kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lalamove, Si Uber untuk logistik


Kamis, 16 November 2017 / 10:20 WIB
Lalamove, Si Uber untuk logistik


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Transportasi adalah bisnis yang sangat tua. Tapi, ada peluang besar untuk merevolusi bisnis ini. Termasuk, jasa pengiriman barang memakai sepeda motor, minibus, serta mobil boks.

Dulu, pemesanan dan pencocokan kendaraan untuk membawa barang menggunakan suara lewat call center. Tapi sekarang, cukup dengan sentuhan jari saja melalui internet “Kami mendigitalisasinya,” kata Shing Chow, Co-Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Lalamove.

Sejak berdiri 2013 lalu, perusahaan rintisan (start-up) jasa pengiriman barang online dengan konsep berbagi asal Hong Kong ini telah menjelma menjadi “raksasa” logistik di Asia. Start-up yang dapat julukan Uber untuk Logistik itu sudah hadir di 100 kota.

Sebagian besar kota tempat Lalamove menancapkan kuku-kuku bisnisnya tersebut berada di China. “Di kota-kota ini, Lalamove menguasai hampir 80% pasar,” ujar Chow. Sisanya di Asia Tenggara juga Timur: Singapura, Ho Chi Minh City, Bangkok, Manila, Taipeh, dan tentu Hong Kong.

Chow membangun Lalamove, yang awal berdiri bernama EasyVan, menggunakan uang hasil kemenangannya dari bermain poker profesional selama bertahun-tahun di Makau. Ketika itu, lulusan Stanford University, Amerika Serikat, ini terpesona dengan Uber, dan berpikir untuk menerapkan konsep ini untuk logistik.

Sebab, tidak seperti Uber yang menghadapi rintangan peraturan di seluruh dunia, aturan main bisnis pengiriman barang “tidak begitu ketat”. Apalagi, Chow menghitung, potensi logistik di China saja bisa mencapai US$ 1,7 triliun. Sedang di Asia Tenggara, industri logistik mencaplok porsi 15% dari total nilai perekonomian di kawasan ini.

Lewat Lalamove, yang di China dikenal dengan Huolala, Chow berusaha menghadirkan layanan yang memungkinkan pelaku usaha kecil menengah (UKM) memesan kendaraan untuk mengantar barang ke para pembeli (last mile). Saat ini, lebih dari dua juta mitra pengemudi bergabung dengan Lalamove, dan 15 juta pengguna aplikasi Lalamove.

Chow mengklaim Lalamove telah berhasil meraih keuntungan di beberapa kota. Ini tak lepas dari kualitas layanan yang diberikan Lalamove dan konsumen yang mereka layani.

Pelaku UKM yang menjadi target Lalamove lebih memilih layanan yang punya rekam jejak dan performa baik dibanding yang memberikan diskon. Ini berbeda dengan konsumen individu yang gampang berpaling gara-gara promo.

Blake Larson, Head of International Lalamove, mengungkapkan, perusahaannya memang menghindari strategi subsidi tarif.  Soalnya, perang diskon membuat ratusan layanan serupa di China gulung tikar alias bangkrut.

Sebagai gantinya, Lalamove fokus untuk menjadi perusahaan yang ramping, dengan hanya 1.500 karyawan di 100 kota. “Sekarang hanya ada dua termasuk kami,” ucap Larson yang merujuk ke Wuba, pesaing Lalamove di China.

Masuk ke Indonesia

Jelas, Lalamove ingin mengembangkan sayap bisnisnya lebih lebar lagi. Rabu (11/10) lalu, mereka mengumumkan, telah mengantongi pendanaan Seri C dari konsorsium yang dipimpin Shunwei Capital sebesar US$ 100 juta. Shunwei Capital adalah perusahaan investasi yang didirikan Lei Jun, Pendiri dan CEO Xiaomi.

Rencananya, sebagian besar dana segar itu akan Lalamove pakai untuk ekspansi ke Indonesia dan Malaysia. “Kami mencari kota-kota dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, di mana kami melihat ada banyak fragmentasi, dan itu memerlukan perbaikan logistik,” ungkap Chow.

Untuk itu, Lalamove harus menyediakan layanan pengiriman barang yang paling sederhana dan cepat. Nah, salah satu start-up logistik dengan pendanaan terbesar di Asia Tenggara ini sedang mengerjakan fitur-fitur baru.

Misalnya, fitur integrasi API yang memungkinkan UKM memanfaatkan teknologi pengiriman barang Lalamove via layanan bisnis mereka sendiri.

Kemudian, Lalamove juga bakal memangkas waktu pengiriman rata-rata pengemudi dari 46 menit saat ini. “Pengiriman informasi hanya butuh beberapa detik, tapi pengantaran barang masih tergolong lambat. Nah, kami ingin mengubahnya,” tegas Chow.

David Chang, Partner MindWorks Ventures, salah satu investor Lalamove, bilang, ronde baru pembiayaan senilai US$ 100 juta itu akan memperluas dominasi Lalamove sebagai pemimpin regional dalam bisnis pengiriman barang online sesuai permintaan.

Total, Lalamove sudah mengantongi pendanaan dari investor sebesar US$ 161,5 juta dalam enam putaran. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×