kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   -1.000   -0,06%
  • USD/IDR 16.265   -85,00   -0,53%
  • IDX 7.073   -92,58   -1,29%
  • KOMPAS100 1.039   -16,65   -1,58%
  • LQ45 818   -13,93   -1,67%
  • ISSI 212   -2,57   -1,20%
  • IDX30 421   -5,97   -1,40%
  • IDXHIDIV20 506   -5,92   -1,16%
  • IDX80 118   -2,08   -1,73%
  • IDXV30 121   -1,72   -1,40%
  • IDXQ30 139   -1,80   -1,29%

Laba menggelitik dari budidaya semut rangrang (1)


Kamis, 16 Mei 2013 / 10:22 WIB
Laba menggelitik dari budidaya semut rangrang (1)
ILUSTRASI. Ketahui 4 Cara Memudarkan Flek Hitam di Wajah dengan Bahan Alami Ini


Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Havid Vebri

Pecinta burung kicau, pasti sudah tidak asing dengan istilah kroto, yaitu telur semut rangrang atau Oecophylla Smaragdina. Kroto banyak digunakan untuk pakan burung dan juga ikan.

Permintaan kroto cukup tinggi, terutama dari para pecinta burung kicau. Padahal, keberadaannya di alam terbatas. Bahkan, pasokan kroto di alam kian berkurang dengan semakin berkurangnya hutan. Kroto juga berkurang saat musim hujan. Padahal permintaannya  cenderung naik.

Makanya, pembudidayaan semut rangrang mulai dilakukan. Salah satu pembudidaya adalah Ajiponto di Yogyakarta. Ia terjun di budidaya semut rangrang sejak tahun lalu, lantaran melihat peluang bisnis yang cerah.

Menurutnya, tiap bulan, permintaan kroto atau telur yang dihasilkan semut rangrang terus meningkat. Maklum, permintaan tak hanya datang dari pecinta burung kicau, melainkan juga dari pemancing ikan. Mereka memanfaatkan kroto sebagai umpan yang ditebar di kolam pemancingan demi memanggil para ikan.

“Kalau Senin hingga Jumat biasanya yang beli kroto adalah para pecinta burung kicau. Tapi, kalau Sabtu dan Minggu, pembeli kroto didominasi para pemancing ikan,” papar pria 36 tahun ini.

Ajiponto menjual bibit semut rangrang, kroto, serta memberikan pelatihan cara budidaya. Satu toples berisi sebuah sarang semut rangrang dibanderol Rp 100.000. Sebuah sarang biasanya berisi ribuan semut rangrang. Sedangkan, satu kilogram (kg) kroto dihargai Rp 150.000.

Dalam sebulan, ia bisa menjual sekitar 40 kg kroto dan 200 sarang. Artinya, tiap bulan Ajiponto bisa mengantongi omzet Rp 26 juta.
Pebudidaya lain, yaitu Joko Septyawan yang berdomisili di Bantul, Yogyakarta. Ia sudah berkecimpung dalam budidaya semut rangrang sejak dua tahun silam.

Tadinya, sama seperti Ajiponto, ia juga menjual kroto serta bibit semut rangrang (sarang). “Tapi, sekarang saya lebih fokus pada penjualan bibit, karena permintaannya terus meningkat,” tutur Joko.

Satu toples bibit semut ukuran 2 liter dibanderol dengan harga Rp 175.000. Sementara, untuk toples ukuran 5 liter dilego Rp 350.000. Tiap bulan, setidaknya ia bisa meraih omzet Rp 3,5 juta.

Dari segi bisnis, baik Joko maupun Ajiponto bilang, budidaya semut rangrang penghasil kroto ini terbilang menggiurkan. Modal atau ongkos produksi cukup murah. Ajiponto mengaku bisa mengantongi keuntungan bersih mencapai 80% dari omzet bulanan.

Bahkan, Joko mengklaim bisa mendapatkan keuntungan bersih hingga 90% dari omzet tiap bulan. "Ongkos budidaya sangat kecil, karena perawatannya juga simpel," imbuhnya.                       

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait


TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×