kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melestarikan alam dengan produksi batik warna alami


Sabtu, 03 November 2018 / 06:30 WIB
Melestarikan alam dengan produksi batik warna alami


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Selama ini, batik terkenal sebagai identitas Indonesia. Namun, kekayaan batik ini menyisakan persoalan, yakni pencemaran lingkungan. Limbah air hasil pewarna batik yang mengandung bahan kimia yang tak bisa terurai dengan air.  

Agar tak lagi bersinggungan dengan isu lingkungan, para pembatik pun mengembangkan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan. Seperti Putri Merdeka Wati, pemilik Batik Warna Alam SiPutri asal Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah. Perempuan 39 tahun ini memanfaatkan daun, batang dan akar tumbuhan untuk menggantikan pewarna kimia.

Ambil misal, ia memakai sabut kelapa untuk warna merah muda kecoklatan. Daun ketapang untuk warna hitam, buah yolawe untuk hijau kekuningan, akar kulit mengkudu untuk warna merah muda, kayu secang, kayu tingi dan lainnya.  

Putri membuat batik tulis dan cap. Tak hanya menghasilkan lembaran kain batik, dia juga menjahit baju batik siap pakai.

Dalam sebulan, Putri menghasilkan 400 lembar kain batik. Sedangkan, untuk baju siap pakai dia bermitra dengan warga lingkungannya untuk penjahitannya.  

Meski baru setahun berdiri, kain batik Batik Warna Alam SiPutri cukup laris. Penjualan per bulan  mencapai 200 lembar kain dan puluhan helai busana siap pakai.  Harganya dibanderol mulai dari Rp 200.000 sampai Rp 5 juta per lembar untuk kain dan Rp 250.000 sampai Rp 800.000 per helai pakaian.

Tak hanya terbatas dari Semarang, konsumennya datang dari berbagai kota. Bahkan, mencapai Bali dan Jakarta.

Putri juga memanfaatkan kain-kain sisa hasil pembuatan pakaian. Ia membuat berbagai aksesori dari kain sisa itu, seperti kalung dan gelang.

"Saya mengajak ibu-ibu  rumah tangga disekitar rumah untuk membuat aneka aksesori.," tuturnya. Hasil kreasi ibu-ibu pun dia beli dan ikut dipasarkan di gerainya. Aneka aksesoris ini dijual mulai Rp 25.000 sampai Rp 50.000 per unit.

Dengan begitu, dia juga dapat meningkatkan pendapatan warga sekitar. Sampai sekarang ada sekitar enam perempuan yang bergabung dengannya.

Sejauh ini, kendala usaha yang dihadapinya adalah sulitnya mengembangkan pasar karena masyarakat menganggap produk ini cukup mahal. Putri pun sering memanfaatkan ajang pameran untuk mengedukasi pasarnya. "Disini saya bisa menceritakan proses pembuatan dan bahan pewarna yang dipakai, semuanya aman bagi alam," tegasnya.

Meski sudah banyak pemain batik warna alam,  dia merasa suasana persaingan masih biasa saja. Meski pasarnya belum luas, Putri sudah berhasil membentuk konsumen loyal. Hampir setiap bulan mereka kembali membeli koleksinya.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×