Reporter: Dharmesta, Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi
Walau timbul tenggelam, bisnis pembuatan perhiasan dari manik-manik terus mengkilap. Kurang cocok untuk anak baru gede, pasar terbesar perhiasan manik-manik ini adalah ibu-ibu dan mahasiswi. Untuk berusaha di bidang ini memerlukan kreativitas untuk membuat desain menarik.
Bisnis perhiasan terus menunjukkan prospek yang bagus. Perkembangannya mengikuti tren yang ada di masyarakat, tak terkecuali usaha perhiasan berbahan manik-manik.
Salah satu pebisnis perhiasan manik-manik ini adalah Enno Aksyamala, pemilik Rumah Kalung. Enno memulai bisnis manik-manik tahun 2005, namun mulai serius mengikuti berbagai pameran pada tahun 2006.
Enno menggunakan batu kristal dan mutiara dengan untaian wire jewelry atau kawat khusus lapis perak impor. Produk Enno khusus menyasar wanita umur 30 tahun ke atas. “Produk saya tidak cocok untuk anak baru gede karena harganya mahal dan desainnya berat," katanya.
Inspirasi desain perhiasan manik-manik yang dihasilkan Enno berasal dari media luar negeri, internet, dan apa yang dilihat oleh Enno. Banyaknya pemain yang juga melakukan bisnis yang sama membuat Enno harus lebih kreatif.
Untuk memproduksi perhiasan manik-manik itu, Enno mengupah 5 sampai 10 pekerja. Jumlah pekerja tergantung pesanan yang masuk. Biasanya satu pekerja dapat mengerjakan 1-3 buah perhiasan manik-manik per hari. Enno mengerjakan 3-4 orderan tiap minggu. Pemesan biasanya membeli satu set manik-manik yang terdiri dari kalung, gelang, dan anting-anting.
Agar konsumen tidak kecewa, Enno terlebih dahulu akan melihat karakter pemesan. “Kalau orang tomboi, kami buatin perhiasan feminim," ujarnya. Enno juga akan memperhatikan untuk keperluan apa manik-manik itu dipakai, misalnya pesta pernikahan.
Tak hanya membuat dan menjual, Enno juga menyelenggarakan kursus membuat perhiasan manik-manik.Untuk level dasar, biayanya Rp 250.000 sekali pertemuan selama 2-4 jam. Kelas paling tinggi tingkat kerumitan biayanya Rp 470.000. Dari kursus ini, Enno mendapat pemasukan Rp 2,5 juta per bulan dari rata-rata 10 murid yang mengikuti.
Omzet dari kursus ditambah bisnis penjualan manik-manik yang mencapai Rp 10 juta - Rp 15 juta per bulan. Omzet itu naik menjadi Rp 20 juta - Rp 25 juta bila ada pameran. Dengan margin 40%-50%, keuntungan Enno perbulan di atas Rp 5 juta.
Tak hanya Enno yang berbisnis manik-manik, Riski Hapsari pemilik Koleksi Kikie di Jakarta juga berbisnis yang sama. Dari bisnis ini, Riski mampu mengantongi omzet Rp 7 juta per bulan. Tak hanya untuk pasar dalam negeri, produksi Riski sudah menembus pasar Malaysia, Singapura, Australia dan Jepang.
Harga manik-manik yang dihasilkan Kiki panggilan akrab Riski cukup terjangkau. Dijual mulai harga Rp 25.000 - Rp 75.000 per item, Kiki juga melayani permintaan khusus dengan harga khusus juga. Seperti juga Enno, Kiki menyasar segmen mahasiswi dan ibu-ibu dengan umur 19-35 tahun.
Untuk lebih mengenalkan perhiasan manik-manik, Kiki juga menyediakan buku tentang cara merangkai aksesori manik-manik. "Saya membagikannya secara gratis lewat internet," katanya. Ia berharap dengan buku yang diberikan maka orang bisa merangkai aksesori yang ia inginkan.
Kiki bilang, proses tersulit dalam proses pembuatan perhiasan dari manik-manik adalah penentuan desain dan model. Kalau sudah menemukan model, ia bisa menyelesaikan pembuatan dalam 30 menit sampai sejam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News