kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lebih segar dengan andalkan produk lokal


Selasa, 24 Mei 2016 / 18:01 WIB
Lebih segar dengan andalkan produk lokal


Reporter: Asih Kirana Wardani | Editor: S.S. Kurniawan

Untuk mengatasi persoalan itu, belakangan gaya hidup back to nature menjadi mantra baru. Tak pelak, bahan pangan organik pun kembali menjadi pilihan.

Organik berarti tidak melibatkan pestisida dan pupuk buatan yang dinilai membahayakan bagi kesehatan tubuh. Tren ini mulai menjamur di kota-kota besar di mana masyarakatnya kian menyadari hidup sehat.

Sayang, hanya orang-orang yang berkantong cukup tebal yang bisa mengakses bahan pangan organik ini. Sebab, harga bahan pangan organik yang biasa dijual di pasar modern ini lumayan mahal, bisa dua-tiga kali lipat harga bahan pangan non-organik.

Seikat sayur kangkung, misalnya, bisa seharga Rp 4.000. Padahal, tanpa embel-embel organik, harganya mungkin cuma Rp 1.500 per ikat. 

Harga produk organik lebih mahal karena memang volume produksinya tak sebanyak produk non-organik. Proses produksinya, misal dari tanam hingga panen, juga lebih lama.

Namun, proses distribusi yang panjang merupakan faktor utama yang membuat harga produk organik jauh lebih mahal. Bayangkan saja, sebelum sampai ke tangan konsumen, produk organik tadi harus melalui banyak tangan, yakni dari pengepul ke pedagang, lalu ke pasar kulakan, pasar atau kios, baru ke tangan konsumen.

Potong rantai produksi

Persoalan itulah yang dilihat oleh Tantyo Bangun. Karena itulah, ia mendirikan Kecipir.com pada April 2015 yang bertujuan untuk memangkas rantai distribusi tersebut. “Kecipir merevisi rantai distribusi, sehingga petani dan konsumen bisa terhubung langsung lewat Kecipir,” ujar Chief Executive Officer Kecipir ini.

Dengan rantai distribusi yang lebih pendek tersebut, baik petani maupun konsumen sama-sama mendapatkan keuntungan dari segi harga. Petani bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi dibanding menjual ke tengkulak.

Sementara, konsumen bisa mendapatkan harga lebih rendah ketimbang harga di supermarket. “Dibandingkan harga sayuran organik di supermarket, bisa lebih murah 50%,” klaim Tantyo.

Keuntungan lain, sistem yang dibangun Kecipir juga memungkinkan konsumen menerima produk dalam kondisi segar. Sebab, Kecipir hanya mengambil produk organik dari petani atau peternak lokal yang lokasinya tidak lebih dari 100 kilometer (km) dari lokasi konsumen.

Karena itu, Kecipir bisa menjamin konsumen bisa menerima pesanannya, maksimal 24 jam setelah jadwal pengiriman. Bandingkan dengan sayuran atau buah-buahan di supermarket yang mungkin telah berumur lebih dari satu hari. “Local, organic, fresh merupakan pinsip Kecipir,” ujar Tantyo.

Kekurangan Kecipir dibandingkan dengan supermarket, konsumen tidak bisa langsung menerima barang yang diinginkan. Sebab, setelah memesan, ia harus menunggu dulu sesuai hari pengiriman yang dia pilih.

Biar lebih jelas, di Kecipir, konsumen harus terlebih dulu mendaftar ke situs Kecipir.com atau aplikasi mobile Kecipir yang dapat diunduh secara gratis di smartphone berbasis Android dan iOS. Setelah itu, ia bisa memesan produk kapan pun ia kehendaki.

Caranya, konsumen memasukkan username dan password ke situs atau aplikasi Kecipir. Konsumen lalu memilih jadwal pengiriman yang dikehendaki. Dari situ, konsumen bisa melihat produk-produk yang tersedia untuk waktu pengiriman tersebut.

Untuk waktu pengiriman yang berbeda, variasi jenis produk yang tersedia bisa berbeda. Hal ini terjadi karena menyesuaikan dengan ketersediaan produk di level petani dan peternak. Contohnya, setiap pekan mungkin petani bisa panen sayur kangkung, tapi tidak setiap pekan memanen durian.

Setelah itu, konsumen bisa memesan produk yang tersedia berikut jumlahnya. Kecipir membagi dalam tujuh kategori produk, yakni sayur daun, sayur buah, buah, bumbu, herbal, extra, dan paket. Extra berisi produk organik di luar enam kategori lainnya, seperti madu, beras, dan telur.

Adapun paket berisi beberapa jenis sayur daun dan sayur buah yang dipaket menjadi satu penawaran. Di sini, konsumen tidak bisa memilih jenis sayur yang diinginkan, tapi harganya secara total akan lebih murah dibandingkan beli per jenis.

Setiap kali barang dipesan, jumlah produk yang tersedia otomatis akan berkurang. Saat KONTAN menjajal aplikasi ini, ketersediaan beberapa jenis produk bisa habis dalam waktu beberapa jam. Jadi, berlaku prinsip, siapa cepat, dia dapat.

Kecipir menetapkan batas waktu pemesanan, dua hari sebelum waktu pengiriman yang dipilih. Dus, konsumen tidak langsung menerima barangnya di hari yang sama.

Kelemahan lain, saat ini Kecipir belum melayani pengiriman sampai ke depan pintu rumah si pemesan. Alih-alih, Kecipir mengirimkan barang pesenan ke host yang bekerjasama dengan Kecipir.

Host di sini adalah sebutan untuk titik pengambilan barang. Jadi, si konsumen bisa memilih host yang paling dekat dengan dirinya dan mengambil barang pesanannya di host ini pada hari pengiriman. “Nanti akan ada opsi pengantaran dari host ke konsumen dengan tarif flat, mungkin Rp 10.000-Rp 15.000 per order,” ujar Tantyo.

Saat ini, Kecipir memiliki 40 host yang tersebar di Jakarta, Depok, dan Tangerang. Adapun, untuk distribusinya, Kecipir baru memiliki dua mobil.

Dorong pendapatan

Bagi petani, Kecipir tak cuma memberikan harga yang lebih baik. Tapi, sistem pemesanan yang dibangun memungkinkan petani menerima pendapatan secara langsung.

Berbeda jika memasok ke supermarket, petani baru menerima pembayaran bisa sebulan kemudian karena supermarket menerapkan sistem konsinyasi. Tak heran, selama ini hanya pertanian besar atau industrial farm yang bisa masuk ke supermarket.

Kecipir juga memungkinkan petani kecil hidup dan berkembang karena Kecipir menerima produk organik yang belum bersertifikat. Asal tahu, pemerintah mewajibkan sertifikasi produk organik sejak 2010. Biaya sertifikasi yang mahal membuat petani kecil menyerah.

Pada 2010, lahan pertanian organik sempat mencapai 238.872 hektare (ha), tapi angka ini turun menjadi 225.063 ha pada 2011. “Sampai 2015 masih terus turun,” kata Tantyo.

Untuk kembali mendorong pertanian organik, Kecipir agak lunak urusan sertifikasi. Startup ini menggolongkan produk organik menjadi tiga, yakni Grade C untuk produk organik dari pertanian yang masih dalam proses konversi dari konvensional ke organik, Grade B untuk produk organik tak bersertifikat, dan Grade A untuk produk organik bersertifikat.

Meski begitu, Kecipir menuntut bisa mengakses langsung dan setiap saat ke lahan pertanian rekanannya agar bisa menjamin kualitas produknya. 

Dengan sistem pemesanan langsung, Kecipir juga bisa menekan produk yang terbuang akibat busuk atau kadaluwarsa (waste). Selama ini, waste produk pertanian di supermarket bisa mencapai 30%.

Asal tahu, dengan sistem konsinyasi, supermarket hanya membayar produk yang terjual. “Dengan sistem Kecipir, petani mendapatkan order growth, real revenue, 20%-30% per bulan,” kata Tantyo.

Seimbangkan produksi dan permintaan

Nah, jika tertarik mengekor Kecipir, tantangan terberat yang mesti dipikirkan adalah menyeimbangkan antara produksi dengan permintaan di pasar. Saat ini, pertanian organik baru sekitar 0,1% dari total lahan pertanian di Indonesia. Artinya, potensi untuk dikembangkan masih besar, tapi juga berarti ada keterbatasan stok.

Karena itulah, Kecipir tidak terlalu agresif dalam mengembangkan bisnisnya. Setelah berdiri pada April 2015, Kecipir mesti melakukan pendekatan intensif ke para pemilik pertanian untuk memastikan kualitas produknya serta keterjangkauan dari area konsumen. Saat ini, Kecipir bekerjasama dengan 12 pertanian, besar dan kecil.

Baru pada Juni 2015, Kecipir berani meluncurkan website-nya. Kecipir lalu meluncurkan aplikasi Android pada Oktober 2015 dan iOS pada Maret 2016. Pengunduh aplikasi mobile baru berkisar ratusan.

Agar lebih cepat populer, Kecipir memakai fasilitas Google Bisnisku. Dus, setiap ada yang menulis kata Kecipir di Google, profil Kecipir akan terpampang di sisi kiri laman mesin pencarian ini. Selain itu, lewat Google Adwords, Kecipir berhasil mendapatkan tambahan 50 unduhan aplikasi dengan biaya murah.

Kecipir juga menyebar brosur lewat para host. Kepada konsumen, Kecipir juga menawarkan untuk menjadi Host. Syaratnya gampang, yakni asal memiliki tempat penampungan sementara agar konsumen dapat mengambilnya.

Tempat ini harus  bersih dan punya sirkulasi yang baik agar sayuran tak cepat busuk. “Keuntungan menjadi host, dapat komisi 10% dari total order dengan duduk manis,” kata Tantyo. Belum lagi, ada promo-promo khusus untuk host.

Pada semester pertama 2016, Kecipir berambisi untuk bisa melayani seluruh Jadebotabek. Selanjutnya pada semester kedua, Kecipir akan melebarkan sayapnya ke dua kota baru, yakni Surabaya dan Bandung.

Untuk mengimbangi rencana ekspansi itu, Kecipir juga akan mendorong pertanian organik agar pasokan terjamin. Rencananya, pada semester dua juga, Kecipir akan memulai farmfunding platform, yakni platform pendanaan massal (crowdfunding) untuk pertanian organik.

Misalnya, untuk membuka lahan 1 ha diperlukan dana Rp 30 juta. Kecipir akan menawarkan kepada konsumennya untuk menjadi investor, misalnya Rp 500.000-Rp 1,5 juta per orang. Sebagai gantinya, investor mendapat sayuran segar 300 kg per bulan atau keuntungan 80%. “Kami harus balancing distribusi dengan produksi,” ujar Tantyo.

Sebagai bocoran, modal untuk memulai Kecipir kurang dari Rp 1 miliar. Tantyo tak berharap dana ini segera kembali. Sebaliknya, ia memperkirakan kebutuhan dana akan terus bertambah seiring dengan usaha yang terus berkembang.

Siap untuk ikut mendorong pertanian organik lokal?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×