kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lokasi favorit berburu batik khas Pekalongan (1)


Kamis, 28 Maret 2013 / 09:55 WIB
Lokasi favorit berburu batik khas Pekalongan (1)
ILUSTRASI. Tumpukan petikemas menunggu untuk diangkut di pelabuhan Jakarta International Countainer Terminal (JICT) Tanjung Priok, Jakarta. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/02/03/2015


Sumber: Kontan 28/3/2013 | Editor: Havid Vebri

Pekalongan, Jawa Tengah identik sebagai kota batik. Konon, produksi batik di daerah ini sudah berlangsung sejak tahun 1800-an. Tak heran, bila Pekalongan sangat dikenal sebagai penghasil batik terbesar di Tanah Air.

Jika sewaktu-waktu kebetulan melintas atau singgah di kota ini,  Anda akan dengan mudah menemukan sentra ataupun toko batik. Hampir di setiap ruas jalan ada penjual batik.

Dari sekian banyak sentra batik di daerah ini, Kampung Batik Kauman merupakan yang terbesar. Kampung batik ini berada di pusat kota, tepatnya di seberang alun-alun Pekalongan. Dari Semarang, Anda bisa mencapai lokasi ini dengan waktu tempuh dua jam.

Ketika KONTAN menyambangi Kampung Batik Kauman pada Minggu (24/3), terlihat kesibukan para pedagang batik di tokonya masing-masing. Hampir setiap rumah di Kecamatan Kauman ini menekuni usaha pembuatan batik.

Selain produksi sendiri, mereka juga membuka kios yang menjajakan aneka batik hasil produksinya. Pengunjung juga nampak ramai menyambangi sentra ini. “Kauman menjadi sentra batik tertua di Pekalongan, bahkan di Indonesia,” ujar Fathur Rahman, pemilik Toko Batik Nulaba.

Ia bilang, sejak tahun 1950-an sudah ada beberapa perajin batik di Kauman. Namun, baru sekitar tahun 2007, Walikota Pekalongan meresmikan kecamatan ini sebagai Kampung Batik.

Saat ini, menurut Fathur, jumlah perajin batik di Kauman mencapai 50 rumah tangga. Kebanyakan merupakan industri rumahan. Fathur sendiri fokus memproduksi batik cap sejak tahun 1974.

Fathur memproduksi aneka produk batik, seperti kain, kemeja, celana, dan daster dengan merek Nulaba. Setiap potong batik buatannya dibanderol mulai Rp 50.000 hingga jutaan.

Dengan dibantu 60 karyawan, ia bisa memproduksi 250 kodi batik cap per hari. Dengan volume produksi sebanyak itu, ia mengaku bisa meraup omzet Rp 1 miliar per tahun.

Beda lagi dengan Abdullah yang khusus memproduksi batik tulis. Ia memproduksi batik sesuai pesanan. Sekitar 90% omzetnya berasal dari orderan pelanggan. Selain kain, ia juga memproduksi batik tulis dalam bentuk gaun dan daster.

Pria yang akrab disapa Abdul ini membanderol karya batik tulisnya dengan harga Rp 500.000 - Rp 2 juta. Lantaran proses pembuatannya cukup lama, dalam sebulan ia hanya menerima maksimal 10 pesanan. “Omzet saya Rp 10 juta,” katanya.

Sejatinya, tidak semua pedagang menjual batik hasil produksi sendiri. Seperti dilakukan Hima Fatmawati, pemilik Toko Batik Fatma. Hima mengaku, menyerahkan proses produksi batik kepada pengrajin batik di daerah Warungasem.

Produknya pun beragam, mulai dari batik print, batik cap, hingga batik tulis. Aneka produk batik itu dibanderolnya dengan harga Rp 40.000 – Rp 1,5 juta per potong. Selain dipasarkan di toko, ia juga rutin memasok batik ke daerah-daerah lain. "Omzet saya Rp 40 juta per bulan," ucapnya.                   

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×