Reporter: Teddy Gumilar, Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi
Seperti saham, lukisan memiliki kelompok second liner. Lukisan lapis dua pun bisa menjadi pilihan investasi di tengah gejolak pasar yang tak menentu. Tapi dibutuhkan kesabaran lebih agar imbal hasil yang dipetik lebih tinggi dari investasi saham.
Sebuah lukisan tak hanya sedap dipandang mata. Mengoleksi lukisan juga bisa mendatangkan imbal hasil yang sangat tinggi, mulai dari 10% hingga 1.000% lebih. Syaratnya hanya satu: Anda harus supersabar dan jeli memilih instrumen investasi eksotis ini.
Gambaran imbal hasil investasi (yield) barang-barang seni termasuk lukisan, menurut Art Market Monitor, sudah mengalahkan investasi saham pada indeks Standard & Poors (S&P). Sepanjang tahun lalu indeks yang berisi 500 saham pilihan S&P 500 ini tumbuh 15,06%. Sementara, indeks harga barang seni Mei Moses All Art Index pada periode sama naik 16,6%.
Balai Lelang Christie’s juga pernah membuat riset yang menunjukkan tingkat imbal hasil investasi barang seni dalam kurun waktu 20 tahun terakhir hampir menyamai pertumbuhan indeks S&P. Tapi, Anda harus tahu, kenaikan harga barang seni ini tak bisa terjadi dalam waktu singkat. Apalagi, hanya lukisan yang harganya sudah tinggi yang bisa mendatangkan gain besar.
Aisul Yanto, kurator sekaligus pengoleksi lukisan, menganggap kadangkala harga lukisan bergerak seperti saham gorengan. Jadi harga bisa bergerak naik meski kualitasnya biasa-biasa saja. Tapi, biasanya lukisan seperti ini tidak tahan lama. “Bisa populer paling lama empat tahun hingga lima tahun, setelah itu si pelukis tidak bisa lagi menjual karyanya dengan harga tinggi,” kata Aisul.
Lain halnya dengan lukisan yang benar-benar berkualitas. Kurator dan pengamat seni rupa, Agus Dermawan T., mencontohkan lukisan karya Hendra Gunawan yang dikoleksi oleh taipan Ciputra. Menurut Agus, pada awal tahun 1980-an Ciputra membeli lukisan Hendra yang berukuran sekitar satu meter seharga Rp 700.000-an. ”Kini satu lukisan Hendra berkisar antara Rp 1 miliar–Rp 2 miliar. Bayangkan berapa keuntungannya kalau Ciputra memposisikan diri sebagai investor,” kata Agus. Sepengetahuan dia, sampai saat ini Ciputra hampir tidak pernah berlaku sebagai investor dengan menangguk untung dari penjualan koleksi lukisannya.
Minat orang Indonesia berinvestasi di lukisan mulai tumbuh sekitar tahun 1987. Agus menyebut periode itu sebagai booming lukisan Indonesia.
Saat itu orang berduit di Indonesia mulai menjadikan lukisan sebagai komoditas. “Mereka membeli lukisan dengan prediksi-prediksi ekonomi dalam jangka waktu tertentu harganya akan naik. Begitu harga naik, lukisan dijual,” kata Agus, yang juga konsultan balai lelang Christie’s Singapura ini.
Beberapa lukisan Indonesia yang telah mencetak gain tinggi ini adalah karya Hendra Gunawan, Affandi, Le Mayeur, Lee Man Fong, Widayat, Sudjojono, Jeihan, Nyoman Gunarsa, Antonio Blanco, I Nyoman Mas Riyadi, dan Putu Sutawijaya.
Masalahnya, lukisan yang bisa mendatangkan keuntungan tinggi tersebut sekarang mulai tak terjangkau lagi harganya. Ibarat saham blue chips, harga lukisan kelas atas itu terlalu mahal bagi pemain baru atau investor bermodal pas-pasan.
Berburu lukisan dengan harga terjangkau
Semakin terbatasnya peluang mendapatkan lukisan papan atas di pasaran mendorong investor dan kolektor mengalihkan pandangan ke lukisan second liner. Memang, tidak ada kesepakatan atau panduan karya pelukis mana yang termasuk kelompok lapis dua ini. Yang jelas, harga karya lukisan mereka masih bisa terjangkau, yakni di bawah Rp 25 jutaan.
Balai Lelang Sidharta mencoba memberikan alternatif lukisan second liner ini. Mereka menawarkan sekitar 128 unit lukisan dengan perkiraan harga Rp 1 juta–Rp 22,5 juta. Lukisan ini akan dilelang di Jakarta pada akhir pekan ini.
Amir Sidharta, pengelola Balai Lelang Sidharta, berharap para pembeli dalam lelang tersebut tidak terlalu terpatok pada nilai investasinya saja. Tapi bisa melihat dan mengapresiasi hasil karya dari pelukis muda berbakat di Tanah Air.
Beberapa karya pelukis muda yang bakal dilelang adalah Five Farmers lot 95 karya Joko Herli Wibowo. Karya pelukis berusia 30 tahun ini ditawarkan seharga Rp 10 juta–Rp 15 juta. Ada juga lukisan berjudul Pround Rooster (white) di lot 59 karya Wenas Heriyanto. Harga karya pelukis berusia 26 tahun ini lumayan fantastis bagi pemula: Rp 10 juta–Rp 15 juta.
Simon Tan Kian Bing, kolektor lukisan yang juga Direktur WOM Finance, mengaku lebih senang mengoleksi karya pelukis baru. Alasannya, dia masih bisa mendapatkan lukisan berkualitas dengan harga murah. Harga koleksi lukisan yang dibelinya bervariasi, yaitu berkisar Rp 1 juta hingga Rp 5 juta. “Dari dulu saya suka yang contemporary art,” katanya.
Meski begitu, Simon tetap memperhatikan siapa pelukisnya. Kini, ia mengoleksi beberapa lukisan karya Handiwirman, yang berjudul Buruk dan Duduk Berdiri.
Namun, sampai saat ini, Simon belum berniat menjadikan beberapa koleksinya sejak tahun 1994 tersebut sebagai barang investasi untuk menangguk keuntungan. “Kalaupun ada yang membeli koleksi saya di atas harga beli dulu, itu hanya akibat,” dalih dia.
Deretan karya lukis yang paling digemari
Ada beberapa nama pelukis yang karyanya masih terjangkau saat ini. Aisul Yanto menyebut nama Otto Djaya dan Sudjono Abdullah termasuk dua pelukis yang sudah punya nama. Otto Djaya adalah adik dari pelukis Agus Djaya. Ia pernah mengadakan pameran di Monte Carlo dan Sao Paolo, Brasil.
Adapun karya lukisan Sudjono Abdullah banyak beredar di Inggris. Maklum, dia memang menjalin kerja sama dengan orang Inggris.
Amir Sidharta pun menilai lukisan karya Otto Djaya dan Sudjono Abdullah paling banyak digemari para kolektor. “Selain itu track record di lelang-lelang sebelumnya, harga lukisan mereka menunjukkan kenaikan,” kata Amir.
Dalam lelang akhir pekan ini Sidharta Auctioneer menawarkan lukisan kanvas ukuran 50 cm x 62 cm karya Otto Djaya. Lukisan menggunakan cat minyak ini berjudul Praise and Prayer. Taksirannya, harga lukisan ini Rp 4 juta–Rp 6 juta.
Adapun karya Sudjono Abdullah berjudul Landscape di atas kanvas berukuran 85 cm x 160 cm. Lukisan tersebut akan ditawarkan pada kisaran harga Rp 12 juta–Rp 18 juta.
Amir memprediksi lukisan yang bakal banyak diminati calon pembeli adalah karya Joko Sun, Wenas, dan Erica. Beberapa lukisan Joko Sun adalah Siap Pentas di lot 013, dengan harga pembukaan berkisar Rp 4 juta hingga Rp 6 juta. Ada pula lukisan bertajuk Gosip di lot 22 seharga Rp 3,5 juta–Rp 5,25 juta, dan lukisan bertajuk Bersama Membangun di lot 074 dengan harga yang sama.
Wenas akan menampilkan beberapa karya lukisannya, seperti Happy Family di lot 109 seharga Rp 3 juta–Rp 4 juta, lukisan berjudul Red Rooster di lot 110, dan Tiga Biri Biri di lot 122 dengan harga Rp 6 juta–Rp 9 juta.
Akan halnya harga penawaran lukisan berjudul Kasih Sayang di lot 124 adalah Rp 10 juta–Rp 15 juta. Lot penutup, Erica Hestu Wahyuni dengan karya Our Sweet in Harvest Time dari akrilik di atas kanvas dihargai antara Rp 15 juta–Rp 22,5 juta.
Amir mengingatkan, yang terpenting adalah pembeli harus menyukai karya seni ini untuk dinikmati. “Kalau sudah bosan tinggal jual lagi. Pasar lukisan cukup likuid,” kata dia.
Anda berminat menguji kesabaran untuk meraup gain?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News