kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laba jersey lari semakin kencang


Minggu, 27 Mei 2018 / 06:30 WIB
Laba jersey lari semakin kencang
ILUSTRASI. BRIRUN 2017


Reporter: Merlinda Riska, Ragil Nugroho | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Saban akhir pekan, kecuali selama bulan puasa, selalu saja ada lomba lari di tanah air. Bukan cuma satu, dua, atau tiga event, tapi bisa sampai
belasan lomba lari dalam satu hari.

Contoh, 8 April lalu, setidaknya ada 15 lomba lari di sejumlah kota, seperti Jakarta, Tangerang, Yogyakarta, Malang, Balikpapan, serta Gowa.

Acara itu tidak hanya menyedot ratusan pelari, tapi ribuan bahkan belasan ribu pelari dalam satu lomba. Mandiri Jakarta Marathon 2017, misalnya, diikuti 16.000 pelari termasuk dari mancanegara.

Bagaimana tidak? Pecinta olahraga lari di Indonesia terus bertambah. Dan, lari kini identik dengan olahraga kekinian.

Bahkan bagi sebagian orang, lari sudah jadi gaya hidup. Komunitas pelari alias runner pun terus bermunculan dan menyebar ke seluruh negeri ini terutama di kota-kota besar.

Tren inilah yang menjadi inspirasi usaha bagi Hidranto Syafaat. Pria yang akrab disapa Anto ini mendirikan Tokolari.com yang memproduksi baju atawa jersey lari pada akhir 2013 lalu.

Awal membuka usaha ini, dia mendapat pesanan dari temannya yang ingin mengadakan event lari. Tak dinyana, jersey lari buatannya ternyata menjadi omongan para pelari yang ikut acara tersebut.

Berkat kekuatan pemasaran dari mulut ke mulut itulah, Anto bisa terus mengibarkan bendera usahanya hingga kini dan mampu mencetak omzet Rp 200 juta sampai Rp 300 juta sebulan. Ia melego produknya rata-rata Rp 180.000 per potong.

Pelanggannya pun kini tersebar di berbagai daerah. “Sekarang pesanan yang paling banyak justru dari Kalimantan dan Sulawesi,” ungkap Anto.

Virus lari yang mewabah juga mendatangkan banyak cuan buat Gita Nurhati Rochmah, pemilik Radja Jersey di Bandung. Menurutnya, permintaan baju lari terus naik dari tahun ke tahun.

Saat ini, ia bisa menjual rata-rata 500 potong sebulan dengan harga Rp 250.000–Rp 300.000 per potong. “Sejak berdiri 2016, permintaan tumbuh hampir 50%,” ujarnya.

Penjualannya juga sudah hampir sampai ke seluruh Indonesia. Meski yang paling banyak masih berasal dari Jawa. “Bandung dan sekitarnya masih mendominasi penjualan, hampir 40%,” beber Gita.

Tempat cukup luas

Saat memulai usaha dua tahun lalu, ia menggelontor dana sebesar Rp 500 juta. Sebagian besar modal dia pakai untuk membeli mesin cetak printer khusus dan mesin cetak pres untuk memproduksi jersey lari.

Untuk dua unit mesin itu, Gita menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 juta. Kedua mesin buatan Jepang.  “Bisa dibeli di distributor dalam negeri,” katanya.

Sedang Anto awal merintis usaha tidak langsung memproduksi jersey sendiri. Ia hanya membuat desain, sementara produksi di serahkan ke rekanan di Bandung. Alhasil, modal yang dia keluarkan juga minim, hanya Rp 4,5 juta saja.

Anto berucap, butuh waktu dua bulan baginya untuk belajar produksi. Setelah paham bagaimana cara memproduksi jersey lari, dia pun memberanikan diri untuk membuat sendiri di tempat tinggalnya di Jakarta.

Pria kelahiran Jakarta, 9 Januari 1987, ini pun lalu mencari mesin cetak. Perlu waktu hingga tiga bulan untuk mendapatkan mesin buatan Jepang seharga Rp 100 juta per unit. “Mesin cetak harus memiliki kualitas warna yang bagus dan prosesnya efisien,” tegasnya.

Setelah mesin di tangan, buat yang ingin mengikuti jejak Anto dan Gita di bisnis ini, tahap berikutnya mencari tempat produksi yang cukup luas.

Maklum, mesin cetak berukuran cukup besar yakni 2 meter x 1,5 meter. Dan, tak cuma mesin cetak printer, usaha tersebut juga membutuhkan mesin jahit serta mesin cetak pres sublim.

Anto cukup beruntung lantaran dirinya tak perlu susah-susah mencari lokasi. Awalnya, dia memanfaatkan garasi rumah orangtua. Tapi sekarang, ia yang telah memiliki tiga mesin printer dan dua mesin pres sublim serta enam mesin jahit, melakukan proses produksi di lantai dua rumahnya.

Sementara Gita saat ini punya bengkel kerja yang menempati rumah dua lantai, dengan luas masing-masing lantai 5 meter x 8 meter. Dengan karyawan sebanyak 20 orang, tempat produksinya sekarang sudah kelebihan kapasitas. Rencananya, dia mau mencari tempat yang lebih luas.

Untuk bahan jersey lari, ujar Gita, haruslah 90% mengandung poliester. Bahan ini bisa didapat di beberapa kota, semisal Bandung dan Jakarta.

Adapun Anto memperoleh bahan baku tersebut dari lima mitra pemasok asal Bandung. Ada dua jenis bahan yang dia gunakan untuk memproduksi jersey lari, yaitu dry fit premium dan dry fit medium.

Sayangnya, Gita dan Anto enggan membeberkan berapa biaya yang mereka habiskan untuk bahan baku. Rahasia perusahaan, kata mereka.

Padat karya

Bisa dibilang, bisnis jersey lari merupakan usaha padat karya. Soalnya, bisnis ini masuk dalam kategori usaha tekstil yang biasanya menyerap banyak tenaga kerja. Maka itu, usaha jersey lari yang diproduksi sendiri tentu saja harus menyiapkan biaya untuk membayar upah tenaga kerja.

Biar terbayang seberapa banyak tenaga kerjanya, mari simak bagaimana alur produksi dari pembuatan jersey.

Yang pertama, bagian administrasi. Bagian ini berfungsi sebagai penerima pesanan dari pelanggan. Setidaknya, ada satu orang yang duduk di bagian ini. Bisa juga, sih, pemilik usaha merangkap kerja di bagian ini seperti yang Anto lakoni.

Kedua, setelah pesanan masuk akan diteruskan ke bagian desain. Nah, jika si empunya usaha ini jago mendesain, boleh juga mengisi pos itu.

Dulu, sewaktu memulai usaha, Anto sendiri yang mendesain. “Tapi, sejak tahun 2015, saya membutuhkan seorang desainer karena sudah banyak pesanan,” jelas Anto.

Ketiga, setelah selesai dan pelanggan suka, maka masuklah desain ke mesin cetak. Untuk ini, sebetulnya bisa langsung dilakukan oleh bagian desain. Tapi sebaiknya, ada tenaga kerja sendiri untuk mengerjakan proses tersebut.

Keempat, lanjut ke tahap berikutnya, mengepres. Pada tahapan ini, desain dicetak ke bahan jersey.

Kelima, pengguntingan pola. Pada tahapan inilah perlu orang yang paham betul dalam urusan jahit menjahit.

Keenam, selepas pola digunting, tahap berikutnya ialah menjahit dengan mesin jahit. “Yang terakhir adalah pengemasan,” imbuh Anto.

Jika setiap bagian butuh satu pekerja, artinya usaha produksi jersey lari minimal memerlukan tujuh karyawan yakni di bagian administrasi, desain, print, pres, pengguntingan pola, jahit, dan pengemasan.

Waktu awal mengoperasikan bisnis, Anto masih mempekerjakan empat pekerja yang membantunya untuk menjahit, mengoperasikan mesin pres, menggunting pola, serta administrasi.

Sedangkan dari 20 karyawan Radja Jersey, dua di antaranya merupakan desainer. Gita menjelaskan, desain merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis ini. Makanya, memiliki desainer yang kreatif dan selalu update sangatlah penting.

Kalau memproduksi sendiri, memang lebih enak karena kualitas lebih terjamin dan cuan-nya oke ketimbang produksi di orang lain. “Hanya, biayanya lebih tinggi karena pekerjanya juga banyak,” ujar Anto yang kini memiliki 20 pekerja.

Sebagai gambaran, keuntungan jika memproduksi sendiri jersey lari bisa mencapai 30%. Sedangkan jika produksi melalui orang lain, keuntungannya hanya sekitar 10%–20%.

Ada berbagai skema pengupahan yang tentu saja harus adil bagi pekerja. Biasanya, metodenya berdasarkan produktivitas atau jam kerja. Dengan begitu, pengeluaran saat pesanan lagi sepi dan ramai, persentasinya bisa tetap sama.

Pemilik bisnis ini juga harus pintar menjala banyak pesanan, agar bisa memaksimalkan potensi keuntungan. Salah satu triknya, membuat pelanggan lama tetap mau memesan lagi dan lagi.

“Biasanya, untuk yang pesan banyak, saya kasih bonus seperti buff. Lalu, jika ada komunitas pelanggan yang ulang tahun, saya juga suka kasih merchandise. Ini sebagai bentuk engagement ke pelanggan setia kami,” ungkap Anto.

Mau ikutan menikmati keuntungan dari demam lari yang sedang melanda negeri ini?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×