kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Malt siap ramaikan industri kuliner tanah air


Jumat, 05 Oktober 2018 / 17:17 WIB
Malt siap ramaikan industri kuliner tanah air
ILUSTRASI. Malttime, bahan baku makanan dan minuman produksi PT Jebsen & Jessen Ingredients


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Pameran Food Ingredients (Fi) Asia 2018 yang dihelat di Indonesia kali ini membawa tren baru bagi dunia industri makanan dan minuman tanah air. Berdasarkan pengamatan KONTAN, salah satu inovasi bahan makanan yang banyak ditawarkan adalah bubuk malt (malt powder).

Presiden Direktur PT Jebsen & Jessen Ingredients Indonesia (JJII), Soenke Gloede memprediksi minuman dan makanan berbahan dasar malt akan jadi tren di Indonesia. Namun, sejatinya, malt sudah masuk ke Indonesia sejak lama.

Hal tersebut terlihat dari beberapa produk biskuit dan minuman mengandung malt yang telah lama ada di pasar Indonesia. Sebut saja, produk makanan seperti Malkis dan beberapa produk minuman sereal dan minuman susu cokelat yang ternyata juga mengandung malt.

Melihat pasar malt kian menjanjikan, JJII pun meluncurkan 3 varian produk Malttime, yakni malted chocolate powder, malted milk powder, dan malt crunch. Soenke menjelaskan, produk Malttime tersebut bakal menyasar bisnis hotel, restoran dan kafe (horeka).

"Pasar malt di pasar Asia Tenggara, khususnya di Indonesia sangat menjanjikan. Sebelum di Indonesia, kami sudah meluncurkan produk ini lebih dulu di Thailand. Dan produk malt sendiri di Malaysia, sekarang sudah jadi tren di sana," katanya.

Produk Malttime milik JJII dijual dalam kemasan 1 kilogram (kg). Karena menyasar bisnis Horeka, tentu ada minimal pembelian untuk produk tersebut. Rencananya, Malttime kemasan 1 kg tersebut akan dijual dengan harga sekitar Rp 75.000-Rp 85.000.  

Penggunaan malt ini bermacam-macam, bisa untuk minuman, dicampur susu, teh, maupun kopi. Bisa untuk dessert, berupa puding, ice cream atau smoothies. Juga untuk kue. "Horeka bisa kembangkan kreativitas dengan malt ini," tuturnya.

Penggunaan malt ini rupanya sudah dijajal oleh First Love, salah satu gerai dessert and bakery shopOffice Manager First Love Agnes  Felicia mengatakan, pihak First Love telah melakukan percobaan, mencampurkan malt pada adonan produk First Love. Hasilnya, malt  makin memperkaya rasa dessert First Love. "Malt ini punya aroma yang cukup kuat, jadi wangi," jelas Agnes.

Pihak First Love hanya membutuhkan waktu sekitar tiga minggu untuk melakukan percobaan dengan bahan baku malt. Agnes mengatakan aplikasi malt juga mudah, tidak perlu perlakuan khusus. Ia menambahkan malt pada produk mille crepe.  Namun, untuk mendapatkan hasil mille crepe malt yang enak, takarannya juga harus disesuaikan.

"Kami sendiri cukup kaget juga, ternyata malt bisa digunakan untuk mille crepe dan hasilnya jadi unik. Rencananya produk mille crepe malt akan diluncurkan First Love sekitar bulan November, disiapkan untuk season Natal," tandasnya.

Dengan inovasi, industri makanan dan minuman bisa tumbuh 10%

Geliat industri makanan dan minuman di tanah air nampaknya makin menggairahkan. Di sektor mikro, hal tersebut terbukti dari aneka bisnis kuliner yang terus bermunculan. Sejumlah inovasi produk makanan maupun minuman dalam kemasan juga banyak bermunculan sejak tiga tahun belakangan.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman mengatakan industri makanan dan minuman di Indonesia semakin tumbuh. "Kami memproyeksikan industri makanan dan minuman bisa tumbuh lebih dari 10% pada tahun 2018 ini," tandasnya saat ditemui KONTAN pada Food Ingredients (Fi) Asia 2018 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (3/10).

Potensi ini bakal terus menjanjikan jika para pelaku usaha terus meningkatkan inovasi serta keamanan produk. Sebab, konsumen Indonesia saat ini makin mencari produk inovatif yang menghadirkan cita rasa lokal.

Senada, Rungphech Chitanuwat, Group Director ASEAN, UBM Asia (Thailand) Co. Ltd juga mengatakan pertumbuhan industri makanan dan minuman di negara-negara Asia Tenggara kian menjanjikan. "Secara global, industri makanan dan minuman di Asia Tenggara kemungkinan bisa tumbuh antara 12%-15 % di tahun ini. Saya lihat potensinya besar, pasarnya juga makin terbuka lebar, terutama pasar Indonesia," jelasnya.

Oleh karena itu, para pelaku usaha tentu harus didukung dengan sumber bahan baku yang memadai serta penelitian atau riset. Adhi menambahkan, bahan baku yang berkualitas memiliki peran yang penting dalam industri makanan dan minuman. Lewat adanya penelitian dan pengembangan yang tepat, bahan baku yang dihasilkan tersebut dapat menginspirasi para profesional untuk meningkatkan kreativitas sehingga mampu menghasilkan produk yang inovatif.

"Inovasi produk yang bisa memberikan manfaat besar bagi konsumen, tentu bakal memberikan peluang besar juga bagi perusahaan manapun untuk memperkuat posisinya dalam industri makanan dan minuman. Inovasi juga penting untuk mendukung pelaku usaha dalam menerapkan industri 4.0," ungkap Adhi.

Fi Asia 2018 yang diselenggarakan 3-5 Oktober 2018 di Jiexpo Kemayoran, menghadirkan lebih dari 750 peserta dan 20.000 pembeli dari 60 negara. Pengunjung juga dapat mengikuti sekitar 60 seminar dan diskusi teknis yang membahas topik-topik menarik seputar masa depan industri makanan, sertifikasi halal di Indonesia, dan info terbaru terkait pasar makanan dan minuman.

Peserta Fi Asia 2018 juga menghadirkan beragam inovasi produk roti, powder minuman, makanan olahan susu, produk susu, makanan siap saji, makanan vegetarian, suplemen makanan dan es krim, produk sereal, pewarna, perisa, pengemulsi, pemanis, vitamin, dan masih banyak lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×