kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laba segar dari tangkapan cumi-cumi


Sabtu, 30 Juni 2018 / 15:30 WIB
Laba segar dari tangkapan cumi-cumi


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Tekstur daging cumi yang kenyal dan gurih membuat cumi-cumi banyak diburu, khususnya oleh penggemar seafood. Restoran seafood yang terus bermunculan tentu menjadi peluang usaha yang menguntungkan bagi para nelayan yang membudidayakan cumi-cumi.

"Menangkap cumi-cumi lebih mudah dibandingkan ikan laut. Dalam tiga hari melaut, kami bisa mendapatkan sekitar 300 kilogram cumi-cumi dan itu tidak perlu berlayar jauh hingga ke tengah laut," ujar Basri Hidayat, salah satu nelayan sekaligus pembudidaya cumi-cumi asal Bangka. Ia mengatakan jika proses budidaya cumi-cumi berjalan alami, masih berlangsung di perairan laut.

Basri mengatakan para nelayan tradisional di wilayah Bangka lebih banyak memilih untuk menangkap cumi-cumi dibanding ikan. Alasannya, cumi-cumi mudah didapat dan harga jualnya cukup tinggi. Saat ini, harga cumi segar dibanderol sekitar Rp 65.000 - Rp 80.000 per kilogram (kg).

"Harga cumi itu jarang turun meskipun pasokan dari nelayan banyak, lebih cenderung stabil dibanding ikan maupun kerang," ujar Basri.

Ia mengatakan, selama ini permintaan cumi-cumi datang dari berbagai daerah seperti Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Bahkan, permintaan ekspor ke berbagai negara seperti Thailand, Vietnam, Singapura, Malaysia, Jepang dan Amerika Serikat juga makin meningkat tiap tahunnya.

"Permintaan cumi-cumi ni sebenarnya banyak sekali, pasti laku cepat. Tapi sayangnya, bibitnya masih terbatas karena hanya ada di alam saja. Jadi para nelayan ini kalau mau dapat banyak cumi, harus menunggu musimnya," jelas Basri.

Banyaknya permintaan cumi-cumi juga diakui oleh I Nyoman Turut, salah satu nelayan cumi-cumi dari Denpasar. Ia mengatakan bahwa tahun ini permintaan ekspor cumi meningkat sampai 30%. "Permintaan banyak sekali, dari Bali sendiri saja sudah kewalahan, belum untuk ekspor. Sayangnya, bibit cumi-cumi ini masih terbatas," ujarnya.

Nyoman mengatakan dalam sekali berlayar, dirinya bisa menangkap sampai 400 kilogram cumi-cumi. Dan hasil tangkapan tersebut langsung dibawa ke pelelangan. Di tempat pelelangan itulah para pembeli dalam jumlah besar maupun para eksportir berebut mendapatkan pasokan cumi-cumi.

Saat ini harga cumi-cumi segar di Bali dibanderol sekitar Rp 65.000 sampai Rp 90.000 per kg. Nyoman bilang, harga cumi-cumi tersebut bergantung pada kualitas cumi dan lokasi penjualannya. "Harga cumi termasuk stabil, dikisaran Rp 60.000 - Rp 75.000 per kg kalau langsung dari nelayan. Kalau lokasinya jauh dari laut, pasti sedikit lebih mahal," katanya.          

Butuh atraktor, budidaya cumi-cumi dilakukan di laut lepas

Permintaan cumi-cumi seringkali tak imbang dengan pasokannya. Sebab, pasokan cumi-cumi sangat bergantung pada siklus alam dan ekosistem laut. Para nelayan pun membudidayakan biota laut bernama latin Lepiotenhis Lessoniana ini di tengah tengah laut, habitat aslinya.

"Pasokan cumi-cumi  tergantung dengan musim. Masa panennya di tiap daerah beda sedikit, kalau di sini Oktober sampai April," jelas Basri Hidayat, pembudidaya cumi-cumi asal Bangka.

Selain bergantung pada siklus alam, I Nyoman Turut, nelayan sekaligus pembudidaya asal Denpasar menjelaskan, keberadaan cumi-cumi juga bergantung pada terumbu karang, yang menjadi tempatnya bertelur dan mencari makanan.

Sayang, sekarang terumbu karang di perairan Indonesia banyak yang rusak. Nyoman dan nelayan di sekitar Denpasar pun mulai membudidayakan terumbu karang untuk memulihkan kembali habitat cumi-cumi.

Basri dan Nyoman membudidayakan cumi-cumi di laut lepas menggunakan atraktor. Alat tersebut dipasang di habitat asli cumi-cumi, sebagai tempat bertelur.  Setelah sang induk bertelur, barulah telur-telur tersebut dipindahkan ke karamba jaring apung untuk ditetaskan.

"Atraktor ini sebenarnya alat sejenis rumpon dengan desain menyerupai bentuk kelopak bunga," jelas Nyoman. Biaya pembuatan atraktor berkisar Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per unit.

Atraktor memang sengaja dibuat sedemikian rupa agar cumi-cumi betah berada di dalam sarang buatan ini. Seperti adanya serabut-serabut mirip tumbuhan laut, tempat cumi-cumi meletakkan telurnya.

Lalu, bagian atasnya ditutup plastik hitam agar kondisi dalamnya gelap, tak tersentuh cahaya matahari. Asal tahu saja, cumi-cumi merupakan hewan yang aktif di malam hari.  

Dalam sebulan usai penempatan atraktor, baru terlihat cumi-cumi yang diletakkan induknya di alat tersebut. Selanjutnya, telur-telur tersebut dipindahkan ke lokasi jaring apung untuk ditetaskan.

Lokasi jaring apung sebaiknya tak terlalu jauh dengan atraktor. "Kalau letaknya terlalu jauh pasti tidak efisien. Selain itu resiko telur rusak saat dipindahkan juga makin besar.

Dua mingggu kemudian telur akan menetas. Panen bisa dilakukan setelah pemeliharaan selama empat bulan.
Basri mengatakan, satu induk cumi-cumi rata-rata mampu menghasilkan sekitar 500 butir telur. Idealnya, satu pembudidaya cumi-cumi memiliki 10 unit atraktor.  Basri bilang, lewat teknik ini tingkat keberhasilan budidaya cumi-cumi hingga panen bisa mencapai 85%.

Bicara soal pakan, Nyoman menjelaskan, cumi-cumi tergolong hewan yang mudah dalam pemberian pakan. "Cumi-cumi termasuk karnivor, jadi semua biota laut seperti ikan kecil, kerang dan hewan lainnya yang bisa masuk mulutnya akan dimakan," tuturnya.

Namun, jangan sampai sampai ada pakan yang tersisa di jaring apung. Karena ini bisa mengundang hewan laut lainnya seperti ikan atau kepiting untuk mengambil sisa pakan.

Jika hal tersebut terjadi, ada kemungkinan jaring akan putus dan cumi-cumi bisa kabur ke laut bebas. Jika ini terjadi, ada kemungkinan budidaya gagal karena harus memulai lagi dari nol alias dari awal.

Lokasi jaring paung sebaiknya juga jauh dari kegiatan industri dan keramaian. "Karena sedikit saja ada pencemaran di perairan, cumi-cumi akan mati,"  ujarnya memberi tips budidaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×