kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Melirik sabun herbal yang ramah lingkungan


Kamis, 03 Maret 2011 / 18:36 WIB
Melirik sabun herbal yang ramah lingkungan
ILUSTRASI. Logo Visa. REUTERS/Maxim Zmeyev/Illustration/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD


Reporter: Handoyo, Dharmesta | Editor: Tri Adi

Dewasa ini, semakin banyak orang yang mulai peduli dengan kelestarian lingkungan. Henie Z.R. dan Hendricus Ledu Gere, misalnya. Kedua membuat sabun mandi dari bahan-bahan alami yang ramah terhadap alam. Sebab, sumber pencemaran juga berasal dari limbah sabun.

Ya, rumah tangga juga berpotensi menyumbang pencemaran terhadap lingkungan. Tengok saja, ketika mandi, sabun yang kita pakai umumnya mengandung banyak senyawa kimia, seperti petroleum, synthetic chemical, dan chemicals harmful, yang dapat merusak lingkungan sekitar.Sabun mandi biasanya juga mengandung sodium lauryl sulfate (SLS), yang sering digunakan sebagai bahan pembuat detergen.

Berangkat dari fakta ini, Henie ZR kemudian mengembangkan sabun mandi yang ramah lingkungan dan aman untuk tubuh. Hanya bahan natrium hidroksida (NaOH) yang tetap dipakai untuk mengubah minyak tumbuhan menjadi sabun sehingga tidak membahayakan lingkungan. Perempuan yang sudah dua tahun menggeluti usaha pembuatan sabun mandi ramah lingkungan dengan nama Java Natural Soap ini membuat sabun pembersih badan ini dengan bahan-bahan alami. Contoh, minyak kelapa, minyak sawit, minyak zaitun, minyak castor atau jarak, dan dedak beras.

Manfaat dan fungsi dari bahan-bahan alami tersebuth, minyak kelapa untuk menghasilkan busa dan melembabkan kulit. Lalu, minyak sawit untuk mengeraskan dan mengawetkan sabun, sedang minyak zaitun buat menghaluskan dan melembabkan kulit.

Kemudian, minyak castor untuk menghasilkan busa sabun mandi yang lebih lembut sekaligus memberikan nutrisi untuk kulit. Sementara, dedak beras atau rice brand untuk pelembab dan penghalus kulit.

Setiap kali produksi, Henie yang tinggal di Jakarta bisa menghasilkan kurang lebih 80 batang sabun mandi ramah lingkungan. Tiap batang sabun berukuran 5x8 sentimeter (cm), dengan ketebalan 2,5 cm.

Henie membagi sabun buatannya menjadi dua jenis, yakni sabun natural biasa dan sabun natural untuk kulit sensitif atawa castile soap. "Untuk jenis sabun natural biasa, komposisi yang dibutuhkan untuk pembuatan sabun adalah, 40% minyak sawit, 20% minyak zaitun, 15% minyak kelapa, 5% minyak castor, dan 20% dedak beras," tuturnya.

Adapun, untuk pembuatan sabun natural untuk kulit sensitif, Henie menjelaskan, komposisi bahan bakunya yaitu, 80% minyak zaitun, 10% minyak kelapa, serta 10% minyak kelapa sawit. Dari sabun yang ia buat, Henie menambahkan beberapa bahan yang digunakan sebagai penambah aroma, semisal jeruk, vanila, dan jahe. Setidaknya, ada 10 varian sabun made ini Henie, antara lain ginger orange, vanilla oatmeal, dan fresh orange soap.


Harga cukup mahal

Untuk harga, Henie memasang harga Rp 15.000 untuk sabun natural biasa dengan ukuran 100 gram, dan Rp 15.000 untuk castile soap berukuran yang sama. Dalam sehari ia bisa menjual 10 sampai 20 batang sabun dengan omzet Rp 150.000, atau per bulan mencapai Rp 4,5 juta - Rp 5 juta.

Sejauh ini, Henie masih mengandalkan penjualan melalui dunia maya. Itu sebabnya, pasar sabun mandi ramah lingkungannya menyebar dari Jakarta ke Sumatra, Jawa Timur, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Tapi, ia mengklaim, umur sabun mandi produksinya bisa bertahan sampai dengan satu tahun.

Pemain lainnya, Hendricus Ledu Gere, pemilik Kesambi Bali di Renon, Denpasar, Bali. Awalnya, ia pernah bekerja di sebuah pabrik sabun. Setelah keluar, dia pun mencoba membuat sabun mandi tanpa bahan kimia, sehingga baik untuk tubuh karena tidak menyebabkan kulit kering.

Menurut Hendricus, dirinya tidak menggunakan bahan-bahan yang sukar terurai. "Dalam sabun biasa, terdapat surface active agent (surfactan) yang tidak mudah terurai," ungkapnya.

Adapun sabun mandi bikinannya memakai bahan baku biodegradable. Sama seperti Henie, ia menggunakan minyak tumbuhan, seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak jarak. "Terserah konsumen mau menggunakan minyak yang mana," ujar Hendricus.

Untuk pewarnaan sabun mandi, Hendricus menggunakan kunyit untuk warna kuning, serta vanili atau serbuk kayu manis dan cendana untuk warna kecokelatan. Untuk aroma, dia memanfaatkan essential oil atau fragrance oil.

Beda dengan Henie, Hendricus hanya melayani permintaan dalam jumlah besar. Ia melego sabun mandi ramah lingkungan buatannya seharga Rp 5.000 untuk ukuran 50 gram, dengan minimal pemesanan 100 batang untuk satu aroma. Lalu, sabun ukuran 100 gram, harga jualnya sebesar Rp 10.000 dengan pesanan minimal sebanyak 50 batang untuk satu aroma.

Hendricus mengaku, dirinya hanya memproduksi sabun kalau ada pesanan yang datang, jadi ia tidak menjual secara bebas. Dia punya alasan: usahanya belum berbadan usaha. Kebanyakan konsumennya adalah penjual sabun, sehingga Hendricus memberi label sabun buatannya dengan merek mereka.

Tiap bulan, dari bisnis ini, Hendricus dapat memperoleh pendapatan sekitar Rp 1 juta. Masalah utama yang ia hadapi adalah, dia mengerjakan segala sesuatunya, mulai dari pencetakan hingga finishing, seorang diri.

Selain itu, proses pembuatannya tergolong lama. Untuk proses pencetakan dan pemotongan sabun memang hanya butuh tempo satu hari hari saja. Namun, untuk proses pengeringan sabun agar natrium hidroksida sempurna bercampur dengan minyak tumbuh-tumbuhan dapat memakan waktu dua sampai tiga minggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×