dari pusat saja.

- Junior Cokelat

Kemitraan bisnis minuman cokelat besutan Hendra Hartono ini tidak seberuntung dua pelaku usaha lain. Bisnis minuman cokelat yang berdiri di Solo sejak 2013 ini terpaksa harus menutup kemitraannya, lantaran tidak ada perkembangan yang signifikan.

Saat KONTAN menulisnya pada 2016, mitra yang bergabung dengan Junior Cokelat ada enam partner dari Solo dan Sragen. "Karena tidak ada perkembangan, jadi kami putuskan untuk berhenti beroperasi," kata Hendra.

Ia terpaksa menutup kemitraan karena kebanyakan mitra yang bergabung membeli bahan baku tetapi tidak membayar penuh. Alhasil, di mengaku kewalahan menangani masalah tersebut. Makanya, sekarang fokus mengembangkan gerai sendiri. Namun, gerai mitra yang masih aktif bakal tetap beroperasi.

Padahal sebelumnya, Junior Cokelat menawarkan beberapa paket investasi. Yakni, paket tanpa booth senilai Rp 7 juta, paket booth sebesar Rp 11 juta, dan paket junior house Rp 25 juta. Setiap mitra akan mendapatkan perlengkapan dan bahan baku.

Kemudian semula, Junior Cokelat menyediakan 12 varian rasa cokelat. Tapi, beberapa varian sengaja Hendra hilangkan karena kurang diminati konsumen. Jadi, "Kami mempertahankan varian rasa yang banyak peminatnya saja," ucap Hendra.

Saat ini, dia fokus menggeluti usaha kuliner lain sejak 2016, seperti takoyaki dan camilan Jepang lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×