kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Lewat sepatu, mantan pengamen ini wujudkan mimpi jadi pengusaha


Minggu, 09 September 2018 / 05:00 WIB
Lewat sepatu, mantan pengamen ini wujudkan mimpi jadi pengusaha


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Mimpi untuk membuka lapangan kerja dan kecintaannya pada sepatu, membawa Gally Rangga menuju gerbang kesuksesan. Bahkan, mantan pengamen ini sudah menjelma menjadi pengusaha sepatu beromzet ratusan juta.

Tahun 2016 lalu, laki-laki asal Poso, Sulawesi Tengah ini menjajal peruntungannya berbisnis sneaker berbahan kulit yang dinamai Exodos. Lantaran belum percaya diri, dia masih membatasi produksinya selama setahun. "Selama setahun saya mencari karakter dan mengembangkan model yang sesuai dengan keinginan saya," kenangnya.  

Seiring penyempurnaan produk, Rangga pun mempromosikan Exodus melalui media sosial yang sekaligus menjadi langkahnya untuk branding. Alhasil, saat peluncuran sepatu secara masif pada Agustus 2017, konsumen pun langsung memburunya. Bahkan, hingga sekarang. "Saya sampai kewalahan memenuhi permintaan," jelasnya.

Untuk produksi sepatu, Rangga dibantu 30 karyawan. Total produksinya mencapai 500 pasang sepatu per bulan.  

Hingga saat ini, proses produksi masih secara manual (handmade). Untuk bahan bakunya, anak kedua dari tiga bersaudara ini memilih menggunakan kulit sapi asli yang diambil dari daerah sekitar.

Menyasar kalangan menengah, harga jual Exodus mulai Rp 300.000 sampai Rp 1 juta per pasang. Sayang, dia enggan menyebutkan keuntungan bersih yang masuk kekantong saban bulannya.

Untuk penjualannya, Rangga menggunakan media online agar bisa dijangkau konsumen dari berbagai daerah. Hasilnya, sepatu-sepatu miliknya tidak hanya diterbangkan ke tempat konsumen di dalam negeri tapi juga luar negeri seperti Swiss, Kanada, Amerika, Jepang, Jerman, dan lainnya.

Selain itu, dia juga melakukan penjualan offline melalui gerainya yang berada di Bandung, Jakarta, dan Palu. Namun, porsi penjualan paling tinggi disumbangkan dari gerai online.

Meski sudah kondang dan jadi buruan konsumen tidak membuat Gally besar kepala. Dia tetap melakukan edukasi dan promosi untuk membentuk brand awarness Exodos makin kuat.    

Merantau ke Bandung setelah kerusuhan di Poso 

HIdup di jalanan sejak remaja, membuat Gally Rangga melihat dan merasakan langsung bahwa hidup tak semudah yang dibayangkan. Dari situlah, ia ingin menjadi orang yang cerdas agar bisa bertahan dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.  

Rangga datang ke Bandung sebagai seorang perantau. Ia berasal dari Poso, Sulawesi Tengah. Kerusuhan yang terjadi di Poso-lah yang memaksanya merantau ke Pulau Jawa.  

Selama di kota kembang, dia tinggal bersama saudaranya. Namun, Rangga tetap ingin punya uang sendiri. Oleh karena itu, sembari menyelesaikan sekolahnya, ia kerap mengamen atau  menjadi juru parkir untuk mendapatkan penghasilan.

Mempunyai banyak teman dan gemar berdiskusi tentang seni dan kerajinan, membuka pikiran Rangga untuk terjun ke dunia usaha. Ia ingin mendapatkan hidup lebih layak. Selain itu, pria 36 tahun ini juga ingin menjadi contoh teman-teman jalanan lainnya. "Sehingga obrolan kami tentang produk tak sekedar dimulut, tapi ada bukti nyata," tuturnya.

Lantaran menyukai sepatu, dia pun belajar tentang desain dan pola sepatu. Rangga mempelajarinya secara otodidak melalui internet.

Sejatinya, Exodus adalah bisnis sepatu kedua milik Rangga. Sebelumnya, pada 2011, bersama temannya, ia  membuka usaha sepatu boots dengan merek Wayout.

"Iseng-iseng diunggah di media sosial ternyata ada yang beli, jadi jalan terus," cetus Rangga. Saat itu, mereka berdua memulai bisnis sepatu dengan modal Rp 2 juta.

Merintis Exodus, Rangga merogoh modal lebih besar. Ia memakai uang tabungannya sebesar Rp 5 juta. Uang sebesar itu dipakai untuk membayar tiga perajin. Sementara, bahan kulit dia ambil dari temannya dengan sistem pembayaran tunda.

Sayang, produksi sepatu pertamanya belum berhasil. Tak sesuai bayangan, produksi pertama jauh dari sempurna. "Detilnya belum dapat, saya jadi kurang percaya diri," kenangnya.

Rangga pun memutuskan melakukan pengembangan dan penyempurnaan produk selama setahun. Namun, usahanya tak sia-sia. Usai pengembangan dan penyempurnaan itu, sepatu-sepatu berlabel Exodus meledak di pasar.

Orang tuanya menjadi sosok penyemangat setiap langkahnya. Selain itu tekad untuk mendapatkan kehidupan lebih baik sebagai perantauan di kota kembang, menjadi motivasinya.       

Enggan pakai pabrik untuk buka banyak lapangan kerja

Berhasil mewujudkan impiannya membuka usaha sendiri, Gally Rangga melupakan teman-temannya yang masih ada di jalanan. Sampai sekarang, laki-laki berusia 35 tahun ini masih sering bergaul dan menularkan kemampuannya menjalankan usaha kepada teman-temannya.

"Saya bisa memberikan bukti nyata lewat Exodos dan berharap dapat memberi dorongan dan inspirasi untuk teman-teman lainnya," tuturnya.

Meski begitu, Rangga sejatinya masih pusing soal kapasitas produksi. Pasalnya, sampai sekarang dia hanya mampu memenuhi setengah dari total permintaan pasar.

Bahkan, dia terpaksa menolak pinangan dari berbagai sejumlah gerai yang ingin memajang koleksi sneakers Exodus. Sebab, produskinya masih terbatas.

Sejauh ini, Rangga masih andalkan proses handmade dengan mesin sederhana.Pria asal Poso ini juga masih enggan menggunakan jasa pabrik untuk mendongkrak produksinya, supaya bisa membuka lapangan kerja sebesar-besarnya. "Kalau saya pakai pabrik artinya saya memberi pekerjaan untuk orang yang sudah bekerja," tegasnya.

Satu yang masih mengganjal bagi Rangga adalah soal modal untuk pengembangan skala usaha. Pasalnya, tidak ada satu pun pihak bank yang mau memberikan pinjaman dalam jumlah besar. Rangga tak punya surat berharga sebagai jaminan pinjaman. Dia pun bertahan hanya dengan memutar hasil penjualan saban bulannya.

Ketatnya persaingan yang tengah terjadi tidak membuatnya khawatir. Dia memanfaatkan kondisi ini sebagai motivasi untuk penyempurnaan dan pengembangan desain serta detil produk.

Sejak tahun lalu, Rangga mulai mengembangkan gaya Exodos dengan menambahkan material kain tenun pada koleksinya. Dengan begitu, akan menambah keunikan sekaligus menjadi identitas khas indonesia.  
Urusan ide desain di dapatkan dari riset melalui media internet, obrolan bersama teman-teman sampai saat merenung di kala seorang diri.

Lewat produk-produk alas kaki miliknya, Rangga berharap produk dalam negeri dapat diakui dan diterima oleh pasar dalam dan luar negeri. "Saya berharap ini bisa menjadi local movement," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×