Reporter: Dian Sari Pertiwi, J. Ani Kristanti | Editor: S.S. Kurniawan
Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim yang besar, Indonesia bisa menjadi ladang bisnis nan menggiurkan. Terdapat beragam produk yang menjadi kebutuhan khusus bagi pengikut Nabi Muhammad SAW ini untuk menjalankan ibadah mereka sehari-hari.
Salah satunya sajadah. Setiap umat muslim memakai sajadah sebagai alas ketika mereka menjalankan sholat. Alhasil, kebutuhannya juga besar.
Meski selama ini banyak orang mengenal sajadah dari karpet buatan Turki, tak menutup kemungkinan Anda berkreasi menciptakan sajadah dari bahan-bahan lainnya. Umar Sa’ad, misalnya.
Mantan kepala toko salah satu jaringan minimarket ini merupakan pionir sajadah berbahan denim (jins). Sajadah buatannya dilabeli dengan merek Jeansmoslem.
Umar melihat peluang membuat produk sajadah denim lantaran belum ada produsen sajadah yang memakai bahan tersebut. “Saat itu, saya hanya berpikir memulai usaha dengan modal kecil,” kenang Umar yang memodali usahanya dari hasil pencairan Jamsostek miliknya sebesar Rp 12 juta.
Umar mengawali usahanya pada 2013. Dia sempat mengalami proses uji coba dalam pembuatan sajadah ini. “Saya minta jahit ke teman, tapi hasilnya jelek karena lebih mirip taplak meja daripada sajadah,” kata Umar yang beberapa kali memenangkan ajang wirausaha ini.
Bahkan, pernah juga, kegagalan produksinya mencapai 99%. Namun, dari situ, pria 27 tahun ini justru menemukan celah membuat sajadah untuk bepergian. “Saya bongkar lagi produk yang gagal tersebut dan dipotong jadi sajadah kecil buat travelling. Ternyata laku,” terang dia.
Saat ini, Umar memproduksi 50 helai sajadah per minggu. Produksinya masih terbatas lantaran proses penyelesaian akhir (finishing) dan cabut benang pada ujung sajadah cukup lama. Cabut benangnya saja membutuhkan waktu 45 menit per helai.
“Tapi, kalau permintaan sedang tinggi, seperti menjelang Lebaran, produksi bisa naik dua hingga tiga kali lipat,” jelas Umar. Dia menjual sajadah ini dengan harga mulai Rp 250.000 setiap helai.
Dalam setiap sajadahnya, ia mengaplikasikan denim dengan batik. Dari penjualan ini, Umar bisa mengantongi profit hingga 40%.
Berbeda dengan Umar, produsen sajadah denim lainnya, Angga Bagus Prasetyo, memadukan jins dengan gambar masjid pada desain produknya. Dia mencium peluang berbisnis sajadah lantaran populasi muslim yang besar di negeri ini.
Sajadah bermerek Netepan ini juga merupakan sajadah untuk bepergian. “Sajadah ini bisa dilipat menjadi tas, untuk solusi orang yang nggak ingin repot saat membawanya,” jelas Angga, yang baru menawarkan Netepan Desember lalu.
Dia membuat sajadah travel ini dengan ukuran 30 cm x 60 cm. Selain ukuran sajadah yang kecil, desain yang sederhana menjadi kekuatan Netepan. “Kami juga menyentuh sisi emosional satu wilayah lokal. Misalnya, untuk daerah Surabaya, kami bikin desain masjid yang menjadi ikonik di sana,” terang Angga.
Lantaran masih sebulan, Angga belum melihat seberapa besar respons pasar terhadap produknya. Dia juga baru memproduksi sajadah ini untuk memperbanyak contoh. Sebab, Netepan masih menggunakan cara penjualan dengan sistem pre-order (pemesanan). “Saat ini, kami masih berpikir untuk meminimalisir risiko,” jelas Angga. Sajadah denim ini dijual dengan harga Rp 120.000 per helai.
Modal minim
Potensi pasar untuk produk sajadah jins ini sebenarnya cukup besar. Umar bahkan pernah mendapatkan pesanan yang cukup besar, hingga 200 helai per hari. Namun, lantaran terkendala modal, dia tak sanggup memenuhi pesanan itu.
Sayang, sampai saat ini, Umar memilih untuk membatasi produksi sajadahnya. Padahal, banyak penawaran pinjaman dari lembaga keuangan datang kepadanya. Tapi, dia hanya ingin mengandalkan modal dari kantongnya sendiri.
Oleh karena itu, dia berusaha untuk tidak menggelontorkan banyak modal menjadi aset. “Sebisa mungkin, asetnya minim, jadi mesin jahit punya penjahit. Kami cukup bayar mereka per helai dan menyediakan bahannya saja,” terang Umar.
Umar juga mengatakan, dia tak menemui kesulitan dalam mencari penjahit dengan sistem kerjasama seperti ini. Informasi soal kebutuhan penjahit akan dengan cepat menyebar dari mulut ke mulut. “Satu penjahit pasti punya teman yang lain. Kalau belum bisa, ya, kami ajarkan dulu. Prosesnya tidak lama,” kata dia.
Ongkos jahit ini tergantung dari ukuran dan desain atau tingkat kerumitan. Untuk pembuatan sajadah ini, Umar membayar ongkos jahit Rp 20.000 per sajadah. Setiap hari, penjahitnya mampu membikin hingga lima helai sajadah.
Strategi serupa juga ditempuh oleh Angga. Untuk mengakali keterbatasan modal saat merintis usaha ini, dia merangkul kerjasama dengan penjahit. Penjahit ini akan dibayar sesuai dengan jumlah sajadah yang dihasilkan. Angga membayar ongkos jahit Rp 12.000 per helai sajadah.
Hanya saja, sistem produksi seperti ini juga penuh risiko. Anda harus siap bila pembuatan sajadah molor alias tak tepat waktu. “Karena bukan tim sendiri, kami tak bisa tekan ke dia juga,” kata Angga.
Nah, sebagai solusi, mungkin Anda bisa membentuk tim produksi lebih dari satu. Hal ini dilakukan oleh Umar, yang menggandeng temannya untuk membentuk tim produksi sendiri. Sekarang, produksi sajadah Jeansmoslem ada di Depok dan Tangerang Selatan. Jumlah tenaga di bagian produksi
ada sembilan orang.
Seperti namanya, bahan utama untuk pembuatan sajadah ini adalah kain denim. Sajadah tak ada pelapis busa, lantaran produk ini mengutamakan kemudahan dalam penyimpanan hingga mudah dilipat dan ditenteng saat bepergian. “Supaya lebih ringkas,” cetus Angga.
Kebutuhan kain denim sangat tergantung dari desain dan ukuran sajadah. Lantaran ukurannya kecil, Angga bisa membuat empat helai sajadah dari satu meter kain jins. Dia membelinya Rp 40.000 per meter.
Tentu saja, sama seperti produk lainnya, Anda harus memiliki keunikan atau khas dari produk sejenis. Kendati sama-sama memakai bahan jins, keunikan sajadah bisa digali dari desain permukaan atas sajadah, seperti yang terlihat pada desain Jeansmoslem dan Natepan yang sangat berbeda.
Memposisikan diri sebagai produk premium, Umar memadukan kain batik pada sajadahnya. Tentu saja, kain batik itu juga tak ditempel begitu saja. Dia juga menempelkan pita supaya desain terlihat lebih tegas dan indah. Tak lupa, Umar juga melengkapi sajadahnya dengan kompas, untuk mempermudah penggunanya menentukan arah kiblat.
Sementara, Angga menggunakan teknik sablon untuk menggambar masjid pada produknya. Ada berbagai tema yang diangkat. Ambil contoh, masjid bersejarah, seperti gambar masjid di Istambul dan Taj Mahal. Selanjutnya, Angga juga mengeluarkan edisi masjid di Indonesia. “Saya ingin bercerita lewat desain masjid,” kata
Angga.
Sampai saat ini, Angga masih menunggu investor untuk membesarkan bisnisnya. Dia menaksir, kebutuhan modal untuk memproduksi 500 helai sajadah tiap bulan berkisar Rp 36 juta.
Jika merasa diri Anda kreatif, mungkin bisa ikut melipat laba dari bisnis sajadah denim ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News