kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lika-liku karier si masinis MRT Jakarta


Minggu, 01 Januari 2017 / 00:37 WIB
Lika-liku karier si masinis MRT Jakarta


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Yudho Winarto

PADA 14 Oktober 2016, PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta memilih William Sabandar sebagai Direktur Utama menggantikan Dono Boestami, Direktur Utama MRT Jakarta, sebelumnya. Tugas berat menanti pria kelahiran Makassar, 4 November 1966 ini lantaran harus menuntaskan konstruksi proyek yang diperkirakan rampung tahun 2019 tersebut.

Pengalaman panjang pria berdarah Ambon dan Toraja dalam bidang birokrasi dan terlibat dalam berbagai program pemerintah menjadi nilai lebih. Alhasil, ia dinilai layak menjadi bos perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta.

Selain pengalaman, disiplin ilmu yang dimiliki pria yang disapa Willy ini cukup mumpuni karena menempuh pendidikan hingga menyabet gelar doktor baik dari perguruan tinggi lokal dan luar negeri.

Saat berbincang dengan KONTAN, Rabu (21/12) lalu, Sarjana Teknik Sipil Universitas Hasanuddin ini menyebut bahwa pengalamannya sebagian besar pada program atau pekerjaan pemerintah yang sifatnya darurat atau berada dalam situasi krisis untuk segera diselamatkan. "Makanya, bila kondisi MRT saat ini dikatakan krisis, saya adalah orang yang tepat," katanya.

Willy mengawali kariernya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Pekerjaan Umum tahun 1991 atau setelah lulus kuliah. Saat itu, ia bertugas untuk melakukan perencanaan dan pengawasan jalan nasional dan provinsi di Maluku selama enam tahun.

Meskipun sejalan dengan latar belakang pendidikannya, tapi bekerja di tempat yang sama dalam waktu yang cukup lama membuatnya tidak kerasan dan ingin menjajal hal yang baru. Kebetulan, Willy juga berambisi untuk sekolah lagi ke jenjang magister melalui beasiswa.

Nasib baik pun berhasil diperolehnya karena tahun 1997, ia diterima di University of New South Wales, Australia untuk mengambil jurusan ilmu transport engineer. Dua tahun fokus pada pendidikannya, laki-laki berkacamata ini memutuskan kembali ke Indonesia.

Sayangnya, ia disambut dengan kondisi politik Indonesia yang tidak stabil di tahun 1999. Itu pula yang membuatnya berniat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Gayung bersambut. Tahun 2001, ia mendapatkan beasiswa Doctor of Philosophy (PhD) di University of Canterbury, Selandia Baru untuk bidang Geografi.

Selesai mengenyam pendidikan di Selandia Baru tahun 2004, Willy masih belum berniat pulang kampung ke Indonesia. Ia betah berada di luar negeri untuk berpartisipasi pada konferensi yang diadakan di banyak negara. Saat itu, dia juga mendapatkan tawaran untuk menjadi seorang pengajar di salah satu kampus di Selandia Baru.

Hanya saja tawaran ini langsung ditolaknya. Pada saat yang bersamaan terjadi bencana gempa dan tsunami dahsyat yang melanda Aceh dan Nias di akhir tahun 2004. Ia pun memutuskan untuk pulang ke Indonesia untuk menyumbangkan tenaga, ilmu, dan pemikirannya untuk menolong korban bencana.

"Setelah saya pulang ke Indonesia saya diminta Pak Kuntoro (Mangkusubroto) untuk membantunya memimpin Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang dibentuk tahun 2005," ujarnya.

Sekadar informasi, Kuntoro ketika itu ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menjadi Kepala BRR Aceh-Nias. Tugas utamanya adalah mengembalikan kondisi Aceh dan Nias pasca gempa seperti sebelumnya.

Tidak berpikir panjang, Willy langsung menerima tawaran untuk duduk sebagai Ketua Tim Rekonstruksi Nias dan langsung terbang ke daerah tersebut untuk pemetaan wilayah, pengaturan konstruksi karena dana pembangunan sudah mulai dikucurkan.

Menurutnya, bukan hal mudah untuk mengembalikan suatu daerah yang hancur dengan masyarakat yang putus asa setelah terkena bencana alam. Ia bersama tim mencoba untuk mengembalikan semangat masyarakat setempat untuk bersama-sama melakukan pembangunan.

Tidak jarang pula Willy harus menginap di salah satu rumah warga hanya untuk mendapatkan kepercayaan dari mereka. Kerja keras Willy tak sia-sia.

Nias dalam waktu singkat dapat kembali hidup menjadi pulau yang lebih baik dengan membangun 600 kilometer (km) jalan baru, membangun 200 sekolah, klinik.

Penyaluran beasiswa pendidikan untuk masyarakat setempat juga dilakukan. Dianggap berhasil melakukan pembangunan, Willy mengundurkan diri dari posisi tersebut pada tahun 2009 untuk menjalankan tugas kemanusiaan berikutnya, yakni merekonstruksi Myanmar pasca gempa hebat tahun 2009.

Sejak April 2009, Willy direkrut Sekretariat ASEAN untuk menjadi Utusan Khusus Sekretaris Jenderal ASEAN dan diangkat menjadi Ketua Tim Recovery Pasca Gempa Myanmar. Tugas tersebut berakhir Juli 2010 dan Willy kembali ke Indonesia.

Pengalaman & uji nyali

Pada Agustus 2010, Willy kembali reuni dengan Kuntoro yang ketika itu menjabat dengan Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Kali ini, Willy kebagian tugas sebagai salah satu asisten Ketua UKP4 dalam bidang penyusunan program pembangunan.

Namun, tak sampai setahun kariernya di UKP4. Mei 2011, Sekretariat ASEAN kembali memanggilnya untuk didaulat menjadi Director of Corporate Affairs Sekretariat ASEAN. Namun, jabatan ini tak bertahan lama karena akhir tahun 2011, Willy mundur dari jabatan ini.

Februari 2012, Willy kembali bekerja untuk UKP4, namun kali ini menjadi Deputi Operasional Badan Pengelola Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Lahan atau REDD+. Badan khusus ini ditugaskan untuk mengawal komitmen Indonesia untuk menurunkan kadar emisi karbon.

Tugas ini dilakoni Willy hingga Februari 2015. Pada Maret 2015, Willy merambah bidang energi dengan menjadi staf ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merangkap Ketua Satgas Nasional untuk percepatan pengembangan energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.

Tugas ini adalah jabatan terakhir Willy sebelum hengkang ke PT MRT Jakarta. Willy menyebut seringnya ia pindah kerja dari satu tempat ke tempat lain karena ingin memperkaya pengalaman sekaligus menguji nyali.

Menurutnya, tak semua pekerjaan yang diemban sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya, namun semua bisa dilakukan berkat adanya keinginan untuk maju dan berkembang. Makanya, ia bilang pasca ditunjuk menjadi bos PT MRT Jakarta, Willy tak punya waktu untuk bernafas panjang apalagi merayakan keberhasilannya mencapai puncak karier sebagai seorang profesional.

Lelaki berkepala plontos ini langsung bekerja dengan melakukan pembenahan dalam sisi operasional proyek pembangunan di lapangan. "Saya fokus dalam masalah pembebasan lahan karena itu salah satu masalah besar yang mempengaruhi pekerjaan kami di MRT," jelasnya.

Agar cepat selesai, ia mengklaim turun langsung ke wilayah yang dinyatakan sulit dalam pelepasan lahan. Tidak sungkan untuk melakukan dialog dengan warga, akhirnya ia mendapatkan yang diinginkan yaitu 101 bidang lahan sudah dapat dibebaskan.

Ia berharap 33 bidang lahan lainnya bisa selesai di pengujung tahun ini. Apabila tetap sulit untuk diselesaikan, perusahaan ini bakal mengubah sedikit desain pembangunan sehingga proyek tetap bisa berjalan.

Sebelumnya masalah tanah yang menjadi beban perusahaan sebanyak 134 bidang lahan. Sehingga, tahun depan pembangunan dapat dilakukan tanpa masalah yang sama. Maklum saja, pembebasan lahan ini merupakan masalah yang sudah lama yang sulit diselesaikan oleh pemimpin MRT Jakarta sebelumnya.

Khusus tahun 2017, selain terus menyelesaikan proses pembangunan, Willy mengaku akan melakukan percepatan dengan mulai membahas skema penyelenggaraan. Artinya, perusahaan mulai membicarakan tentang penentuan tarif yang akan diberlakukan, penunjukan operator, sampai dengan pengelolaan area dan bisnis stasiun.

Maklum saja, William ingin di area stasiun dapat dimanfaatkan menjadi pusat bisnis. Sehingga hal itu dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar.

Untuk pembangunan tahap pertama ini perusahaan mengajukan penambahan modal kerja sebesar Rp 2,5 triliun, yang saat ini statusnya belum diputuskan oleh Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Penambahan ini karena adanya perubahan desain, penguatan konstruksi terowongan untuk tahan gempa dan lainnya," jelasnya.

Sebelumnya, perusahaan tersebut mematok modal kerja yang dibutuhkan sebanyak Rp 14,2 triliun. Seluruh pengerjaan tahap pertama ini ditargetkan bakal selesai dan siap beroperasi pada Februari 2019. Ia menyebut dengan adanya MRT ini nantinya dapat mengurai kemacetan dan menata kota Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×