Reporter: Elisabeth Adventa, Jane Aprilyani, Maizal Walfajri, Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Mi menjadi salah satu santapan populer di Indonesia. Buktinya, selalu ada citarasa mi yang khas dari setiap daerah. Inilah yang membuat potensi bisnis mi begitu besar. Sejumlah pelakunya menawarkan kemitraan.
Kali ini, KONTAN akan mengulas beberapa pelaku kemitraan usaha mi, seperti Bakmi Gang Kemurnian, Mie Cowboy dan Mie Ayam & Hot Plate Eddy Group. Bagaimana kondisi dan prospek mereka? Ikuti tulisan berikut:
Bakmi Gang Kemurnian
Usaha besutan Darwin Alexandra asal Bali ini tak banyak berubah. September 2016, KONTAN pernah mengulas usahanya dan hingga saat ini tak ada penambahan jumlah gerai.
Bakmi Gang Kemurnian yang berdiri pada 2009 dan dimitrakan, pada 2015 ini baru membuka tiga gerai mitra di Bali dan Cikarang, Jawa Barat. Begitu juga, Darwin belum membuka cabang miliknya.
Selain jumlah gerai, paket investasinya juga tak berubah. Bakmi Gang Kemurnian ditawarkan mulai dari paket Rp 35 juta untuk mitra di wilayah Bali dan Rp 50 juta untuk mitra di luar Bali.
Mitra akan mendapat bahan baku awal, kartu nama dan nota, bantuan marketing online, banner dan pelatihan karyawan. Mitra paket kedua mendapat tambahan bahan baku mentah.
Kerjasama kemitraan berlangsung setahun. Setelah itu, mitra cukup membayar nilai franchise yang diinginkan dan memasok bahan baku dari pusat. Tak ada biaya royalti. Darwin sengaja tak mengubah aturan kemitraan untuk mengundang minat calon mitra.
Bakmie Gang Kemurnian menyajikan berbagai menu, seperti bakmie keriting, bakmie lebar, bakmie yamin, bakmie/bihun/kwetiau goreng, nasi goreng, bakso, pangsit goreng dan lainnya. Harga menunya tetap, mulai Rp 15.000-–Rp 55.000 per porsi.
Namun, Darwin mengganti nama usahanya dengan Bakmie Yamin Jakarta. Penggantian nama ini baru dilakukannya sekitar tiga bulan lalu dengan alasan agar terlihat sama dengan produk yang dijual yaitu mie yamin.
Mie Cowboy
Pelaku lainnya adalah Zulfikar Fatwa yang membuka gerai mi awal tahun 2015. Melihat besarnya animo pelanggan, ia membuat konsep baru sekaligus menawarkan kemitraan dengan nama Mie Cowboy pada Mei 2016.
Ketika KONTAN mengulas Mie Cowboy pada Agustus 2016, Zulfikar baru membuka 15 gerai mitra. Kini, sudah ada 60 gerai mitra di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tahun depan, Ovik, panggilan Zulfikar, menargetkan untuk menambah 30 gerai mitra. Selain itu, dia ingin memperluas jangkauannya ke Jakarta, Bandung dan Jawa Barat.
Paket kemitraan Mie Cowboy saat ini dibanderol Rp 10 juta. Ada kenaikan Rp 5 juta dari penawaran awalnya pada 2016. Fasilitas yang diperoleh mitra, booth, seragam karyawan, papan promosi, kompor, teflon panggang, tempat merebus, bahan baku, dan pelatihan cara pembuatan.
Menu andalan Mie Cowboy adalah mi dengan topping ayam jamur atau daging panggang. Saat penyajian, mi tak hanya direbus, tapi juga dipanggang agar ada kesan sebagai masakan Amerika.
Kemasannya pun unik. Bagian luarnya terdapat informasi tentang grup band ternama. Desainnya selalu berganti setiap bulan. Keunikan lainnya terlihat pada kostum karyawan. Mereka tampil ala koboi, lengkap dengan rompi dan topi.
Bila tahun lalu hanya menawarkan empat varian rasa makanan Amerika, pada 2018 Mie Cowboy akan menawarkan 18 varian rasa dengan menambahkan konsep Makanan Jepang dan Indonesia.Harga mi per box mulai Rp 10.000–Rp 15.000 untuk semua topping. Selain makanan, Mie Cowboy menjajakan minuman juga seperti es kopi durian, lemon tea, green tea, kopi espresso, dan sebagainya. Minumannya dijual Rp 5.000 per gelas.
Ovik menargetkan dalam sehari mitra bisa menjual 50–70 porsi menu makanan maupun minuman. Target omzet sekitar Rp 700.000 per hari. "Perkiraannya empat hingga lima bulan sudah balik modal," imbuh dia.
Pusat tak akan memungut royalti. Tapi, mitra harus belanja bahan baku berupa mi dan topping dari pusat.
Ovik mengaku kendala yang kerap ia hadapi mitra yang bekerja hanya sekedar coba-coba. Oleh karena itu, dia cukup selektif memilih mitra.
Selain itu, lokasi usaha yang strategis masih menjadi kendala bagi usaha ini. Hingga kini, dia pun masih mempertimbangkan kerjasama dengan ojek online, karena ada perubahan harga.
Mie Ayam & Hot Plate Eddy Group
Eddy Santoso mencicip bisnis mi sejak Mei 2010. Baru lima tahun kemudian, dia menawarkan kemitraan Mie Ayam & Hotplate.
Saat diulas KONTAN 2016, gerainya ada 12 cabang, di Solo, Yogya dan Jakarta. Rinciannya, 11 gerai mitra dan satu gerai milik pusat.
Kini, gerai Mie Ayam & Hot Plate Eddy Group berkembang menjadi 18 gerai. Sebagian besar masih ada di Solo dan sekitarnya.
Paket kemitraan gerai mi ini alami kenaikan. Yang semula Rp 25 juta dan Rp 60 juta, naik menjadi Rp 30 juta dan Rp 80 juta. Eddy bilang, kenaikan ini karena harga bahan baku dan peralatan yang naik.
Dalam paket investasi tersebut, mitra akan mendapat perlengkapan dan peralatan, media promosi, pelatihan dan mesin mi dengan kapasitas 50 kg.
Mitra masih tak dikenakan biaya royalti maupun franchise tiap bulan. Hanya saja, mitra wajib membeli bahan baku dari pusat. Untuk perpanjangan kerjasama kemitraan, biayanya akan dibicarakan kembali antara mitra dan pusat.
Karena banyak orang dari luar Pulau Jawa yang menanyakan soal kemitraan, Eddy pun mengemas paket tersendiri. Paket khusus mitra ini bernilai Rp 100 juta dengan pertimbangan biaya pengiriman dan biaya lainnya. "Namun, kalau mitra di luar Jawa, saya inginnya jual putus saja. Jadi, nanti mitra tidak perlu beli bahan baku ke pusat karena biaya kirim mahal," terang Eddy.
Tak hanya paket investasi yang mengalami kenaikan, Eddy mengatakan, kini harga aneka menu Mie Ayam & Hot Plate Eddy Group juga meningkat. Yang semula dibanderol antara Rp 10.000–Rp 15.000, kini menjadi Rp 11.000 –Rp 17.000 per porsi.
Varian menu yang ditawarkan masih sama, ada 10 jenis, antara lain mie ayam hotplate, mie sapi hotplate, mie ayam hotplate plus bakso, mie sapi hotplate plus bakso, mie ayam original, mie sapi original, mie ayam mangkok pangsit.
Eddy menjelaskan kendala yang dihadapi selama ini ada pada pemasaran. Pasalnya, selama ini dirinya melakukan pemasaran masih dengan cara konvensional. Sedangkan di sisi lain, pemasaran online mulai berkembang. "Karena cara pemasaran kami masih manual, jadi perkembangannya belum terlalu pesat," tuturnya.
Rencana ke depan, Eddy ingin lebih gencar melakukan pemasaran lewat online agar perkembangan gerainya lebih cepat dan bisa segera tersebar di luar Solo, kota-kota di Jawa Tengah dan Jogja. Saat ini, Mie Ayam & Hot Plate Eddy Group juga sudah bekerjasama dengan ojek online untuk layanan pesan antar kepada konsumen. Eddy bilang, adanya layanan pesan antar tersebut juga memudahkan dirinya untuk menjangkau konsumen.
Soal target penambahan mitra tahun depan, Eddy belum menetapkan target pasti. Yang pasti, awal Januari tahun depan akan ada dua gerai baru di Klaten dan Boyolali, Jawa Tengah.
Meski bersaing ketat, pasarnya besar
Erwin Halim, pengamat waralaba dari Proverb Consulting menilai bisnis mi akan terus berkembang dan punya potensi luas bagi pelaku usaha. Hal ini karena varian mi banyak sekali, ditambah tersedia berbagai rasa dan topping yang dapat ditawarkan kepada konsumen. "Meskipun persaingan sangat ketat, namun konsumennya hampir seluruh rakyat Indonesia, jadi potensi sangat besar sekali," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (29/12).
Adapun soal potensi kemitraan mi, Erwin bilang, bisnis kemitraan akan tergantung bagaimana gerai acuan atau prototype pelaku usaha pusat.
Si calon mitra akan melihat seberapa saktinya gerai acuan yang akan didirikan nanti. "Kalau kurang menarik penjualannya tentunya akan pikir-pikir lagi. Semua orang tahu untuk membuat mi tidak sulit, namun membuat mi yang enak dan banyak disukai mayarakat itu yang sulit," tambahnya.
Oleh karena itu, Erwin menyarankan, agar kemitraan usaha terus bertahan pelaku usaha pusat harus bisa melatih para mitra untuk menjaga kualitas rasa dan meningkatkan keunikan dari produk mi yang sudah ada. Semua kualitas baik dari topping, ukuran minuman, bahan baku harus diperhatikan. Nah, selain itu, yang paling penting adalah layanan dari pegawai yang ramah, sehingga bisa membuat konsumen betah.
Dan mengenai mengapa setiap merek berbeda kemampuan membuka cabang atau kemitraannya, Erwin lihat ini sangat tergantung dari strategi dan kemauan dari pemilik untuk memasarkan kemitraan dan produk dari bisnis mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News