kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Markus, anak tukang gado-gado yang juragan pabrik


Jumat, 21 September 2012 / 15:25 WIB
Markus, anak tukang gado-gado yang juragan pabrik
ILUSTRASI. Daftar harga mobil bekas Toyota Avanza Veloz tahun muda yang murah per Juli 2021


Reporter: J. Ani Kristanti, Fransiska Firlana, Sofyan Nur Hidayat | Editor: Tri Adi

Kemauan untuk belajar dan total memanfaatkan kesempatan menjadi kunci kesuksesan Markus Maturo dalam menjalankan bisnis. Mengawali karier dari nol sebagai seorang salesman, kini Markus telah menjadi juragan enam pabrik.

Mengalir bak air di sungai. Itu gambaran perjalanan karier Markus Maturo, pemilik Adyawinsa Group. Meski tidak pernah bermimpi menjadi pengusaha, ternyata, saat ini dia sukses berbisnis dengan memiliki sedikitnya enam pabrik.

Lewat bendera Adyawinsa Group, Markus mengelola usaha di bidang otomotif dan nonotomotif. Di bidang otomotif, dia memiliki empat pabrik, yakni dua pabrik stamping bernama PT Adyawinsa Dinamika Karawang dan PT Adyawinsa Stamping Industries, satu pabrik pengolahan plastik bernama PT Adyawinsa Plastic Industries Karawang, dan satu pabrik interior mobil Adyawinsa New World Autoliner yang beroperasi di Thailand.

Di luar otomotif, Markus memiliki dua pabrik. Satu pabrik bergerak di bidang telekomunikasi bernama PT Adyawinsa Telecommunication & Electrical dan satu pabrik di bidang solar panel bernama PT Adyawinsa Electrica & Power.

Sedikitnya, ada 65 perusahaan yang sudah bermitra dengan Adyawinsa Group. Antara lain Suzuki, Daihatsu, General Motor Indonesia, Mitsubishi, Toyota, Meiwa Indonesia, Sharp, Philips,Toshiba, Panasonic, Telkom Indonesia, Spinner, Indosat, Ericsson, Huawei, dan SCS Agit.

Melihat luasnya bidang usaha Adyawinsa Group, mungkin Anda mengira ini kelompok usaha milik keluarga konglomerat. Salah. Adyawinsa Group bukan warisan keluarga. Markus sendiri yang membangun grup usaha ini dari nol. Selulus dari Akademi Teknik Mesin Indonesia (ATMI) Solo, Jawa Tengah, pada 1991, dia bekerja sebagai kepala proyek di perusahaan konstruksi. “Orang tua mau membiayai saya kalau saya kuliah di ATMI,” kata anak penjual gado-gado ini.

Markus hanya bekerja di Solo selama enam bulan. Sebab, ia diminta untuk bergabung di perusahaan sang kakak bernama PT Enceha Pacific yang saat itu bergerak di bidang perdagangan epoxy tooling. “Saya jadi tenaga penjual,” kenangnya.

Selama menjadi salesman, Markus sering berinteraksi dengan perusahaan komponen otomotif. Hingga pada suatu hari, dia bertandang ke satu pelanggan: Inoac Indonesia, perusahaan yang memproduksi jok dan interior mobil. “Engineer Inoac sedang pusing saat itu karena komponen stay headrest pesanan Toyota banyak yang direjek,” tutur suami dari Ariyanti Koswara ini.

Inoac pun menawari Markus memproduksi komponen tersebut. Karena merasa tidak memiliki peralatan produksi, ia menanyakan alamat pemasok stay headrest yang ada di Tangerang dan Cibubur. “Saya pun membeli 10 biji di Cibubur,” kenang lelaki kelahiran Kroya, Jawa Tengah, 2 Maret 1970 ini.


Hanya mengamplas

Komponen yang Markus beli memang seret ketika dimasukkan ke stoper. Dia pun berinisiatif untuk mengampelasnya. “Mereka puas. Order pun ditambah menjadi 100 biji. Saya masih ampelas sendiri. Hingga akhirnya, mereka pre-order hingga 1.000 biji,” katanya. Markus lantas merekrut pengangguran di sekeliling rumahnya. Sembari memenuhi order, dia tetap bekerja di perusahaan sang kakak.

Ketika order meningkat hingga 10.000 biji, mau tidak mau, Markus harus meningkatkan produksi. Tahun 1994, bermodal Rp 25,7 juta, dia membeli beberapa mesin pres dan mesin bubut. “Karena sudah ada karyawan, saya keluar dari pekerjaan sebagai sales,” kata Markus yang memulai usahanya di garasi berukuran 120 meter persegi (m²) milik sang kakak.

Tahun 1995, Mitsubishi memesan beberapa komponen untuk mobil keluaran baru mereka, yaitu Mitsubishi Kuda. “Awalnya mereka ragu dengan lokasi usaha saya yang dekat pemukiman warga. Mereka minta saya pindah ke kawasan industri,” katanya.

Mitsubishi pun memberikan order dan uang muka yang oleh Markus dipakai untuk membeli lahan seluas 1.400 m² di Jababeka. “Proses pembangunan pabrik butuh waktu 18 bulan. Selama itu, saya tetap produksi di garasi,” katanya. Tahun 1996, orderan datang lagi dari General Motor yang akan meluncurkan Opel Blazer, mereka meminta dibuatkan cover engine.

Usaha Markus terus berkembang, komponen otomotif yang dia produksi pun semakin banyak. Hingga, akhirnya, dia mendapatkan order dari Philips untuk memproduksi komponen rumah lampu (armatur). “Mesin yang kami miliki itu bersifat universal. Bisa untuk komponen otomotif maupun non otomotif,” jelasnya.

Bisnis Markus makin luas. Dia juga merambah dunia telekomunikasi dengan memasok komponen base transceiver station (BTS).

Seiring berkembangnya jenis produk dan meningkatnya pesanan, sampai sekarang Markus terus menambah pabrik. “Sejak tahun 2007, dalam setahun, minimal ada penambahan satu pabrik,” tuturnya. Tahun ini, dia akan menambah satu pabrik dan tahun depan akan menambah dua pabrik lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×