Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi
Perlahan namun pasti, ramah lingkungan menjadi gaya hidup banyak orang. Ini pula yang memunculkan peluang bagi orang-orang kreatif untuk mengolah produk inovatif berbahan ramah lingkungan. Di Bandung, sekelompok mahasiswa memproduksi jaket berbahan kertas, adapun pebisnis lainnya mengolah kertas menjadi paper bag.
Kesadaran orang untuk mulai menggunakan produk ramah lingkungan kian tinggi. Tak pelak, bisnis berbasis hijau yang mengeluarkan produk aman bagi lingkungan pun kian banyak. Salah satu yang menggeluti bisnis ini adalah Equafole. Perusahaan yang didirikan oleh sekelompok mahasiswa ini menciptakan produk fesyen berupa jaket berbahan baku kertas bernama Svectra.
Berawal dari tugas kuliah, Equafole lahir. Saat itu, Panji Wicaksono bersama rekan-rekannya yang berstatus mahasiswa ITB jurusan Bisnis Management mendapat tugas kuliah untuk membuat produk yang bisa dijual. Pilihannya jatuh pada jaket berbahan baku kertas. Tak dinyana, hasil tugas kuliah itu menarik minat konsumen, utamanya pecinta lingkungan.
Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang datang, tahun 2010, mereka lantas memproduksi jaket yang akan dijual secara komersial. "Ini sejalan tren menggunakan produk ramah lingkungan," ujar Panji yang dipercaya menjadi ahli marketing di Equafole.
Menggunakan merek dagang Svectra, jaket berbahan kertas ini dijual dengan harga Rp 300.000 per unit. Dalam sebulan, mereka mampu mendulang omzet Rp 60 juta dalam bisnis ini.
Meski berbahan kertas, Panji mengklaim bahwa Svectra adalah jaket antiair serta tahan terhadap sobekan. Pasalnya, bahan baku kertas yang digunakan bukanlah kertas sembarangan. Mereka menggunakan kertas jenis tyvek yang biasa digunakan untuk instalasi rumah. "Dan, kertas ini memang termasuk tahan air serta tahan sobek," klaim Panji berpromosi.
Bahan baku kertas harus diimpor dari Amerika Serikat (AS). Selain mahal, produksi jaket mereka juga terbatas. Sayangnya, Panji enggan mengungkapkan secara detail biaya produksi jaket berbahan kertas itu. "Yang pasti mahal," kilah Panji
Untuk memproduksi jaket kertas itu, mereka membutuhkan waktu hingga dua hari. Proses produksi diawali dengan mempersiapkan dan membuat desain. Bila desain kelar, kertas terlebih dulu harus diwarnai. "Setelah diwarnai, barulah kertas dijahit sesuai dengan desain," ujar Panji panjang lebar.
Seiring banyaknya peminat jaket berbahan kertas, Equafole berniat mendongkrak produksinya. Saat ini, mereka hanya mampu memproduksi 250 jaket sebulan. "Bulan depan, kami memulai produksi massal karena permintaannya sangat tinggi," kata Panji senang.
Tak hanya Panji dan teman-temannya yang mampu mencecap manisnya bisnis ramah lingkungan, Yudha Pratama, pemilik CV Acha Pratama juga merasakannya. Yudha yang kini baru berusia 27 tahun itu mengolah kertas menjadi kantong kertas atau sering disebut paper bag. Paper bag berfungsi sebagai tas, pembungkus, suvenir hingga undangan. "Kalaupun terbuang menjadi sampah, paper bag itu mudah terurai di tanah," kata Yudha.
Selain mengolah bahan kertas yang dijual di pasar, Yudha juga memproduksi kertas sendiri dari gedebok atau air rendaman batang pisang yang mengandung serat. "Gedebok pisang diblender, setelah itu masuk ke cetakan kertas kemudian dikeringkan," jelas Yudha.
Setelah kering, kertas berbahan alami itu disulap menjadi aneka bentuk paper bag dan juga aneka bentuk bingkai foto. Demi menjaga komitmen ramah lingkungan, proses pewarnaan juga menggunakan bahan alami yakni daun pandan dan kunyit.
Menjelang Lebaran, Yudha memproduksi 600.000 item paper bag. Usai Lebaran, produksi kembali normal sekitar 300.000 item per bulan, dengan harga jual
Rp 500-Rp 6.000 per tas. Jika produksi Yudha terjual semua, sebulan ia bisa meraup omzet Rp 150 juta. "Setiap tahun pesanan saya naik 20%." kata Yudha yang sudah membuka usaha sejak tahun 2007.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News