kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Masih ada peluang di bisnis pempek


Minggu, 06 Januari 2019 / 06:45 WIB
Masih ada peluang di bisnis pempek


Reporter: Elisabeth Adventa, Sugeng Adji Soenarso, Tri Sulistiowati, Venny Suryanto | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pempek menjadi salah satu makanan tradisional yang masih banyak penggemarnya, selain bakso atau batagor. Malah, hingga kini pedagang makanan yang terbuat dari adonan ikan dan tepung tersebut masih bisa ditemui. Baik itu lewat pedagang keliling atau yang ada di kedai makanan bahkan di pusat perbelanjaan. 

Ini tidak terlepas dari rasa pempek yang khas. Makanan asal Palembang tersebut sudah sanggup membetot lidah sebagian orang, tidak cuma yang berasal dari Palembang saja, tapi juga di daerah-daerah lain termasuk juga di sekitar Jabodetabek.
 
Tak heran bila pebisnis pempek tetap eksis hingga kini. Malah sampai ada yang menawarkan program kemitraan segala. Nah, setahun yang lalu, KONTAN sempat menyajikan review terkait kemitraan usaha tersebut. Seperti apa perkembangan program kemitraan dari gerai makanan pempek tersebut, berikut ulasan singkatnya.  
 
Pempek Ferina
 
Usaha kuliner di bawah naungan bendera Farina Group ini nampak berkembang positif  ditengah-tengah ketatnya persaingan bisnis kuliner saat ini. Pasalnya sepanjang 2018 ini, mereka kedatangan empat mitra baru dan menambah gerai cabang mitra lama serta milik pribadi. 
 
Adapun total gerai yang dibuka saat ini ada 37 unit dengan pembagian 31 milik pusat dan enam lainnya milik mitra. Lokasinya menyebar di sejumlah daerah seperti Surabaya, Sidoarjo, Bali, Kediri, Madiun, dan Malang hingga Makassar. 
 
Sebelumnya, saat di ulas KONTAN tahun lalu, total gerai yang beroperasi ada sekitar 26 unit dengan pembagian 24 gerai milik sendiri dan dua sisanya milik mitra. "Potensi usaha pempek masih bagus untuk tahun-tahun kedepan ini dapat dilihat dari adanya mitra baru yang bergabung," kata Billy Firmansyah, pemilik Pempek Farina kepada KONTAN. 
 
Setahun berlalu, Billy enggan mengerek nilai investasi kemitraan yang sebesar Rp 315 juta. Fasilitas yang didapatkan mitra  dari nilai investasi tersebut adalah penggunaan merek usaha, perlengkapan masak lengkap, bahan baku awal, pelatihan, branding, dan lainnya. 
 
Untuk mempertahankan loyalitas konsumen, pertengahan tahun ini Billy meluncurkan menu anyar yaitu pempek penyet. 
 
Dia mengaku menu ini disesuaikan dengan makanan kesukaan masyarakat Jawa Timur. Sehingga untuk sementara, menu baru tersebut baru ada di gerai Pempek Farina yang ada di wilayah Jawa Timur. "Wilayah lain  dimungkinkan untuk membuat menu pempek sesuai dengan menu kesukaan masing-masing daerah," jelasnya. 
 
Harga bahan baku yang terus melambung membuatnya terpaksa menaikkan harga jual sekitar Rp 1.000 sampai Rp 2.000 menjadi Rp 10.000 sampai Rp 25.000 per porsi. Kenaikan ini sudah dilakukannya sejak empat bulan lalu. 
 
Optimistis bisnisnya dapat terus berkembang, Billy memasang target membuka 48 gerai baru sampai pertengahan tahun 2019. Kini, dia pun getol menambah tim pemasaran untuk mencapai target tersebut. 
 
Malah, Billy saat ini juga tengah disibukkan dengan label pempek barunya yaitu Pempek Bujang Tuo. Meski masih baru, produk yang menyasar konsumen kalangan menengah ke bawah ini sudah mempunyai empat mitra. 

Pempek Mini Peni 

 
Manajemen Pempek Mini Peni justru mengalami kondisi yang berbeda dengan Pempek Farina. Meski Pempek Farina sudah mengerek harga dan bukan menjadi persoalan, justru yang sebaliknya terjadi di Mini Peni.
 
Akibat lonjakan harga bahan baku ikan dan persoalan penyimpanan bahan baku ikan para mitra, Pempek Mini Peni terpaksa tidak bisa melakukan ekspansi gerai. Dari hambatan bisnis tersebut, ada satu mitra bisnis Mini Peni yang terpaksa  tutup. Alhasil sampai saat ini jumlah mitra Pempek Mini Peni tinggal tersisa empat mitra saja.
 
Randhi Alghiffari, pemilik  Pempek Mini Peni akhirnya membuat keputusan untuk menahan penawaran kemitraan Pempek Mini Peni. "Kami stop dulu sejak empat bulan lalu," ujarnya ke KONTAN.
 
Apalagi ia menawarkan paket kemitraan Pempek Mini Peni cuma senilai Rp 2 juta saja. Nah, jika mitra sampai harus membawa lemari pendingin untuk membawa bahan baku pempek tentu menjadi repot, sebab kebanyakan mitra Pempek Mini Peni ada di pelataran halaman minimarket modern. 
 
Persoalan lainnya adalah kalau bahan baku pempek tersebut tidak laku, maka tidak bisa dijual lagi pada besok harinya. "Sedangkan untuk dipajang di etalase, pempek harus sudah direbus sehingga jika tidak terjual, tidak dapat dijual kembali besok harinya," tuturnya.
 
Oleh sebab itu, selama penutupan tawaran kemitraannya dirinya belajar untuk bisa lebih meningkatkan sistem kemitraan yang ditawarkan. Rencananya, pada awal tahun nanti, dirinya akan membuka kembali kemitraan Pempek Mini Peni.
 
Adapun nanti paket investasi yang ditawarkan bakal berubah. Untuk sementara ia belum bisa memberikan informasi kenaikan paket investasi itu. Yang jelas di model investasi terbaru tesebut mitra akan mendapatkan booth ukuran 2 m x 1 m yang memungkinkan mitra bisa menempatkan lemari pendingin dan membuat bahan baku pempek jadi terjaga kualitas produknya. 
 
Langkah lainnya adalah bakal menambah varian menu selain pempek yakni tekwan. Sebelumnya, Pempek Mini Peni baru mempunyai tiga jenis pempek mini seperti lenjer, adanan dan kulit. Serta satu pempek ukuran besar saja, yakni kapal selam. 

8 Ulu Cik Ning

 
Pelaku usaha kemitraan pempek lainnya adalah Imron Casidy asal Jakarta yang membesut brand Pempek 8 Ulu Cik Ning pada tahun 2010. Saat diulas KONTAN pada 2013, Pempek ini sudah memiliki 25 gerai yang tersebar di wilayah Jawa, Riau, dan Lombok.
 
Endang Yopie Yanty, Manajer Pemasaran Pempek 8 Ulu Cik Ning, mengatakan, pihaknya baru saja menutup tawaran kemitraan. "Kami tidak lagi menjalankan kemitraan, tapi gerai mitra lama tetap berjalan. Kami tetap kontrol dan memasok bahan pempek," jelasnya. 
 
Konsep kemitraan Pempek 8 Ulu Cik Ning juga berubah.  Memanfaatkan keberadaan gerai lama, Endang membuka kesempatan kepada UKM yang ingin menjajakan ragam produk dijual di gerai Pempek 8 Ulu Cik Ning dengan membayar biaya Rp 2,5 juta. "Misal mitra ingin menjual produk kerupuk lele, cukup membayar Rp 2,5 juta per produk selamanya bisa jualan di gerai kami," ucapnya.
 
Adanya perubahan konsep kemitraan ini dikarenakan Pempek 8 Ulu Cik Ning ingin lebih memberdayakan pelaku UKM. Pempek 8 Ulu Cik Ning pun tidak memungut biaya royalti, tapi sistem bagi hasil. 
 
Endang mencontohkan, ketika mitra membanderol produknya seharga Rp 17.000, pihaknya akan menjual seharga Rp 20.000. Laba sebesar Rp 2.000 akan dibagi ke pihak pusat dan mitra.  "Sementara Rp 1.000 untuk sedekah,” katanya. 
 
Produk yang ia terima adalah yang berasal dari air laut dan air tawar di negeri ini. Rupanya ia ada obsesi ingin mengenalkan produk makanan UKM ke pasar global.
 
Dengan konsep anyar ini, ia menargetkan dalam tiga tahun bisa memasarkan ragam produk tersebut hingga ke 50 gerai pempek.                   

Perhatikan lokasi usaha dan segmen pasar

 
Konsultan usaha dan pengamat waralaba Djoko Kurniawan, masih menilai positif kemitraan usaha gerai pempek tersebut. Tapi tetap harus ada syaratnya. Salah satunya adalah pengelola gerai harus bisa mengelola secara profesional. 
 
Dengan cara tersebut, tentu arah bisnis dari gerai makanan ala Palembang itu bisa berjalan sesuai rencana. "Jadi harus dikelola secara benar dan harus saling menghargai," katanya ke KONTAN.
 
Menurutnya, bila pihak pusat dan mitra saling berkomunikasi dengan baik, maka persoalan kendala yang dihadapi di bisnis tersebut, seperti bahan baku dan lainya bisa diatasi. Kalau ini sudah berjalan, maka program lainnya bakal berjalan dengan lancar.
 
Semisal program pemasaran dan promosi. Tapi ia mengingatkan, pebisnis dan mitra juga harus bisa menampilkan program pemasaran dan promosi yang menarik. Tujuannya adalah supaya bisa menarik konsumen lainnya, seperti generasi milineal.
 
Erwin Halim, pengamat usaha dari Proverb Consulting justru menitikberatkan ke program pemasaran tersebut. Sebab makanan tradisional tersebut memang sudah punya penggemarnya tersendiri. "Ini produk sudah lama dan tidak ada tren yang bisa membuatnya bisa booming," paparnya.
 
Karena itulah ia menyarankan para pebisnis gerai makanan ini harus memperhatikan lokasi usaha. Sebisa mungkin berada di lokasi yang strategis, seperti di tempat keramaian supaya bisa terlihat di keramaian. Langkah lainnya adalah dengan memperhatikan segmen pasar yang dituju. Supaya bisnis ini tetap berjalan.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×